Dear Anonymous

By inibulan

91.4K 17.8K 10.3K

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [COMPLETED] Seorang pernah bilang padanya, kehidupan itu selalu berputar. Tidak melu... More

dear anonymous
01. Dialog hujan
02. Tentang sang Langit
03. Ada yang berakhir
04. Apa yang salah dari mengagumi diam-diam?
05. I have crush on you
06. Apa pernah ia dianggap ada?
07. Cheesecake
08. Ucapan selamat pagi
09. Bolehkah jika ia semakin jatuh cinta?
10. Hujan dan sosok entah siapa
11. Kentang McD
12. Malam ini ia tidak sendiri
13. Know your place
14. Jealous
15. Alasan untuk menyukai seseorang
16. Album foto dan kilas balik
17. Gosip spektakuler
18. Boneka & Piala pertamanya
19. Melempar Umpan
20. Keluar kandang buaya masuk kandang singa
21. Beauty Privilege
22. Hujan dan segelas kopi
23. Keajaiban Dunia
24. Sebenarnya, salahnya di mana?
25. Aku senang jika nyatanya kamu peduli
26. Angkasa, ayo pacaran!
27. Pacar?
28. Pesta ulang tahun
29. Goodnight, N
30. Hari ini aku ulang tahun
31. Cepat sembuh, Rainne
32. Usapan di kepala
33. Alasan gadis itu tersenyum
34. Promise
35. Feeling
36. Keajaiban Dunia 2
37. Bagaimanapun dia tetap cantik
38. Sebenarnya, sejak kapan?
39. Fanya harus apa?
40. Kamu suka Fanya?
41. Masih sulit dipercaya
42. Mohon ikhlaskan saja
43. Kamu jelek
44. Hari-hari penuh siksaan
45. Under the rain
46. Semuanya akan baik-baik saja
47. Harus dibuat berantakan
48. Lama-lama muak juga
49. Tolong jaga dia
50. Berbalik
51. Dia tahu jawabannya
52. Beban dan tidak berguna
53. Dia benci kehilangan
54. Tidakah cukup?
55. Ia hanya iri
57. Tidak ada lagi yang tersisa
58. Hancur
59. Kembali, atau pergi dan mengakhiri?
60. Ia harus memulai hidup baru
61. Red Rain
Epilog

56. Pembohong

1.1K 276 289
By inibulan

Hari ini, langit lebih cerah ketimbang sebelumnya. Hujan sepertinya berhenti turun untuk sementara dan memutuskan untuk membuat bumi sedikit hangat dengan sinar matahari.

Gaby dan Rainne baru saja keluar dari ruang guru setelah mengumpulkan tugas-tugas terakhir untuk membantu nilai mereka yang kurang. Keduanya lalu menuju kantin untuk memakan sesuatu.

"Lo beneran udah enggak apa-apa balik ke rumah?" tanya Gaby memastikan.

Meskipun Rainne sudah memberitahunya kemarin via chat jika sahabatnya itu akan kembali pulang, Gaby merasa masih mengkhawatirkan Rainne. Takutnya gadis itu berbohong hanya karena tidak mau merepotkannya.

"Enggak apa-apa, Gab. Kemaren mama ke rumah sakit, minta maaf, terus ya ... dia minta gue pulang."

"Tapi tetep ya kalau ada apa-apa lo harus kasih tahu gue," pinta Gaby dan disahuti dengan anggukan dari Rainne.

Melihat seulas senyum di wajah sahabatnya, Gaby sedikit lega. Nampaknya Rainne sudah sedikit lebih baik, itu bagus. Ia bisa berhenti mengkhawatirkan sahabatnya untuk sekarang.

Sampai di kantin, keduanya memilih duduk di bangku dekat pintu masuk. Rainne hanya membeli minuman. Gaby memutuskan untuk makan ketoprak saja.

Sebenarnya, kelas 12 sudah tidak ada kegiatan belajar lagi. Mereka hanya perlu mengurus nilai-nilai mereka, dan mengikuti kelas tambahan bagi yang berminat untuk persiapan ujian masuk ke perguruan tinggi.

"Kelas tambahan lo jam berapa sih?" tanya Gaby disela kunyahannya.

"Jam 10, abis ini gue mau ke kelas. Lo serius enggak ikut kelas tambahan?"

"Enggak, gue enggak bakal ikut SBMPTN. Gue jadi ambil Manajemen Bisnis di univ yang kemaren," ujar Gaby.

Gaby sebenarnya sudah lolos di salah satu universitas swasta jalur rapot yang hanya menggunakan nilai rapot dari semester 1-5, dan sepertinya gadis itu tidak tertarik mengikuti ujian lain. Rainne ikut senang jika Gaby sudah menemukan pilihannya. Sementara ia masih harus berjuang dan segera memutuskan untuk kuliah ke mana. Cukup berat, ditambah dengan segala masalahnya belakangan ini, Rainne semakin pusing dan masa depannya pun terasa sangat samar sekali.

Setelah Gaby menyelesaikan makannya, kedua gadis itu pergi dari kantin. Rainne berpisah dengan Gaby karena harus mengikuti kelas tambahan. Sementara Gaby mungkin akan langsung pulang dari sekolah karena tidak ada urusan lagi.

Langkah-langkah Rainne di koridor menuju kelasnya memelan kala mendengar suara ribut-ribut dekat toilet. Ia melihat sosok Angkasa bersama beberapa siswi. Mereka adalah Stephany dan teman-temannya. Entah apa yang tengah mereka lakukan, tapi Angkasa tengah merampas ponsel Stephany dan menatap marah pada cewek itu.

Rainne mendekat, berhenti pada jarak yang tidak terlalu jauh dari merek dan semakin jelas mendengar apa yang tengah mereka ributkan.

"Gue peringatin lo sekali lagi buat berhenti ngurusin masa lalu Fanya. Lo mau hapus sendiri screenshot-an ini atau hp lo gue hancurin?" tekan Angkasa.

"Yaampun lo sensitif banget kenapa sih? Gue enggak ngurusin kok, gue cuma ngetawain aja."

"Menurut lo lucu?!" sentak Angkasa dan itu membuat Stephany langsung menciut takut.

Menyaksikan dan mengdengar itu, bibir Rainne berkedut sedikit. Ia menyunggingkan senyum samar. Angkasa membela Fanya sampai segitunya, sepertinya cowok itu benar-benar peduli dan menyangi Fanya. Perlakuan Angkasa yang berbeda seratus delapan puluh derajat padanya itu membuat Rainne lagi-lagi terlihat menyedihkan.

Apa lagi sih yang gue harepin? batinnya bertanya-tanya. Rupanya tidak mudah untuk membuang perasaan itu dari hatinya.

"Kalau gue lihat lo masih ngungkit-ngungkit soal Fanya, ngetawain dia, atau ngomongin dia di belakang, urusan lo sama gue," ancamnya.

"Kenapa sih lo belain Fanya sampe segininya? Aneh deh lo, bukannya pacar lo si Naomi?"

"Fanya pacar gue."

Angkasa mengatakan itu dengan sangat tegas. Membuat Stephany melongo kaget, begitu pula dengan teman-temannya yang lain.

Rainne, gadis itu juga terdiam mematung di tempatnya. Luka berdarah yang diberikan Angkasa semakin terasa sakit saat ia mengucapkan hal itu. Lagi, lagi, lagi, perasaan sakit itu terus-terusan ia rasakan dan tidak pernah mau pergi.

Kenapa lo masih kayak gini, Rainne? Lo bahkan enggak punya hak atas perasaan Angkasa. Berhenti ngerasa seolah lo disakitin terus, karena sedari awal lo yang nyakitin diri lo sendiri. Lo harus bisa kuat dan ilangin perasaan lo buat Angkasa kalau lo enggak mau terus-terusan kayak gini, batin gadis itu untuk dirinya sendiri.

Berbalik, Angkasa berniat meninggalkan Stephany dan teman-temannya. Namun, langkahnya dibuat terhenti saat mendapati sosok Rainne berdiri tak jauh darinya.

Gadis itu menatapnya dengan ekspresi tak terbaca, ia membalas dengan tatapan dingin dan berusaha tidak peduli. Angkasa tidak tahu sejak kapan Rainne ada di sana, tapi sepertinya gadis itu mendengarkan semua pembicaraannya dengan Stephany.

Hanya beberapa saat keduanya bertatapan, Angkasa langsung memutuskan pandangannya. Ia kembali melanjutkan langkahnya, berjalan melewati Rainne dan mengabaikan sorot mata gadis itu yang penuh luka.

🌧

Hal yang sangat jarang sekali terjadi, Rainne makan malam bersama keluarga barunya dalam satu meja, dan lengkap. Fanya juga ada di sana, duduk tepat di kursi depan Rainne.

Selama menyantap makanannya, Rainne terus-terusan diam, merasa suasana di meja ini canggung sekali. Sementara Fanya, gadis itu tidak menyentuh makannya sama sekali, dan sesekali melirik pada Rainne.

"Fanya kenapa enggak di makan?" tanya Farhan.

"Aku lagi diet, Pa."

Farhan dan Ayumi lagi-lagi mendengar kalimat itu keluar dari mulut Fanya. Keduanya saling lirik, eskpresi wajah Farhan kembali terlihat khawatir dan teringat lagi pada kondisi putrinya.

"Aku mau tidur, enggak enak badan," ujar Fanya lalu kemudian meninggalkan ruang makan untuk pergi ke kamarnya.

Seperginya Fanya, Farhan memijat keningnya merasa frustrasi. Ayumi memberikan dukungan dengan kalimat-kalimat penenang. Melihat itu, Rainne ikut kasihan pada papa tirinya karena keadaan Fanya.

Rainne dengan cepat menyelesaikan makanannya, dan segera kembali kembali ke kamar. Saat berniat masuk ke kamar, gadis itu berbalik badan dan melangkahkan kakinya ke kamar Fanya. Ia sendiri sudah mengetahui perihal kondisi Fanya karena mama sudah menceritakan hal itu kemarin.

Jujur, Rainne kasihan sekali pada gadis itu. Namun, ia juga tidak bisa menyalahkan Gaby atas apa yang sudah ia lakukan hingga memicu Fanya menjadi seperti ini.

Fanya duduk di sisi tempat tidurnya, mengahadap cermin. Gadis itu hanya diam mematung, menatap refleksi dirinya di cermin itu. Ia sama sekali tidak bereaksi saat Rainne masuk ke kamarnya dan kini duduk di sampingnya.

"Fanya," panggil Rainne. Gadis itu masih tidak bereaksi dan diam saja.

"Lo cape enggak sih kita selalu berantem?"

"Maaf," gumam gadis itu pelan.

Rainne mendesah cukup keras, matanya menatap sendu pada kodisi Fanya saat ini. Gadis itu semakin kurus, tidak berenergi, dan sangat pucat. Fanya yang sekarang terlihat seperti mayat hidup. Rona di wajahnya hilang entah ke mana, tatapan gadis itu selalu kosong. Pasti ia telah mengalami masa-masa yang sangat sulit.

"Gue cuma pengen punya keluarga, gue enggak mau dibenci sama lo. Gue pengen punya adik, gue pengen jadi kakak yang baik," ujar Rainne diiringi senyum kecil.

"Gue enggak benci sama lo, gue ... gue cuma ... iri. Maaf, karena gue selalu jahat sama lo," katanya tanpa ekspresi.

Sungguh, Rainne terkejut mendengar itu. Ia tidak menyangka Fanya akan iri pada dirinya yang memiliki hidup sangat berantakan. Padahal, selama ini Rainne selalu iri pada Fanya dan jika bisa ia ingin seperti gadis itu. Namun, Fanya sendiri malah iri padanya. Ini diluar dugaan sekali.

"Mungkin kalau lo tahu gimana hidup gue, lo enggak akan ngerasa iri, Nya. Selama ini, hidup gue enggak pernah baik-baik aja, kalau lo mau tahu. Dan malahan gue selalu pengen jadi lo. Bahkan nyokap gue aja sering banding-bandingin gue sama lo dan nyuruh gue buat jadi kayak lo. Bisa-bisanya lo malah iri sama orang kayak gue."

Mendengar itu, bola mata Fanya sedikit bereaksi. Pandangannya beralih. Kini ia memerhatikan refleksi Rainne dalam cermin yang saat ini sedang duduk di sampingnya.

"Liat, lo bahkan cantik tanpa harus berusaha. Lo enggak pernah dihina orang karena lo jelek, lo enggak pernah dibully kakak kelas karena lo gendut, item, jerawatan. Lo enggak pernah diperlakuin kayak sampah dan diketawain orang-orang karena fisik lo."

"Mungkin emang gue enggak pernah ngalamin itu, tapi tetep aja yang enggak suka sama gue juga banyak. Lagian ... kita 'kan enggak bisa ngontrol perasaan orang lain, karena selalu aja ada yang enggak suka sama kita. Tapi, kalau lo terus-terusan fokus sama orang yang enggak suka sama lo, lo cuma bakal terus terpuruk. Kenapa enggak fokus sama orang-orang yang suka sama lo aja? Masih banyak orang baik yang bisa bikin lo bahagia dan nerima gimanapun diri lo."

Rainne menarik lengan Fanya dan mengenggamnya erat. Fanya menoleh pada kakak tirinya itu dan menatap wajah Rainne yang kini tersenyum padanya.

"Gue minta maaf atas apa yang udah sahabat gue lakuin sampai buat lo kayak gini. Tapi ... gue mohon, berhenti bilang kalau lo enggak mau makan, berhenti murung kayak gini. Jangan diet terus, jangan sampe sakit. Banyak yang sayang sama lo. Semua orang khawatir, papa, mama, temen-temen lo, gue, juga Angkasa. Mereka sedih lihat lo kayak gini."

Hal yang tidak pernah Rainne duga, bola mata Fanya berkaca-kaca menatapnya. Air mata pun jatuh mengalir di pipi gadis itu.

"Kenapa lo enggak benci gue aja? Kenapa lo malah baik sama gue? Gue yang jahat sama lo, tapi kenapa lo yang minta maaf dan terus-terusan bersikap baik sama gue?"

"Karena lo adik gue," jawab Rainne singkat. Ia tidak bisa membenci Fanya, meskipun gadis ini juga ikut andil menghancurkan dirinya saat ini. Fanya memiliki alasan untuk hal itu, dan Rainne hanya bisa memaklumi dan memaafkan semuanya. Sebab menyimpan dendam pun tidak akan menghasilkan apa-apa.

Cairan bening dari mata Fanya turun semakin banyak, gadis itu sampai terisak dan Rainne memeluknya. Membiarkan adik tirinya itu menangis di sana. Rainne tersenyum kecil, ini pertama kalinya ia memeluk Fanya.

"Maaf, gue udah bikin hubungan lo sama Kak Angkasa hancur. Selama ini, cuma Kak Angkasa yang bener-bener tulus sama gue dan bikin gue ngerasa bahagia jadi diri gue sendiri. Gue egois karena enggak mikirin perasaan lo."

Rainne tertegun. Sejujurnya, akhir dari hubungannya dengan Angkasa bukan seratus persen ulah Fanya. Jika saja pada dasarnya Angkasa percaya padanya, meskipun Fanya menyebarkan rumor itu, Angkasa tidak akan berubah membencinya seperti ini.

"Enggak apa-apa. Dari awal ... dia enggak pernah suka sama gue, dia cuma kasihan."

Lalu Rainne pun ingat, seseorang pernah mengatakan padanya jika suatu hubungan dimulai dari perasaan kasihan dan ingin dikasihani, maka itu tidak akan berjalan lancar. Benar, semuanya hancur berantakan sekarang.

"Dia sayang sama lo, Nya. Makanya lo berhenti bikin dia khawatir, ya? Lo harus berhenti nyiksa diri lo sendiri kayak gini. Angkasa enggak cuma lihat lo karena lo cantik, dia nerima lo apa adanya. Lo harus percaya itu."

"Tapi ... apa lo baik-baik aja?" tanya Fanya disela isakan tangisnya.

"Gue baik-baik aja, jangan khawatir. Gue sama Angkasa udah selesai, bahkan dari awal kita emang enggak pernah memulai. Jadi ... gue putusin buat enggak akan ganggu Angkasa lagi," ujarnya dengan nada menenangkan.

Pembohong, padahal gadis itu sama sekali tidak baik-baik saja dengan dirinya. Namun, alih-alih menunjukkan itu, Rainne memilih mengorbankan perasaannya untuk orang lain.

🌧

selamat ketemu di chapter selanjutnya😊

Continue Reading

You'll Also Like

3.5K 273 54
(COMPLETE) Kemunculan gadis cantik bernama Josie sebagai siswa baru sukses membuat SMA Prapanca gempar! Bukan hanya karena tingkahnya yang tengil, me...
764K 10.6K 24
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1.4M 70.4K 27
Kenapa hidup gue ini selalu dihantui oleh manusia nyebelin itu?!!! Apa salah perempuan unyu, imut, cantik, dan baik hati seperti gue ini, sehingga bi...
516K 19.4K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...