Penantian Cinta

By IrenaRin

147 34 8

"Kalau kamu jadi calon suami aku mau?" Pria melamar seorang wanita itu sudah biasa. Bagaimana jadinya jika se... More

Cinta
Keinginan Menikah
Niat Melamar
Ungkapan Rasa
Berusaha Move On
Kabar Buruk
Tawaran Calon Istri
Pinangan

Gerbang Rumah Tangga

11 1 0
By IrenaRin


"Ma, aku dan Ghalib baru status calon dan belum berstatus suami-istri."

"Tidak apa-apa biar kalian juga lebih dekat, Nuha."

Ghalib tidak merespon apapun seolah tidak peduli dengan perdebatan antara ibunya dengan calon istrinya.

"Tetap saja kami tidak boleh duduk berduaan karena kami masih orang asing statusnya belum suami istri," bela Nuha yang memang sudah mengkaji terkait pergaulan antara pria dan wanita.

"Islam ribet ya ternyata," ucap calon ibu mertuanya yang sudah merasa kesal dengan calon menantunya, " padahal sudah status calon juga," lanjutnya.

"Karena Islam menjaga agar tidak terjadi fitnah pada penganutnya."

Lilis pindah ke kursi depan di sebelah Ghalib dan Nuha duduk dengan ibunya di belakang. Mereka hendak membeli seserahan untuk Nuha dan juga membeli beberapa perhiasan. Nuha sebenarnya tidak banyak menuntut untuk banyak dibawakan ini dan itu tapi calon ibu mertuanya yang kukuh ingin banyak memberi.

***

Hari pernikahan yang selama ini diimpikan oleh Nuha akhirnya tiba. Gaun pengantin syar'i yang sederhana serta make up yang natural menambah kecantikan Nuha dan membuat kagum para undangan yang hadir.

"Bagaimana, saksi?" tanya seorang penghulu kepada dua orang saksi dari pihak mempelai pria atau pun wanita.

"Sah..." serentak dijawab tidak hanya oleh para saksi tapi juga para tamu undangan yang sudah hadir sebelum resepsi di mulai.

"Alhamdulillah. Barakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fiil Khairin." Serentak semua yang ada di sana membacakan do'a untuk keberkahan pengantin.

Akad nikah dilangsungkan di sebuah masjid agung, sedangkan resepsi dilangsungkan di sebuah hotel bintang 4. Tidak banyak yang diundang, hanya sahabat serta kerabat dekat dari dua keluarga mempelai.

Serangkaian kegiatan acara dilaksanakan dengan lancar tanpa ada hambatan. Tidak ada mantan nangis-nangis di acara resepsi dengan memeluk salah satu mempelai sebagaimana sering viral di media sosial. Keduanya tidak memiliki mantan karena Nuha tidak pernah menjalin pacaran kecuali Ghalib yang pernah berpacaran dengan Helena, tetapi Helena tidak akan hadir karena memang sudah berbeda alam.

Setelah resepsi selesai, keluarga memilih pulang ke rumah masing-masing, sedangkan Nuha dan Ghalib dipesankan satu kamar hotel dengan fasilitas honeymoon oleh orang tua keduanya, yang setelah akad mereka menjadi orang tua bagi satu sama lain, baik di pihak Nuha atau pun Ghalib.

Semua berjalan sebagaimana pasangan menikah, bertabur kebahagiaan, tapi ternyata ada yang tersembunyi di balik senyum Ghalib. Ghalib seolah menampilkan senyum tulusnya dengan apik, padahal di dalam hatinya masih terpikir Helena sang calon istri yang sudah berpulang untuk selama-lamanya.

Di hari pernikahannya ini harusnya Helena yang menjadi pendampingnya, tapi Tuhan berkehendak dengan mengambil Helena dua bulan menjelang hari pernikahan dan digantikan dengan teman kecilnya, Nuha. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa Nuha yang akan menjadi istrinya, yang akan menjadi teman hidupnya hingga maut menjemput, padahal tiga tahun lalu dirinya menolak untuk menjadi pendamping Nuha.

Nuha masuk ke kamar hotel terlebih dahulu karena Ghalib sedang menjamu tamunya dari Jakarta yang terlambat datang ke acara resepsinya. Nuha hanya menemui sebentar teman-teman dari orang yang kini telah menjadi suaminya itu. Baju pengantin yang begitu indah itu kini sudah diganti dengan gamis sederhana juga sebuah kerudung yang sepadan. Rasanya belum bisa untuk tampil apa adanya di depan suaminya.

Ghalib memasuki kamar hotel dan melihat Nuha yang sedang berusaha menyiapkan baju untuk suaminya. Senyum manis ditampilkan Nuha dalam rangka menyambut pria yang kini berstatus suami, juga sebagai rasa bahagia. Siapa sangka Ghalib berjalan begitu saja melewati wanita yang telah menjadi istrinya itu dengan begitu saja.

"Sabar," gumam Nuha, "ini baru awalnya karena mungkin akan lebih dari ini."

Demi menghilangkan kecanggungan Nuha memberanikan diri berbicara dengan suaminya.

"Nuha harus panggil apa setelah kita suami istri?" tanya Nuha dengan mode canggung.

"Terserah," jawab Ghalib dengan malas.

"Aa kalau di Sunda, Mas kalau di Jawa, Uda kalau di Padang, enaknya apa?" tanya Nuha kembali dengan mengabsen nama-nama panggilan pria di suatu daerah.

"Terserah," jawab Ghalib masih dengan mode malasnya.

"Dari tadi terserah terus."

"Kan yang mau manggil kamu bukan saya," ketus Ghalib.

"Biar romantis atuh kaya pasangan lain," protes Nuha dengan tangan memilin-milin ujung kerudungnya.

Ghalib hanya menghembuskan nafas dengan kasar karena baginya ternyata berat menjalani pernikahan ini karena Helena masih menjadi ratu di hatinya.

"Ya udah panggil Mas aja ya walau kita sama-sama asli sunda, walau aku ada turunan jawa karena bapak dari Jawa."

Ghalib tak menggubris dan memilih melangkahkan sepasang tungkainya menuju kamar mandi. Seharian menggunakan pakaian pengantin dengan memberikan senyum manis penuh kepalsuan membuat dirinya merasa penat dan juga dilanda pusing hingga ingin secepatnya mandi dan rebahan.

Nuha hanya mematung dengan tangan yang masih memilin ujung kerudung. Ingin rasanya romantis seperti pasangan lain setelah acara pernikahan sekali pun mereka menikah melalui jalur perjodohan. Mungkin ini adalah nasib pernikahannya yang mana dirinya harus berjuang membuat suaminya sembuh dari luka kehilangan calon istrinya.

Nuha berpikir keras harus bagaimana memulai untuk membuat suaminya itu luluh dan berpindah haluan dengan mencintainya. Cukup lama berpikir hingga tidak menyadari bahwa Ghalib telah selesai dengan ritual mandinya.

"Mau sampai kapan kamu berdiri di sana? masih mikir harus manggil aku apa?" tanya Ghalib dengan sedikit ketus.

Nuha menganggukan kepalanya dan tetap memberikan senyum manisnya walau tidak dapat dipungkiri perih di hati itu ada.

"Ya udah sesuai mau kamu aja mau manggil aku apa."

Ghalib berjalan ke ranjang dan berniat merebahkan diri karena memang merasa penat dengan berbagai pemikiran yang beberapa hari membuat kepalanya pusing.

Nuha memberikan sebuah buku kecil yang dibawanya dari rumah kepada suaminya.

"Apa ini?" tanya Ghalib yang tidak mengerti dengan maksud istrinya itu.

"Tuliskan yang tidak kamu suka baik makanan atau pun hal-hal lainnya. Itu bertujuan agar aku mudah dalam mempersiapkan semua keperluan kamu, M..mmaas." gugup karena pertama kali memanggil dengan kata Mas.

Hanya sbentar Ghalib menuliskan apa yang diperintahkan oleh Nuha dan Nuha berpikir bahwa Ghalib adalah orang yang tidak rewel dalam berbagai hal hingga yang dituliskan pun hanya sebentar.

"Ini..." Ghalib memberikan kembali buku kecil yang sudah ditulisnya itu.

"Apa yang membuat kamu mencintai aku?" inilah yang dituliskan Ghalib untuk istrinya.

Nuha mendecak karena untuk menuliskan hal yang disukai dan tidak disukai ini malah bertanya.

"Aku gak tau, mas, yang aku ingat bahwa aku merasa bahagia ketika kamu mengirim pesan kepadaku dan aku selalu menunggu kamu kirim pesan walau hanya sebatas tanya kabar. Itu terasa ketika aku duduk di bangku SMA," tutur Nuha dengan sedikit memalingkan wajah ke arah lain karena malu dengan kejujuran hatinya.

"Terkait tiga tahun yang lalu apa yang kamu rasakan atas penolakan dariku?" tanya Ghalib dengan rasa ingin tahu yang besar.

"Aku malu dan aku ingin menarik kata-kataku kembali karena merasa aku seperti wanita murah yang menawarkan diri kepada pria untuk dinikahi. Aku juga merasa semakin jauh dari mu tapi semakin dekat dengan Allah karena kejadian itu."

"Aku minta maaf atas kejadian tiga tahun yang lalu."

"Tak apa karena buktinya kita berjodoh kan, mas? Karena ini adalah kuasa Allah yang tidak pernah disangka olehku atau pun olehmu bukan? Karena setelah mengetahui kamu akan menikah aku berusaha menghapus semua tentang kamu dalam hidup aku."

Ghalib mengangguk dan berusaha membaringkan tubuhnya untuk meyelami alam mimpi.

"Mau langsung tidur?" tanya Nuha.

"Hmmm..." Ghalib hanya bergumam dengan tangan yang menutupi matanya karena merasa pusing.

"Kita tidak akan seperti pasangan lain setelah menikah?" tanya Nuha dengan malu-malu.

"Seperti pasangan lain bagaimana?" Ghalib sebenarnya bukan tidak tahu mengenai pertanyaan Nuha tapi dirinya benar-benar merasa pusing.

"Itu..."

"Itu apa, Nuha, yang jelas kalau bicara."

"Tau ah." Nuha membaringkan tubuhnya membelakangi suaminya dan merasa malu karena kembali memulai terlebih dahulu sebagai seorang wanita. Sedangkan Ghalib malah tersenyum kecil karena seolah sikap Nuha itu lucu dan menggemaskan tapi di lain sisi dirinya teringat Helena yang seharusnya berbaring di sebelahnya kini.


Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 257K 73
[ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴜʟᴜ sᴇʙᴇʟᴜᴍ ʙᴀᴄᴀ!] ʀᴏᴍᴀɴᴄᴇ - sᴘɪʀɪᴛᴜᴀʟ "Pak Haidar?" panggil salah satu siswi. Tanpa menoleh Haidar menjawab, "Kenapa?" "Saya pernah menden...
4.9M 295K 60
[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Hana di deskripsikan sebagai gadis nakal pembuat onar dan memiliki pergaulan bebas, menikah dengan seorang pria yang kerap...
Hakim By ul

Spiritual

1.3M 77.5K 51
[Revisi] Kalian percaya cinta pada pandangan pertama? Hakim tidak, awalnya tidak. Bahkan saat hatinya berdesir melihat gadis berisik yang duduk satu...
268K 15.3K 38
Spin off: Imam untuk Ara cover by pinterest follow dulu sebelum membaca.... ** Hari pernikahan adalah hari yang membahagiakan bagi orang banyak,namun...