Te Amo Rama

By wulanda-

4.2K 1.7K 3.8K

" Lupain Rama! Tinggalin Rama! Jangan ganggu Rama! Ikhlasin Rama buat gue!! Karena yang Rama suka, itu gue. L... More

Prolog
TAR~ 1
TAR~2
TAR~3
TAR~4
TAR~5
TAR~6
TAR~7
TAR~8
TAR~9
TAR~10
CAST
TAR~11
TAR~12
TAR~13
TAR~14
TAR~15
TAR~16
TAR~17
TAR~18
TAR~19
TAR~20
TAR~21
TAR~22
TAR~23
TAR~24
TAR~25
TAR~26
TAR~27
TAR~28
TAR~29
TAR~30
TAR~31
TAR~32
TAR~33
TAR~34
TAR~35
TAR~36
TAR~37
TAR~38
TAR~39
TAR~40
TAR~41
TAR~42
TAR~43
TAR~44
TAR~45
TAR~46
TAR~47
TAR~48

TAR~49

60 9 30
By wulanda-

Kamu yang mampu menerbitkan senyumanku. Dan ternyata kamu pula yang menenggelamkannya.
____________________________________

Bonne Lecture💐😘


" Lupain Rama! Tinggalin Rama! Jangan ganggu Rama! Ikhlasin Rama buat gue! Karena yang Rama suka itu bukan lo, tapi gue. Lo cuma di jadiin jembatan aja biar Rama bisa ngegapai gue "

Setelah mendengar kalimat yang diucapkan oleh Nara dadanya bertambah sesak. Bersamaan dengan itu, kristal bening yang sedari tadi ia tahan mati-matian supaya tidak keluar, kini luruh begitu saja melewati pipi chubby miliknya.

Deva menangis pilu. Menangisi kebodohannya sendiri. Ia kini mengepalkan tangannya untuk menyalurkan rasa sesaknya ini.

Hancur sudah hatinya. Dadanya sesak, bagai di tancap tombak tumpul yang dipaksakan untuk munumbuk dirinya secara bertubi-tubi. Sakit sekali bila dirasakan.

'Kenyataan macam apa ini?'

Baru kali ini ia menangisi seorang laki-laki yang bukan ayahnya atau abangnya. Dan sayangnya yang membuat ia menangis adalah Rama. Rama yang selalu membuat ia tersenyum bahkan tertawa, kini malah membuatnya berlinangan air mata.

Tak ada yang bisa menduga hati dan perasaan. Terkadang kepercayaan yang kita bangun dengan kokohnya akan hancur hanya dalam sekali tepukan saja.

Bagaimana bisa hubungan yang diawali dengan kasih yang dibumbui oleh senyum canda tawa akan terlupakan begitu saja. Tidak ada yang tau akan hal itu, bukan?

Kata KITA yang kini kembali asing . Suka berubah jadi luka. Semuanya seperti mimpi. Mimpi buruk untuk ekspektasi Deva.

Rama tidak mengatakan apapun pada Deva. Ia terus menatapi gadis malang yang jaraknya sedikit jauh darinya.

Rama mengusap wajahnya dengan sangat kasar. Berkali-kali mengacak rambutnya. Melihat Deva menangis seperti ini bukanlah keinginannya. Namun ia harus melakukannya.

Jadi ia harus apa?

Lari? Meninggalkan Deva dengan air matanya? Tidak! yang benar saja.

Sudah cukup! Ia tidak ingin menjadi laki-laki pengecut untuk yang kesekian kalinya. Rama sudah tidak sanggup.

Kenapa harus seperti ini pikirnya

Deva terus menangis. Hingga kepalanya terasa pening, kemudian tubuhnya hampir luruh ketanah. Deva sudah pasrah, ia tidak mampu untuk berdiri tegak lagi. Tinggal hitungan detik saja tubuh Deva akan tabrakan dengan tanah. Namun, sedetik sebelum Deva terjatuh ada lengan kekar menahan tubuhnya.

Dengan sigap Rama menangkap tubuh mungil Deva. Rama memeluk tubuh gadis itu. Ia mendekap erat gadis mungilnya yang berhasil ia sakiti saat ini.

Rama semakin mengeratkan pelukannya ketika Deva menangis dengan tubuh bergetar.

Setelah kesadaran dan menstabilkan nafas yang sebelumnya tersenggal akibat sedari tadi ia yang terisak, Deva menjauhkan dirinya dari Rama. Sangat sulit melepaskan lilitan tangan kekar itu di pinggang dan punggungnya.

Deva terus saja bergerak untuk melepas tangan itu. Hingga akhirnya terlepas. Walau sang empu terlihat sangat tidak rela.

Kini Deva memberanikan diri untuk menatap netra coklat itu. Ia melihat tepat pada manik matanya. Disana terlihat penyeselan dan luka. Tetapi dari kejadian ini Deva lah yang tersakiti, dan Rama yang menyakiti.

Deva masih sesenggukan menatap nanar kebawah.

Kemudian ia kembali menatap Rama yang tengah melangkah mendekati dirinya.

Deva langsung mengalihkan pandangannya kearah Rama dan mengangkat tangan kanannya ke udara memberi isyarat.

" Berenti! " ucap Deva dengan nada dingin, tajam, dan menusuk.

Yang diberi isyarat langsung memakukan tubuhnya. Sebelumnya Deva tidak pernah berkata dingin seperti itu padanya.

Apa sebegitu terlukanya Deva?

Deva meremas kuat ujung bajunya. Masih menikmati sayatan-sayatan luka yang ia terima hari ini.

Deva kembali menatap kearah Rama. Bukanlah tatapan nanar, bukan pula tatapan kasih sayang yang slalu ia perlihatkan pada Rama.

Kini hanya tatapan tajam, sungguh tajam yang ia berikan. Hingga Rama pun dapat merasa tidak percaya dengan tatapan yang diberikan oleh Deva.

Deva melangkahkan kakinya mendekati Rama sambil tersenyum. Namun, senyum itu malah membuatnya kembali mengeluarkan air mata dari pelupuk matanya.

Ketika berada tepat didepan Rama, Deva menatap Rama dengan tatapan yang tak terbaca. Kemudian berjinjit untuk mensejajarkan posisi dirinya dan Rama.

" Kak Rama yang udah ngenalin cinta di hidup aku. Dan kamu juga yang udah buat aku berteman dengan luka, kecewa dan pengkhianatan. Jika itu rencana kamu, selamat. Kamu berhasil kak. Kamu udah berhasil memberikan luka dihati aku. Sumpah kalo boleh jujur... Ini sakit. Sakit banget rasanya.. " Deva mengucapkan itu dengan susah payah. Karena ia masih sesenggukkan. Tatapan tajam yang sebelumnya ia perlihatkan kepada Rama, sudah berganti dengan tatapan nanar.

Deva tidak mampu berpura-pura tegar disaat dirinya berada pada titik terlemah. Karena hal itu hanya akan menambah rasa sakitnya saja.

Seorang yang semula ia jadikan tempat untuk berlabuh, kini malah berbalik menenggelamkan perasaannya.

Tak ada yang tersisa. Kecuali rasa sakit, pedih, dan kecewa. Deva tak mampu menyesalinya. Karena memang ini risiko yang harus ditanggung oleh siapa pun yang berani menanam cinta. Ketika kita menanamkan benih cinta, di saat yang bersamaan itu pula kita harus siap menerima hasilnya. Ntah itu cinta yang berhasil atau gagal.

Penyesalan tidak akan mengubah apapun. Yang bisa Deva lakukan sekarang hanyalah menerima, menerima dan menerima.

Perasaan yang sudah ia sepakati bersama Rama kini telah terabaikan. Janji mereka pun sudah mengkhianati hati mereka berdua.

Deva kembali menengadahkan kepalanya menghadap ke atas. Tepatnya menatap wajah tampan Rama. Karena Rama jauh lebih tinggi dari tubuhnya. Nafasnya tidak lagi memburu. Sesenggukannya pun mulai berkurang. Hanya saja air mata yang ia keluarkan tidak dapat ia hentikan.

Deva melangkah lebih dekat dan membisikkan sesuatu pada Rama.

" Inget ucapan aku baik-baik, " Deva mengambil jeda dan membuang nafas secara perlahan. " Aku udah maafin kamu. Jadi Kak Rama nggak perlu cari aku lagi untuk minta maaf. Aku akan berusaha ngelupain kakak. Because that's what you want. Right? So, aku akan menghapus jejak kamu di hati aku, karena kamu sendiri yang udah memberikan kesempatan untuk hal itu. Semoga kalian bahagia. Sebab, kamu yang memilih semua ini. Jangan kamu berikan kenangan semacam ini untuknya, karena dia sahabat aku! Dan aku nggak mau kalo sahabat aku ngerasain luka yang sama dari orang yang sama pula. Aku setuju kalo hubungan kita disudahi karena kamu yang menghentikannya. " Deva terkekeh pelan. Menghalau cairan sialan yang selalu turun tanpa mau berhenti membahasi pipinya.

Deva kembali membuka suaranya, " Perlu kamu tau. Jika di dunia ini ada kata yang dapat menggambarkan perasaan lebih dari kata sayang dan cinta. Mungkin itulah yang aku kasih buat kamu. Tapi semuanya sia saja. " menjedanya sedikit, lalu kembali berucap seraya memasang senyum termanisnya. Kini tatapannya telah berubah. Namun, tidak ada yang tau apa arti dari tatapan itu.

" Jangan temuin aku lagi. " Deva menepuk pundak Rama dua kali tidak lupa tersenyum ke arahnya, kemudian melangkahkan kakinya menuju Nara.

Melihat itu, Nara diam mematung. Dia sudah pasrah sekarang. Jika Deva menampar, menabok, bahkan jika memukulnya pun, ia akan pasrah menerima tanpa melawannya. Karena ia sadar, dalam hal ini ia ikut andil untuk luka yang dirasakan oleh Deva.

Setelah mendengar ucapan Deva. Dan mungkin saja itu ucapan terakhir dari Deva untuknya. Ia memakukan tubuhnya. Kedua tangannya mengepal kuat hingga telapak tangannya berubah warna menjadi putih.

" Maaf De- " ucapan Nara terpotong begitu saja ketika Deva meletakkan jari telunjuknya di bibir Nara yang hendak menyebut namanya.

" De gu-gue--- " lagi-lagi Deva memotong ucapan Nara. Dan menggelengkan kepalanya.

" Lucu ya kak. Ternyata kita sayang sama orang yang sama" Deva terkekeh pelan. Namun semua orang yang berada disana tau. Kekehan itu adalah gambaran dari luka yang Deva rasakan detik ini.

" De-- " lagi. Ucapan Nara sengaja di potong oleh Deva.

" Sebentar aja, gantian gue yang ngomong! Lo tadi kan udah " canda Deva

'Gimana bisa lo masih sanggup, ketika hati lo mendapat pukulan telak De?' Nara

" To the point aja. Gue denger tadi, lo bilang sama gue untuk ikhlasin Kak Rama buat lo, benar? Oke, gue iya-in mau lo. Dan gue minta lo jaga dia buat gue. Cuma itu. Gue harap lo bisa! Karena gue gak mampu atau mungkin memang gue yang nggak pernah dapat kesempatan itu. Jadi lo harus bener-bener manfaatin kesempatan ini. Maaf karena selama ini gue hadir ditengah-tengah kalian. Dia baik. Good luck buat hubungan kalian! " setelah mengucapkan itu, Deva langsung melangkahkan cepat kakinya.

" Maafin gue De! " Nara menatap sedih ke arah Deva yang mulai menghilang dari pandangannya.

" Prokk.. prokkk.. " Aji memberikan tepuk tangan dan senyuman mengejek kepada Rama.

" Semoga lo nggak nyesel udah ngambil keputusan ini " ucap Aji seraya menepuk pundak yang sebelumnya di tepuk oleh Deva.

" Bangsat! Diem lo! " sentak Rama menatap Aji tajam.

Bukankah Aji mengetahui kenapa Rama melakukan ini kepada Deva? Tapi kenapa malah ia ikut-ikutan memojokkan dirinya?

Aji pergi mengejar Deva. Aji sangat khawatir terhadapnya.

Deva mengelap sisa air mata yang mengaliri pipinya ketika jaraknya dekat dengan gerbang rumahnya.

'Ok, tarik napas dan jangan nangis lagi'

Tanpa bersuara Deva langsung masuk menaiki tangga menuju kamarnya.

Untung saja rumahnya sekarang sepi tidak ada siapa pun termasuk mama dan Liyan. Ntahlah mereka ada dimana. Untuk sekarang Deva tidak ingin memikirkan itu. Ia ingin menenangkan hatinya sejenak sendirian.

Ketika sampai dikamarnya, ia langsung terjatuh duduk dilantai. Hanya beberapa menit saja ia menahan agar tidak menangis. Itu sudah membuatnya sangat sesak karena menahan sakit.

Deva memegang dada kirinya. Mencoba menyalurkan segala rasa luka yang ia rasakan. Ia menekuk kedua lututnya dan menenggelamkan kepalanya di situ.

'Sesakit ini ya jika di kecewakan?'

Dengan penuh kekhawatiran Aji lari mengejar Deva yang hampir tak terlihat. Aji menghentikkan langkahnya. Dari kejauhan ia dapat melihat Deva mengelap kasar kedua pipinya kemudian memasuki rumahnya.

'Brengsek! Nggak seharusnya gue bawa lo ke taman De. Dan sekarang apa yang gue liat? Gue nyesel liat lo terluka kayak gini. Ahh anjing anjing bego banget sih guee!! ' Aji.

Aji meninju pohon di sampingnya melampiaskan segala rasa bersalahnya pada Deva.

Ada yang pernah di posisi Deva gak?

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 122K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
4.1M 318K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
7M 294K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.3M 224K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...