Hotalge High School

By Enhyliy

205K 24.9K 1K

Apa kalian tau Hotalge High School? Sekolah ternama di dunia. Mungkin semua murid ingin bersekolah disana. Ta... More

Terpaksa (1)
Tentang Hotalge School (2)
Preliminary Exams (3)
Perpisahan (4)
Makan malam (5)
Teman baru? (6)
Hari perkenalan (7)
Mental orang beda-beda (8)
Rooftop (9)
Iri(10)
Kunjungan orang tua (11)
Chapter exam (12)
Curhat (13)
Game (14)
Buku hilang (15)
Poin berkurang (16)
Jadi bahan gibah (17)
Death note (18)
Maag kambuh (19)
Selamat jalan (20)
Kena hukum (21)
Persiapan semester exam (22)
Rindu ibu (23)
D-day (24)
Dia kembali lagi (25)
Kemarahan orang tua (26)
Jangan lupa bersyukur (27)
Terbunuh (28)
Tae-Ra (29)
Saudara tiri (30)
Bad birthday (31)
Tersangka pertama (33)
Salah tuduh orang (34)
Rest in Peace (35)
Tersangka baru (36)
Amaya (37)
What kind of job? (39)
Three cell phones (40)
Who? (38)
Flashback (41)
Confession (42)
43 (END)
44 (EXTRA PART)

Sad boy (32)

3.3K 488 55
By Enhyliy

Caitlin berjalan di koridor sekolah dengan mood yang kurang baik. Mukanya ditekuk tampak sangat tak bergairah hari ini. Ia berjalan dengan membawa beberapa buku di tangannya. Bukan novel atau buku untuk hiburan, buku-buku yang di bawanya adalah buku berisi soal-soal HOTS yang halamannya lebih kurang setebal novel Harry Potter.

Caitlin merasa ada orang yang mengikutinya dari belakang, untuk memastikannya ia berbalik badan. Caitlin sedikit kaget ketika ia berhadapan langsung dengan Gavin sang ketua kelas yang petakilan.

Gavin tersenyum canggung. "Hai," sapanya terdengar canggung.

"Lo ngikutin gue?" tanya Caitlin spontan.

Mendengar pertanyaan itu Gavin langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Enggak lah," elaknya.

"Oh yaudah," ucap Caitlin tampak tak terlalu peduli. Lalu ia mulai melangkahkan kaki menjauh dari Gavin.

Gavin menggigit bibir bawahnya. Ia merasa harus menahan Caitlin untuk tidak pergi dulu. Dengan cepat ia meraih lengan Caitlin untuk berbalik badan.

Caitlin tersentak kaget. "Eh?"

"Lo bisa ke cafe deket perpustakaan nanti?" tanya Gavin. Ia merasa lega bisa menanyakan hal itu kepada Caitlin.

"Ngapain?"

Gavin menggigiti kukunya tampak bingung. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Tangannya tiba-tiba gemetar entah kenapa. Oh shit kenapa Gavin jadi lemah seperti ini? Kenapa dia harus gemetaran ketika saat-saat seperti ini. Gavin mengumpat dalam hatinya, karena tak bisa mengendalikan diri sendiri.

"Kok tremor?"

"Enggak lah!" elak Gavin merasa malu.

"Yaudah jawab pertanyaan gue lo mau ngapain ngajak gue ke cafe nanti?"

"Adalah pokoknya, penting pokoknya!" jawabnya berusaha tidak gugup.

Caitlin merotasikan bola matanya. "Haduh harus jelas lah!"

Gavin berdecak. "Pokoknya penting. Sesuatu yang sangat penting, kalo gak gue bilang sama lo idup gue gabisa tenang."

"Jangan-jangan lo yang bunuh Elena ya? Terus lo mau ngaku sama gue?" Tanya Caitlin asal-asalan membuat Gavin membelalak kaget.

"Yaa enggaklah, duh gaada sangkut pautnya itu."

"Ya oke jam berapa?"

"Jam lima sore," jawab Gavin tersenyum kecil.

Caitlin mengangguk. "Harus on time ya lo! Gue gamau nunggu," kata Caitlin menunjuk wajah Gavin.

"Iya aman."

Mendengar jawaban Gavin, Caitlin kembali ke tujuan awalnya yaitu pergi ke kelas. Sesampainya di kelas orang-orang berkerumun di dekat meja Elena. Teman-teman sekelasnya meletakkan bunga kematian di atas meja Elena. Mereka menuliskan kata-kata perpisahan menggunakan sticky note lalu menempelkannya di meja Elena.

Meja Elena sekarang di penuhi sticky note dan bunga-bunga kematian. Tak hanya murid Elite Class, beberapa murid dari kelas lain pun ikut meletakkan bunga dan kata-kata perpisahan sebagai bentuk kehilangan atas kematian Elena.

Tak hanya meja Elena yang dipenuhi dengan sticky note, meja Tae-Ra pun begitu. Bedanya meja Tae-Ra diisi oleh kata-kata kasar, orang-orang tampak sangat benci padanya. Siapa yang tidak benci dengan pembunuh.

Airen yang aslinya murid Middle Class tiba-tiba masuk ke Elite Class. Dengan tidak sopannya dia membuka pintu dengan kasar lalu menutupnya dengan cara dihempaskan.

Gavin sebagai ketua kelas langsung menatap sinis Airen. "Kita gak larang lo masuk kesini, tapi masuk ada tata kramanya, jangan asal masuk terus ngebanting pintu. Seengaknya izin kek, lo kira lo disini siapa?"

Airen menatap nyalang Gavin. "Gue sahabat Elena, gue berhak untuk marah disini! Paham lo semua!"

"Gue tau. Tapi sopan dikit lah kalo mau masuk, ini kelas orang bukan kelas lo," ucap Gavin masih memperingati.

Airen tak menghiraukan perkataan Gavin. Ia tetap berjalan mendekat ke arah meja Elena dan meletakkan setangkai bunga disana.

"Semoga tenang disana ya," katanya ingin menangis.

Lalu ia beralih ke meja Tae-Ra. Ia berbeda dari yang lain, orang-orang mengumpati Tae-Ra dengan menempelkan sticky note, sedangkan dia mencoret-coret meja Tae-Ra menggunakan spidol. Ia menyumpahi Tae-Ra agar mati, dan banyak kata-kata kasar lagi yang ditulisnya menggunakan spidol.

Caitlin masih memperhatikan gerak-gerik Airen yang mulai melewati batas. Tidak hanya meja yang dicoretnya tapi juga kursi Tae-Ra ikut dicoret.

Caitlin meletakkan bukunya di atas meja dengan kasar lalu berjalan mendekati Airen. Caitlin meraih pergelangan tangan Airen lalu mengambil spidol yang ada ditangan perempuan itu.

Caitlin melemparkan spidol itu dengan kasar ke lantai. Ia merasa kesal jika sahabatnya diperlakukan seperti itu. Mungkin orang-orang menganggap Tae-Ra adalah pembunuh tapi Caitlin menolak keras semua anggapan itu.

Tae-Ra tak ada alasan untuk membunuh Elena. Selama  ini ia baik-baik saja dan tak ada masalah serius dengan Elena. Mungkin hanya perdebatan kecil tapi tidak mungkin itu penyebabnya.

Dada Airen naik turun. Ia menatap nyalang Caitlin. Rasanya dia ingin mencakar wajah Caitlin sekarang juga. Tapi ia berusaha untuk menahan emosi.

Semua orang yang berada di kelas itu menatap heran Caitlin. Apa yang salah dengan perempuan itu? Pikir orang-orang yang ada disitu.

Caitlin tak menghiraukan tatapan tak menyenangkan yang ditujukan padanya. Yang ia inginkan hanyalah orang-orang harus stop untuk mencoret-coret meja Tae-Ra. Ia juga merasa sakit hati.

Evelyn berjalan mendekati Caitlin dengan langkah-langkah tergesa-gesa. Ia bahkan lupa meletakkan tas di kursinya. Seharusnya ia tadi ketika sampai di sekolah langsung ke kelas bersama dengan Caitlin, bukan ke perpustakaan dulu. Kalau beginikan Evelyn juga yang akan repot melerai. Pasalnya Caitlin itu sekarang sangat susah untuk mengendalikan emosinya.

"Caitlin udah," peringat Evelyn mencengkram lengan Caitlin dengan kuat.

"Tae-Ra bukan pembunuh! Kalian harus percaya sama gue," teriak Caitlin membuat orang-orang yang ada disana bingung dan bertanya-tanya. Padahal sudah sangat jelas kalau Tae-Ra adalah pembunuhnya.

"Jangan halu Caitlin," kata Airen tertawa. Punya bukti apa dia kalau Tae-Ra bukan pembunuhnya?

"Mungkin sekarang kalian bisa gak percaya sama gue, tapi liat aja gue bakal ungkap fakta yang sebenarnya."

"Keep dreaming girl," ledek Airen lalu berjongkok untuk memungut spidolnya yang ada di lantai.

Airen kembali menambahkan kata-kata kasar di meja Tae-Ra, lalu pergi sebelum Caitlin melempar spidolnya lagi. Ia bukan takut dengan Caitlin, hanya saja ia sedang malas bertengkar.

Caitlin ingin mengejar Airen namun tangannya masih dicengkram kuat oleh Evelyn. "Lepasin ga?"

"Poin lo udah berkurang banyak jangan bikin masalah lagi," peringat Evelyn. Mendengar itu Caitlin menghela napas berat dan mengurungkan niatnya untuk mengejar Airen. Memang benar selama sekolah disini Caitlin membuat beberapa masalah yang mengakibatkan poinnya berkurang, itu semua karena ia tak bisa mengendalikan emosi.

⚫⚫⚫⚫

"Seharusnya lo sama gue aja tadi biar gak berantem sama si Airen," kata Evelyn sembari menyendok makanannya.

"Dia kurang ajar banget. Gabisa gue nahan emosi, masa iya dia nyumpahin Tae-Ra mati."

"Ya wajar sih."

"Lo sekarang percaya Tae-Ra pembunuhnya?" tanya Caitlin meninggikan suaranya, membuat para penduduk kantin merasa risih.

Caitlin tak peduli apa pendapat orang tentang dirinya. Ia hanya ingin mengungkap kebenaran.

"Bukan gitu. Wajar aja dia nyumpahin Tae-Ra gitu karena dia itu sahabatnya terus dia juga gak tau kebenaran pembunuhnya siapa kan? Yang dia tau Tae-Ra itu pembunuhnya. Ya wajar aja dia kayak gitu."

"Jangan menormalkan yang kayak gitu bisa gak sih lo?" tanya Caitlin masih kesal.

"Bayangin lo di posisi Airen? Lo bakalan berbuat yang sama kan? Atau mungkin lebih sih lo kan emosian. Airen itu posisinya gatau siapa pembunuh sebenarnya jadi wajar dia kayak gitu Caitlin."

Caitlin mengulum bibir. "Yaiyasih tapi yaudahlah ahhh."

Evelyn tersenyum kecil, akhirnya Caitlin tidak salah paham lagi dengan perkataannya.

"Btw lo gamau baikan sama Adrin?"

"Ya mau."

"Beneran nih?"

Caitlin mengangguk. "Iya."

"Tuh Adrin," kata Evelyn menunjuk ke arah pintu kantin. Ia melihat Adrin yang baru muncul.

Adrin berlari kecil mendekati Caitlin dan Evelyn. "Aaa kangennn," kata Adrin tiba-tiba memeluk Caitlin.

Caitlin terkekeh pelan dan berusaha untuk melepaskan pelukan Adrin yang cukup membuatnya sulit bernapas.

Adrin melepas pelukannya. "Jangan ngambek-ngambek lagi yaa," kata Adrin gemas mencubit pipi Caitlin.

"Mintaaa dong," kata Evelyn mengambil kentang goreng yang baru di pesan Evelyn.

Evelyn yang orangnya terkenal sangat higienis langsung memukul tangan Adrin. "Lo belum cuci tangan! Baru datang udah main comot aja."

"Yaudah maaf," kata Adrin dengan mulut penuh makanan.

"Sana pesen makanan sekalian cuci tangan lo. Kumannya banyak pasti itu."

"Ck iya," jawab Adrin kesal.

"Btw gue diajak ketemuan sama Gavin."

Evelyn langsung tersedak makanannya. "Serius demi apa? Dia ngapain?"

"Gatau katanya ada suatu yang penting."

"Eumm ngapain ya?"

Caitlin menggeleng. "Gatau."

⚫⚫⚫⚫

Sepulang dari sekolah bukannya pulang ke asrama Caitlin malah pergi ke perpustakaan. Ia pergi seorang diri karena Evelyn sedang ada ekskul, sedangkan Adrin menolak dengan alasan ia sedang malas belajar.

Rencananya dari perpustakaan Caitlin akan langsung ke cafe untuk bertemu Gavin.

Caitlin mulai mengisi data pengunjung di pintu perpustakaan. Setelah itu ia menaiki tangga untuk mencari buku di lantai tiga. Caitlin ingin mencari buku berisi latihan-latihan soal kimia, karena dia masih ingin mengasah otaknya.

Saat mencari buku latihan soal kimia, ia tergoda juga untuk meminjam buku latihan soal fisika. Karena buku yang dipinjam sebelumnya soal-soalnya sudah dikerjakan semua. Caitlin itu hobinya banyak. Termasuk belajar. Mungkin orang-orang akan heran melihat dirinya.

Ia adalah seorang yang kompetitif. Ia selalu ingin unggul dari orang lain. Caitlin juga suka mempelajari hal-hal baru. Biasanya jika nilainya menurun ia akan marah pada diri sendiri, dan akan belajar lebih keras sehingga ia mendapatkan nilai yang sempurna.

Setelah mengambil buku Caitlin duduk di kursi yang disediakan di perpustakaan. Kemungkinan besok Mrs. Lia akan mengadakan chapter exam. Mrs. Lia adalah guru yang biasanya yang suka mengadakan chapter exam mendadak. Mrs. Lia ingin murid-muridnya selalu waspada setiap hari jika diadakan chapter exam mendadak, dengan begitu tidak akan ada lagi yang malas-malas untuk belajar.

Ketika chapter exam pertama fisika para murid Elite Class kaget karena diadakan dadakan. Sejak itupun mereka selalu waspada setiap Mrs. Lia mengajar.

Setelah dua jam belajar di perpustakaan, Caitlin memutuskan untuk pergi ke cafe. Ia tidak ingin disebut sebagai orang yang datang tidak tepat waktu.

Caitlin dan Evelyn memiliki beberapa kemiripan. Mereka berdua sama-sama tidak ingin menunggu ketika bertemu, juga mereka adalah orang yang kompetitif. Bedanya Evelyn lebih tenang dalam menghadapi masalah beda dengan Caitlin yang kadang emosian.

Setelah beberapa lama berjalan akhirnya ia sampai di cafe. Jarak cafe dari perpus tak terlalu jauh jadi tidak memakan waktu yang lama. Sore itu langit cukup mendung. Caitlin juga tidak membawa payung. Semoga saja ia tidak kehujanan nanti.

Angin yang lumayan kencang menerpa rambut Caitlin. Membuat rambutnya sedikit berantakan. Ia berniat ingin ke toilet dulu tapi takut jika Gavin menunggu terlalu lama. Akhirnya ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya pergi ke toilet.

Setelah masuk ke dalam cafe ia mencari keberadaam Gavin. Yang terlihat hanyalah murid-murid yang sibuk belajar. Ia tak melihat keberadaan Gavin. Caitlin menoleh ke kanan dan ke kiri namun tidak melihat keberadaan sosok yang dicarinya.

"Kayaknya di lantai dua kali ya?"

Caitlin memutuskan untuk menaiki tangga menuju lantai dua. Mungkin Gavin sedang duduk di lantai dua.

Ternyata benar Gavin memang di lantai dua. Ia terlihat serius memainkan hpnya. Caitlin berjalan menghampiri Gavin lalu berdeham untuk menyadarkan Gavin yang terlalu serius bermain hp.

"Eh udah dateng. Lo mau pesen apa?" tanya Gavin tersadar bahwa Caitlin sudah duduk di depannya.

"Gak laper lo aja yang mesen," jawab Caitlin.

Gavin mengangguk. "Gue juga gak laper sih sebenarnya, gue tadi cuma  pesen minuman doang."

"Oh yaudah jadi apa yang mau lo bilang?"

Gavin mengulum bibirnya. Jantungnya terasa berdetak lebih cepat."Hmmm,"

"Iya ada apa?"

"G-gueee," katanya menggantung.

"Lo kenapa?"

Gavin berdeham, memastikan ekpresinya tidak seperti orang gugup. Tapi sangat susah menyembunyikan wajah gugupnya.

"Kenapa sih Vin?" tanya Caitlin mulai Jenuh. Dari tadi Gavin tidak berbicara apa-apa.

Gavin memejamkan matanya. "Gue suka sama lo," katanya dengan mata terpejam, ia tidak berani menatap Caitlin sama sekali.

Caitlin tersentak kaget."Hah?"

"Gue suka sama lo," kata Gavin masih memejamkan matanya.

"Buka mata lo!"

Gavin langsung membuka matanya. "I-iya."

"Lo serius suka sama gue?" tanya Caitlin masih tak percaya. Bisa-bisanya Gavin suka pada dirinya. Tidak mimpi kan?

"Iya."

"Sejak kapan?" tanya Caitlin dengan mata melotot.

"Sejak lima bulan yang lalu."

"Apa?" teriak Caitlin kaget. Untung saja tidak ada orang di lantai dua hanya ada dirinya dan Gavin, jadi tidak ada yang akan menatapnya dengan sinis.

Caitlin masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Gavin. Gavin suka padanya? Sejak lima bulan yang lalu? Kenapa ia tak menyadarinya sama sekali?

"Gue gak butuh jawaban lo sekarang. Gue lega banget bisa ngakuin perasaan gue sama lo. Gue dari dulu pengen ngomong tapi gue belum punya keberanian yang cukup."

"Gue bisa jawab sekarang," jawab Caitlin lantang.

Gavin kembali gugup. Ia benar-benar memastikan kupingnya berfungsi dengan baik agar tidak salah mendengar jawaban Caitlin nanti.

"Jadi jawaban lo apa?"

"Maaf sebelumnya tapi gue gak suka sama lo Vin. Maaf bangett," sesal Caitlin. Ia bahkan sama sekali tak menyadari bahwa Gavin menaruh perasaan padanya.

Gavin tertawa canggung. "Oh? Ehehe iya gapapa. Gue juga gabisa maksa lo buat suka sama gue."

Caitlin merasa sangat bersalah karena tak bisa membalas perasaan Gavin. Tapi ia juga tidak bisa memaksakan dirinya untuk suka kepada Gavin. "Maaf ya, demi apapun gue ngerasa bersalah banget."

"Jangan ngerasa bersalah gitu. Lo gak salah, gue juga gak salah. Karena perasaan gabisa kita kendaliin. Kita suka orang tanpa kita minta okey?"

Caitlin tersenyum. "Lo bener. Semoga lo bisa move on ya."

"Gue bakal berusaha kok buat move on dari lo," ucap Gavin.

"Vin?"

"Iya?"

"Kita masih bisa temanan kayak biasa tanpa rasa canggung kan?" tanya Caitlin. Ia jadi takut kalau hubungan pertemanan mereka berdua akan rusak.

"Iya bisa kok, gue bakal tetep jadi temen lo kayak biasa. Gak bakal berubah," ucap Gavin tersenyum. Walau rasanya sesak ia tidak bisa egois. Ia merasa lega karena telah menyatakan perasaannya walau Caitlin tak bisa membalas perasaannya.

"Atau mungkin kita bisa lebih deket dari temen? Jadi sahabat gitu?" tanya Gavin.

Caitlin terkekeh. "Iya bisa pasti hahaha."

Setelah kalimat itu dilontarkan suasana menjadi hening. Tidak ada yang membuka suara sama sekali. Ruangan itu hanya dipenuhi suara gemuruh dan hujan yang cukup deras.

"Hujan," gumam Gavin melihat ke jendela yang sudah dipenuhi butiran-butiran air hujan.

"Lo mau main hujan?" ajak Caitlin. Mungkin dengan seperti itu Gavin bisa sedikit terhibur.

"Boleh. Dimana?"

"Belakang perpus yuk, sepi biasanya disana."

"Yaudah ayuk."

Jujur saja Gavin patah hati. Tapi ia harus bersikap tegar. Karena ia tak mau dianggap lemah. Caitlin adalah orang pertama yang ia sukai, dan ini juga menjadi kali pertama ia mengungkapkan perasaannya pada seorang perempuan dan ternyata perasaannya tak dibalas.

Gavin sedang tidak baik-baik saja.

Caitlin meraih tangan Gavin lalu menggandengnya. "Yukk Vin jangan ngelamun gitu."

Sebelum keluar dari cafe, Caitlin meminta plastik kepada pelayan karena takut buku-bukunya akan basah. Ia tak khawatir jika baju dan tasnya basah, tapi jika bukunya basah ia akan sangat frustasi.

"Makanya tadi tuh lo pulang ke asrama dulu," kata Gavin menjitak pelan kepala Caitlin.

"Apaansih kepala nih jangan main jitak-jitak aja," kata Caitlin kesal.

"Lebay."

Setelah memasukkan semua bukunya ke dalam plastik, Caitlin menggandeng tangan Gavin lalu menariknya pergi keluar dari cafe.

Tak butuh waktu lama mereka berdua sampai di belakang gedung perpustakaan. Tak ada orang sama sekali. Yang ada hanya pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan.

Hujan semakin lebat. Bukannya berteduh mereka malah keasikan bermain hujan. Caitlin berlari-lari dibawah hujan. Gavin hanya duduk di rerumputan yang sudah basah. Sesekali Caitlin terpeleset karena tanah yang licin. Bukannya berhenti malah dia melanjutkan bersenang-senang.

Gavin merasakan kebahagiaan Caitlin saat ini. Wajahnya tampak sangat ceria kita terjatuh. Ketika Gavin ingin menolongnya berdiri, Caitlin menolak dengan keras.

"Caitlin," teriak Gavin keras. Suara hujan membuat ia harus berteriak sekeras mungkin.

"Apa?"

"Gue boleh peluk lo gak? Untuk yang pertama dan terakhir kalinya?" tanya Gavin to the point.

Caitlin mengulas senyum lalu merentangkan kedua tangannya. "Ayo sini."

Gavin dengan bersemangat langsung berdiri dan langsung menghambur ke pelukan Caitlin. Ini akan menjadi pelukan pertama dan terakhir kali baginya.

Setelah beberapa lama berpelukan akhirnya Gavin melepaskan pelukannya. "Makasih."

Caitlin tersenyum. "Sama-sama."

"Ayo pulang nanti kelamaan lo malah sakit."

⚫⚫⚫⚫

Terima kasih sudah membaca.

Disini ada yang ngeship Caitlin sama Gavin?

Di cerita ini gak bakal ada percintaannya/romancenya. Ini cuma chapter gavin jadi sad boy wkwk

Tapi di draf aku punya cerita romance fantasi gitu hehe. Kalo ini udah tamat bakal aku publish.

Segitu dulu untuk chapter ini.

See u
















Continue Reading

You'll Also Like

2.4K 1.2K 51
[sedang di revisi] [Typo dimana-mana] ••• Gue mencintai orang yang emang engga mencintai gue.... bodoh banget kan gue!!! Gue dan sahabat...
941K 91.9K 51
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
306 236 5
NOTE: MENGANDUNG KATA-KATA KASAR YANG TIDAK PATUT DITIRU. (Sebagian saya sensor demi kenyamanan pembaca.) Orang bilang kehidupan itu seperti roda yan...
12.4K 3.4K 55
"Lo tau gak gara gara lo gue gak bisa hidup tenang dengan nilai"kata lelaki itu "maaf, aku gak maksud begitu kalian tau kan aku hanya orang biasa"bal...