Penantian Cinta

By IrenaRin

147 34 8

"Kalau kamu jadi calon suami aku mau?" Pria melamar seorang wanita itu sudah biasa. Bagaimana jadinya jika se... More

Cinta
Keinginan Menikah
Ungkapan Rasa
Berusaha Move On
Kabar Buruk
Tawaran Calon Istri
Pinangan
Gerbang Rumah Tangga

Niat Melamar

16 4 2
By IrenaRin

"Burhan, besok saya dan keluarga berniat berkunjung ke rumahmu, apakah kamu bersedia?" tanya Santoso kepada Burhan. Keduanya berjalan keluar dari masjid kompleks selepas melaksanakan sholat isya.

"Boleh atuh, Santoso. Saya akan bicara pada Mamanya Ghalib kalau keluarga kalian akan datang," jawab Burhan dengan logat Sundanya.

"Ghalib bagaimana kabarnya? Saya tidak lihat dia dua hari ini ke masjid."

"Ghalib baik, dia lagi gak ada di rumah karena lagi urus-urus buat S2 di Jakarta. Besok juga dia balik lagi."

"Pantas saya tidak lihat."

Burhan dan Santoso adalah dua pria paruh baya yang berteman baik. Keduanya berteman karena bekerja di perusahaan yang sama dengan jabatan yang sama tapi beda departemen. Ditambah lagi mereka berada pada lingkungan tempat tinggal yang sama. Kompleks tempat tinggal mereka berada di sebuah kawasan perumahan yang cukup megah, rumah-rumah bergaya minimalis berjejer dengan rapi.

Burhan memiliki dua anak, yang satu perempuan dan yang satu laki-laki. Sama dengan formasi keluarga Santoso anak pertama perempuan dan kedua laki-laki. Jadi, Nuha sebagai anak pertama keluarga Santoso, sedangkan Ghalib anak kedua keluarga Burhan.

Menurut orang Sunda bahwa menikahkan anak cikal dan bungsu itu akan mendatangkan sebuah keberkahan dalam keluarga. Maka tak ayal Santoso merestui Nuha dan Ghalib karena percaya dengan keyakinan orang-orang Sunda tersebut. Padahal keharmonisan dan keberkahan rumah tangga terjadi dari mereka yang menjalaninya.

"Saya tunggu kedatangan keluarga kalian di rumah saya."

Keduanya berpisah di pertigaan kompleks, karena blok rumah mereka yang berbeda. Tak ada kecurigaan dalam diri Burhan kepada Santoso yang tiba-tiba saja niat bertamu di malam minggu.

***

Malam yang ditunggu-tunggu pun tiba. Gelapnya malam tidak menyurutkan niatan Nuha untuk mengutarakan rasa yang selama ini tersimpan di hatinya. Jantung Nuha terus berdegup lebih cepat dari biasanya, bahkan telapak tangannya pun terus-menerus mengeluarkan keringat. Ada rasa gugup, malu dan ingin mundur saja dengan perasaan tak karuan ini. Bayangkan saja oleh kalian perempuan memulai terlebih dahulu bahkan tanpa pengalaman dalam persoalan cinta.

Malam ini langit penuh dengan kemerlap bintang seperti mengerti bahwa benda langit yang indah di pandang mata ketika malam itu tengah memberikan semangat untuk Nuha. Andai perasaan tersebut dapat dikendalikan sudah pasti mundur adalah pilihan.

Penampilan Nuha sederhana tak banyak yang mencolok karena khawatir tetangga yang berada di luar curiga atas penampilan Nuha yang bertandang ke rumah Ghalib. Celana katun berwarna khaki dengan kemeja berwarna hitam dan tampilan rambut digerai dengan jepit kecil sebagai pemanisnya menambah kecantikan Nuha.

"Assalamu'alaikum..."

Santoso mengucapkan salam di depan rumah yang di depannya terdapat sebuah kolam ikan hias dengan suara gemericik air yang dibuat seperti air terjun di tembok rumahnya.

"Wa'alakumsalam..."

Dari dalam rumah terdengar suara Burhan yang menjawab salam dengan lantang. Pintu depan rumah itu akhirnya terbuka dengan menampilkan senyum khas Burhan dalam menyambut  tamunya.

"Akhirnya datang juga. Ayo masuk!" ajak Burhan.

"Fatimah..." sapa wanita yang berada di samping Burhan, Ibu Ghalib. Keduanya bercipika-cipiki sebagai teman yang biasa bertemu di pengajian ibu-ibu kompleks.

Burhan dan istrinya mengajak ketiga tamunya untuk masuk ke ruang tamu rumahnya.

Kedua keluarga akhirnya berbincang banyak hal, mulai dari menceritakan masa muda, pekerjaan hingga menceritakan anak-anak mereka. Ghalib masih belum terlihat batang hidungnya setelah 20 menit keluarga Santoso datang ke rumahnya.

"Ghalib kemana dari tadi tidak kelihatan, Lilis?" tanya Fatimah. Fatimah melihat putrinya yang dari tadi sering lirik ke sana-sini yang diketahui pasti mencari keberadaan Ghalib.

"Ada di kamar, tadi sore baru sampai setelah dari kemarin urus-urus buat S2 di Jakarta."

"Saya boleh ketemu sama Ghalib?" tanya Nuha dengan gugup.

"Boleh. Sebentar saya panggil dulu Ghalibnya." Lilis beranjak dari duduknya meninggalkan ruang tamu. Wanita paruh baya yang malam ini menggunakan khimar maroon dengan daster panjang bermotif batik langsung berjalan ke kamar putranya untuk memanggil Ghalib. Ketika membuka pintu kamar putranya, nampak Ghalib sedang duduk di atas ranjang dengan sebuah laptop di pangkuannya.

"Kenapa, Ma?" tanya Ghalib mengalihkan pandangannya dari layar laptop ke ibunya yang berdiri di depannya sambil memangku tangan.

"Ada Nuha."

**

"Katanya lanjut S2, ya?" tanya Nuha. Wajahnya bersemu merah karena rasa gugup dan juga bahagia bisa bertemu serta berbincang dengan orang yang dicinta.

"Hmmm... kuliah sambil kerja." Ghalib mengendikkan bahunya.

Taman belakang yang nyaman serta banyak ditanami oleh bermacam bunga dan juga beberapa tanaman cabe rawit memang nyaman untuk digunakan bersantai. Nuha sudah hapal dengan taman belakang rumah Ghalib karena sudah beberapa kali dirinya bertandang ke rumah itu. Bu Lilis mendekorasi taman belakang yang kecil tersebut menjadi lebih nyaman, karena Bu Lilis memang memiliki hobi merawat tanaman hias. Kompleks perumahan mayoritas tidak memiliki area belakang untuk taman, ya di perumahan ini setiap rumah meiliki sekat tembok yang tinggi antara rumah yang satu dengan rumah yang lain. Dari dapur menuju sekat itulah taman dibuat oleh Bu Lilis.

Nuha duduk di sebuah bangku kecil yang ada di taman belakang itu, sedangkan Ghalib hanya berdiri dengan menyenderkan badannya ke tembok. Kedua orang tua mereka meminta mereka berbicara berdua saja dengan tujuan agar keduanya merasa nyaman.

"Sudah dapat pekerjaannya?" tanya Nuha kembali bermaksud mencairkan suasana juga menetralkan detak jantungnya yang sudah tidak karuan.

"Aku tidak bekerja, hanya saja aku berusaha membangun usaha dengan teman-teman ketika kuliah. Memang penghasilannya belum besar tapi lumayan."

"Oh...," Nuha merasa dirinya bingung untuk mengungkapkan keinginan hatinya hingga hanya menjawab oh saja, "usaha apa?" lanjutnya.

"Membuat usaha jasa desain grafis dan juga sedang berencana membuat sebuah aplikasi, hanya saja masih dipikirkan aplikasi apa yang sekiranya menjanjikan."

"Semoga sukses." Nuha mengangkat tangannya ke udara dengan telapak tangan mengepal sebagai tanda memberikan semangat. Entah mengapa dia merasa kesulitan untuk mengungkapkan keinginan hatinya.

"Aamiin. Kamu akan kerja di mana?"

"Aku milih nikah."

"Waaahhh... gak salah dengar kan aku?" Ghalib tercengang dengan jawaban Nuha. "Nikah sama siapa?"

Di ruang tamu para orang tua pun nampak membicarakan maksud kedatangan keluarga Santoso

.

"Terimakasih atas kedatangan keluarga Pak Santoso ke rumah saya. Saya merasa begitu tersanjung ketika Pak Santoso dan keluarga berniat silaturahim ke rumah kecil ini." Burhan berbicara dengan santun.

"Sebenarnya kedatangan kami kemari jelas ada maksud dan tujuan tertentu. Maaf, Pak Burhan dan Bu Lilis sebenarnya kami datang kemari karena permintaan anak saya Nuha. Nuha menginginkan Ghalib menjadi suaminya," terang Santoso. Sebenarnya ada rasa malu dalam diri Santoso mengungkap maksud kedatangannya. Semua dilakukan demi putri tercinta.

"Masya Allah... maksudnya ini sebuah bentuk bahwa Pak Santoso dan Bu Fatimah datang kemari untuk melamarkan Nuha untuk anak saya, begitu?"

"Benar, anak saya menyukai Ghalib sudah sejak lama dan Nuha ingin Ghalib yang menjadi suaminya."

"Tapi Ghalib akan melanjutkan pendidikan S2." Kali ini wanita yang telah melahirkan Ghalib yang berbicara.

"Saya dan istri tidak bia mengambil keputusan, hanya Ghalib yang akan memutuskan. Kami tidak bisa memaksa anak-anak kami untuk mengikuti keinginan kami. Kami membebaskan mereka dalam menentukan sebuah keputusan." Burhan menjelaskan dengan gamblang sebagai orang tua. Dia tidak ingin anak-anaknya tertekan karena paksaan. Apalagi menyangkut pilihan hati.

"Sebenarnya kami tidak menolak untuk berbesanan dengan Pak Santoso dan bu Fatimah, bahkan kami merasa senang bila akan berbesanan. Saya rasa keputusan apa pun itu yang diambil oleh Ghalib semoga itu yang terbaik dan tidak ada keburukan antara keluarga saya dengan keluarga Pak Santoso." Burhan melanjutkan ucapannya demi menjaga perasaan rekan kerjanya itu.

Lilis dan Burhan merasa kurang nyaman dengan tujuan kedatangan keluarga Santoso. Selaku orang tua ada firasat bahwa kemungkinan Nuha akan ditolak oleh Ghalib. Kecanggungan antar keluarga akan terjadi bila Nuha ditolak oleh Ghalib.

"Kalau Ghalib nerima, saya akan bersyukur sekali karena itu artinya kita akan besanan. Tapi kalau ditolak berarti Nuha memang bukan jodohnya Ghalib. Jadi kami akan menerima dengan hati lapang. Ghalibnya belum punya kekasih kan?"

Kedua orang tua Ghalib saling pandang, keduanya tidak mengetahui kepada siapa hati anak bujangnya itu berlabuh. Selama ini anaknya tidak pernah cerita persoalan hatinya. Apakah putranya itu punya kekasih atau tidak?


Bersambung

Continue Reading

You'll Also Like

183K 7.7K 39
"Wanita itu suci, bagaikan sajadah. Karna, diatas wanita lah lelaki akan beribadah." Fatimah mengerutkan keningnya. "Maksudnya? Perempuan dijadikan s...
1.3M 41.5K 21
Seperti kata pepatah, berharap kepada manusia adalah patah hati paling disengaja. Hal itu pulalah yang dirasakan oleh Aisfa, mantan badgirl yang sed...
82.1K 12K 27
Tentang Aia yang memiliki banyak sekali pertanyaan di kepalanya. Dan Edzar yang memiliki banyak kebingungan dalam hidupnya. Start: 14 Juni 2024 End: -
20.8K 2.2K 10
(Privat acak, follow sebelum baca) "Gus, kita langsung bikin dedek bayi, kan?" Khadijah yang enggan melanjutkan pendidikannya memilih untuk menerima...