JADED - Wild Liar III

By minaneles

10.2K 1.3K 258

Seulgi selalu berpikir akan baik-baik saja. Tanpa penglihatan pun ia masih mampu untuk menatap dunia melalui... More

Prologue
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
12
13
14
15
16
17
18

10

183 44 5
By minaneles

Hoseok membuka mata, mendapati ia berdiri di hutan gelap. Masih dengan sinar rembulan yang hanya bisa masuk dari celah dedaunan, sisanya gelap gulita. Apa lagi ini? Mengapa ia selalu mengalami hal seperti ini? Bukan suara-suara yang berteriak di telinganya, kali ini ia menyaksikan ribuan mata yang menatapnya dari kegelapan. Binatang buas? Ia tidak tahu. Ia sudah ketakutan.

Ini mimpi! Namun rasanya seperti nyata.

Hembusan angin sejuk menerbangkan helai rambutnya. Dingin, bahkan ia dibuat menggigil. Mata-mata tersebut masih menatapnya seakan menginginkan sesuatu. Nyawanya? Ia belum siap mati. Tubuhnya hanya bisa membeku, dikeraskan oleh sejuknya angin malam dan dihentikan oleh rasa takut.

"Berhenti..." lirih Hoseok, memohon untuk menghentikan ketakutan padanya. Tidak tahu pada siapa.

"Berhenti menatapku..." isaknya. Ia menangis ketika bertemu tatap dengan salah satu mata yang menatapnya. Emosinya menggebu seakan ikut merasakan emosi dari mata tersebut. Pilihannya hanya menutup mata, akan tetapi seperti ada yang menahan Hoseok untuk melakukan itu. Ia biarkan matanya terbuka lebar. Emosi dalam dirinya hancur lebur, terpecah menjadi seluruh emosi yang ada.

"Berhenti—"

Lengannya dicengkeram oleh sesuatu.

Sosok itu!

Sosok yang muncul dalam mimpinya.

A devil.













###








"Hoseok!"

Slash!

"Ouch!" Hoseok meringis. Merah segar mengalir dari telunjuknya. Luka yang disebabkan oleh pisau buah tidak perih, namun mengejutkannya saja. Ia mengalihkan tatapan pada Jada yang memasang wajah bersalah, sekaligus membawa perkakas P3K.

"Kau melamun," ucapnya. Ia tarik telunjuk Hoseok yang terluka, membersihkan darah yang tersisa kemudian mengoleskan alkohol agar steril. Setelah itu baru menutup dengan plester.

"Ah..." Hoseok seakan tidak terkejut. Kemarin malam ia bermimpi buruk lagi. Begitu mengganggu pikirannya. "Sudah kuduga kau akan bosan dengan jadwal disini. Bagaimana jika kau pergi bermain komputer saja? Aku sudah memberitahu staff lain untuk tidak menggunakan perpustakaan selama kalian berada disini," ujar Jada. Wanita itu mendorong paksa tubuh Hoseok berjalan keluar pintu. "Serahkan Seulgi padaku, toh ini bukan kali pertamaku menanganinya. Kau bersenang-senang saja. Anggap kau sedang berlibur!" serunya sebelum menutup pintu tepat di depan wajah Hoseok.

Tidak sempat memproses apa yang terjadi, Hoseok menurut saja dengan usulan Jada. Lagipula kemana lagi ia akan menghabiskan waktu selain menggunakan komputer di perpustakaan. Agak disayangkan juga karena villa yang mereka tempati terletak cukup jauh dari pantai. Bukan sedang berlibur, tapi lebih tepat dikatakan bahwa mereka sedang mengasingkan diri dari dunia luar. Tanpa internet, tanpa tetangga, tanpa kendaraan darat, hanya orang aneh yang mampu untuk menghabiskan waktu disini. Seperti Jada.

Dua minggu, Hoseok. Hanya dua minggu dan kau akan kembali ke abad 21 lagi.

Gedung bercat abu itu nampak sedikit tidak terurus. Beberapa bagian dinding dirambati oleh tumbuhan juga bekas air yang sepertinya jatuh dari atap bocor. Kemarin Hoseok tidak sempat untuk memperhatikan karena ia terlalu bersemangat ketika mendengar kata 'komputer' lagi. Namun ketika Hoseok perhatikan lagi, lantai dua dari gedung itu cukup terawat seperti ditinggali oleh seseorang. Mungkin disana tempat Jada dan yang lainnya bekerja ataupun laboratorium professor yang sejak awal kedatangan mereka tidak pernah Hoseok temui. Yah, Jada pernah berkata hanya orang-orang berkepentingan saja yang dapat menemui beliau jadi Hoseok tidak ambil pusing.













###








"Jada, kira-kira kapan giliranku akan melakukan pemeriksaan lanjut?" tanya Seulgi yang akhir-akhir ini selalu bersemangat dan sangat kooperatif dalam melakukan proses pemeriksaan. Bayang-bayang mendapatkan kembali penglihatan seolah pertanda kehadiran Tuhan pada dirinya yang tidak percaya apapun. Bahkan jika disuruh untuk menyembah Tuhan kembali, dengan senang hati akan Seulgi lakukan. Apapun itu demi mendapat kenikmatan dunia lagi.

Mungkin setelah itu ia bisa melepaskan beban dalam hatinya.

"Jadwalmu? Mari kita lihat." Jada menyalakan tablet yang selalu ia bawa. Isinya bersangkutan dengan jadwal sehari-hari dan untuk memonitor kesehatan orang-orang yang berharap besar pada proyek ini. "Kau akan memasuki ruang pemeriksaan lagi dalam tiga hari kedepan, tepat setelah Lila mendapatkan analisa membran rambutnya. Setelah itu mungkin dalam beberapa hari hasilmu akan keluar juga dan besoknya bisa dipastikan kau akan langsung melakukan operasi," jelasnya panjang lebar, dan disambut senyum mengembang Seulgi.

"Terima kasih, Jada..." ucap Seulgi dari lubuk hari terdalam.

Jada hanya menyunggingkan senyum lalu bangkit dari duduknya. "Aku harus kembali ke laboratorium, tapi sebentar lagi Bu Han akan kembali jadi kau tidak akan sendirian."

Mendengar nama Han saja sudah membuat Seulgi malas. Hal itu terbaca dari raut wajahnya.

"Bu Han adalah orang yang baik jika kau memperlakukannya dengan baik juga, mengerti kan?" ujar Jada seakan tahu apa yang ada dipikiran Seulgi. Dengan sedikit cemberut, wanita yang sepanjang hari berada menggunakan kursi roda karena ia senang sekali menjadikan Hoseok babu mengangguk dengan lesu. Siapa sangka Seulgi bisa menurut dengan Jada, bahkan Jimin saja harus menaklukkannya cukup lama.

"Yah, lebih baik mendengar ocehan wanita tua itu mengenai keluarga toxicnya daripada sendirian seperti orang gila disini." Kepala Jada mengangguk setuju. Ia juga sedikit tenang untuk meninggalkan pengawasannya dari Seulgi.

Baru saja diomongkan, Bu Han dan Lila muncul bersamaan dari pintu yang terhubung ke halaman luar.

"Oh, Jada! Sudah harus pergi?" tanya Bu Han. Jada mengangguk. "Tolong jaga Seulgi selagi aku tidak ada disampingnya ya, Bu Han..." Wanita itu berucap dengan manis dan sopan. "Jangan khawatir. Seulgi sudah kuanggap seperti keponakanku sendiri!" respon Bu Han seraya merangkul pundak Seulgi dengan ramah.

Sekali lagi Jada tersenyum dan berjalan meninggalkan ruangan. Sayup-sayup masih terdengar suara Bu Han.

"Apa aku sudah menceritakan tentang adik iparku yang seorang gigolo?"

Kekehan kecil terdengar dari mulut Jada.

Sambil menenteng tabletnya, langkah Jada mengarah pada tangga. Petunjuk laboratorium mengarah pada lantai atas, namun Jada melewati petunjuk tersebut dan justru membuka pintu tepat disamping tangga. Pintu tersebut sangat gelap juga terasa lembab. Jada harus menyalakan senter dari tablet yang ia pegang.

Sinar senter mengarah kedepan. Anak-anak tangga muncul, mengarah ke bawah. Tidak nampak ujung dari tangga tersebut.

Jada tersenyum angkuh.

Tanpa ragu ia melangkah ke dalam dan menutup pintu dengan perlahan.













###








Setelah Jada menghilang dari balik pintu misterius tersebut, sebuah sosok perlahan muncul dari balik dinding lantai atas. Tatapan tajamnya terus memandang tempat dimana Jada sebelumnya berdiri seakan bisa membunuh dengan tatapannya tersebut. Sosok itu sudah memperhatikan semuanya sejak lama, menyusun rencana atas orang-orang yang bertanggung jawab. Hanya saja ia memiliki satu kelemahan.

Kesempatan.

Sosok itu tidak punya kesempatan, walaupun jika kesempatan itu dibuat dengan sengaja tidak akan berhasil. Ia sudah diawasi.

Jada mengawasinya, dan begitupun sebaliknya.

Senyum remeh dari Jada yang membuat rona merah dipipinya kembali terbersit. Memalukan.

Ia akan hancurkan.

Continue Reading

You'll Also Like

149K 15.2K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
427K 4.5K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
51.3K 4.7K 45
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
41.5K 5.8K 36
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...