Yusuf & Zulaikha

By IdhaDS

2K 186 3

Doa masih menjadi satu-satunya obat ampuh yang kumiliki. Karena sepertinya, tidak ada penawar dari sebuah ker... More

London
Benang Merah
Syauq
Hidup Kembali
Yusuf-Zulaikha
Musim Semi Dalam Hati
Sembunyi
Satu Hari Memeluk Rindu
Pemuda Asing di Gerbang Pondok
Ahmad di Bumi Semarang
Perahu Kayu
1365244
Karam di Lautan
Lukisan, Kiasan
Zulaikha Juaranya
Halaman 128
Pewaris Rayhan?
Dia Adam Iskha Alkatiri
Manusia-manusia Ambisius
Antara Bahagia dan Kesal
Malaikat Kecilku, Adam
Se-iman tak Se-aamiin
Dekat tapi Sangat Jauh

El Maria

55 7 0
By IdhaDS

Tidak usah pedulikan standar sempurna dunia
Kamu hanya perlu menjadi dirimu sendiri
___

Hari-hari Zulaikha kini memasuki masa senggang. Tiga hari libur kuliah rasanya membuat hati bimbang. Ingin pulang ke tanah air tapi terlalu singkat waktunya. Menghabiskan tiga hari di dalam apartemen sepertinya membuat ia akan diserang stres. Mengingat Zulaikha adalah perempuan yang cukup aktif dan paling tidak suka berdiam diri.

" Assalamu'alaykum Zu!" Terdengar suara parau dari seberang telpon.

"Hallo Nay. Lagi ngapain kamu?" Zulaikha berucap sambil sibuk merapihkan kamarnya.

"Baru bangun tidur."

"Eh, ya ampun. Siang bolong begini baru bangun tidur. Kalo kamu jadi ponakan Paklik Ustadz pasti udah diguyur air es." Nada bicara Zulaikha sedikit meninggi.

"Ya untungnya aku bukan ponakan Paklik Ustadz."

Zulaikha menghela napas panjang sebelum akhirnya berucap lagi, "Nay pergi ke pameran yuk. Bosen aku di apartemen."

"Pameran? Dimana?"

"Di sepanjang road street sampai biang lala."

"Kapan?"

"Nanti malam jam 8."

"Boleh deh boleh sambil cuci mata. Eh, kamu ngajak Mas Adam juga ga?"

"Ya engga lah. Bisa lapor ke Mas Yusuf nanti dia kalo aku keluar malem."

"Oh jadi itu tugas Mas Adam." Nayla terkekeh di seberang telpon.

"Whatever lah." Ketus Zulaikha.

"Eh Zu, gimana kalo ternyata Mas Adam itu laki-laki yang sering Paklikmu bilang."

"Yang mana?"

"Yang datang melamar."

Deg, Zulaikha tergagap sejenak sambil menelan ludah kemudian terngiang-ngiang beberapa perbincangan dengan Wira lewat telepon tentang laki-laki yang datang melamar.

"Ahh peduli amat." Zulaikha tak mau ambil pusing.

"Tapi kalau iya gimana Zu? Kayaknya layak dipertimbangkan deh. Good looking iya. Smart ga usah diragukan. Sholeh. Apalagi coba?"

"Nay cuci mukamu dulu tu, kayaknya kamu masih setengah sadar jadi ngelantur. Bye." Zulaikha langsung memutus sambungan telepon dengan wajah berkerut namun hati berdebar-debar terpikir kalimat Nayla.

Buk, Zulaikha melemparkan ponsel dengan kasar ke kasur kemudian kembali menyusun sisa-sisa buku yang masih berserakan di atas meja ke rak.

Menikah menikah menikah, huh. Gerutu Zulaikha dalam hati.

Setelah selesai membereskan ruangan, Zulaikha langsung duduk di meja sambil menyalakan laptop. Beberapa potong apel tersaji di piring lengkap dengan satu cangkir minuman saffron kesukaannya. Jari jemarinya terlihat semangat mengetikkan sesuatu, terlihat pula sunggingan senyum di bibirnya. Ia masih fokus dengan aktifitas di depan layar laptop sambil sesekali menikmati buah dan minuman saffron yang tersaji.

"Yehh, perfecto!" Zulaikha berucap sambil bertepuk tangan lirih seorang diri.
***

London road street river, terlihat lebih ramai dari biasanya. Pameran jelang akhir bulan tengah diselenggarakan di sepanjang jalanan tepi sungai. Beberapa wahana permainan juga mulai dipenuhi oleh banyak pengunjung, ada kafe-kafe kecil ala kaki lima yang menyajikan beragam macam makanan dan minuman. Tak lupa beberapa pameran seperti buku, kerajinan keramik, lukisan, dan berbagai jenis maket turut memadati sisi jalan.

"Zu, maju woy! Ngapain sih celingukan?" Nayla menepuk bahu Zulaikha yang terlihat cemas diantara para pengantri roti bakar.

Tak langsung menjawab pertanyaan Nayla, Zulaikha hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan pelayan roti seputar pesanan yang ia inginkan. Setelah mendapatkan roti yang ia inginkan, Zulaikha langsung keluar dari barisan antrian disusul Nayla.

Mereka berjalan beberapa langkah sebelum kemudian Zulaikha menemukan celah kosong di tepi jalan dekat penjual balon helium.

"Ayo ikut aku!" Zulaikha mempercepat langkah. Nayla mengikuti tergopoh-gopoh.

Setelah sampai, Zulaikha mengeluarkan matras kecil dari dalam tas, menggelarnya lalu mengambil beberapa bungkus Saffron Kashmir dan Zulaikha Mask.

"Makan kan ga boleh sambil jalan. Jadi duduk sini aja!" Jelas Zulaikha melihat ekspresi bingung Nayla.

"Ya tau, tapi ngapain kamu bawa-bawa beginian. Jangan bilang mau jualan." Nayla menatap penuh selidik sebelum akhirnya ikut duduk di atas matras.

"Haha, ga kok. Ga jualan lho. Cuma tadi siang aku tu bikin pengumuman di akun olshop aku kalau pelanggan Zulaikha Mask datang ke sini, ada paket spesial terbatas. Tadaa!" Jelas Zulaikha penuh semangat sambil menunjukkan Zulaikha Mask, masker saffron produksi Ilyas yang telah diwrap rapih dengan Saffron Kashmir produksi keluarganya.

"Astaga Zu!" Nayla menghela napas berat. "Aku butuh refreahing, cuci mata, bukan jualan." Tambahnya.

"Eh, tenang aja. Aku cuma cod an disini. Soalnya peminatnya rame banget ternyata lho. Jadi selagi ada kesempatan kenapa ga diambil. Bukan begitu?"

Nayla kehabisan kata-kata. Ia hanya pasrah mengikut pemikiran Zulaikha. Sambil menikmati roti dan coklat panas, Nayla duduk di samping Zulaikha sambil terus memperhatikan beberapa perempuan yang mulai berdatangan mengambil pesanan.

"Apa Ilyas tau tentang ini?" Nayla berbisik di tengah keramaian suara pelanggan masker saffron yang datang pergi silih berganti.

"Mm, ga dia ga tau. Nanti aja aku kabari dia kalau misi aku malam ini sukses." Jawab Zulaikha sambil terus melayani pelanggan yang berdatangan.

"Gimana kalau aku suruh dia kesini?" Nayla berucap lirih di telinga Zulaikha.

"Eh, ngapain?" Zulaikha meninggikan nada suara.

"Ya, biar dia tau perjuanganmu memasarkan produknya lah. Biar dia nanti menghargai jasa kamu kalau produknya udah best seller kayak saffron kashmir."

"Ga, ga perlu. Yang paling penting itu hidup produktif. Lagipula ngapain sih mesti orang harus tau jasa kita. Toh kita kan cuma mengerjakan apa yang kita inginkan aja. Kayak ini, inikan hobi aku."

"Ya ya ya! Zulaikha is Zulaikha. Everybody know that." Nayla mengalah.

"Ehem!"
Zulaikha dan Nayla mendongak bersamaan mendengar seorang perempuan bersuara. Seorang perempuan muda dengan celana jeans sobek di bagian lutut, kaos putih dibalut jaket denim. Rambutnya sebahu dan dibiarkan tergerai. Mengenakan bucket hat warna hitam tengah menenteng sebuah lukisan berukuran A3. Ia berdehem, memasang senyum kemudian jongkok di hadapan Nayla dan Zulaikha.

"Zulaikha Mask?" Perempuan itu mengambil wrap yang tersisa kemudian menelitinya.
"Saffron kashmir? Satu paket?"

Zulaikha dan Nayla saling tatap sejenak.
"Eh iya, tapi itu tinggal sampling aja. Yang lainnya udah habis."

"Kenapa jualan ini?" Perempuan muda itu lebih menatap ke arah Zulaikha lekat.

"Ya hobi aja. Kebetulan keluargaku punya produk minuman saffron kesehatan terus aku juga punya temen yang punya produk masker saffron untuk kesehatan kulit juga. Jadi spesial hari ini aja bikin ide jualan sepaket."

"Mmm!" Perempuan itu mengangguk-anggukkan kepala. "By the way aku seneng deh ketemu orang Indonesia disini. Rachel!" Perempuan itu tersenyum manis mengulurkan tangan, memperkenalkan diri.

"Mm Zulaikha!" Balas Zulaikha

"Nayla." Nayla menyusul.

"Boleh gabung bentar? Capek abis jalan dari ujung ke ujung."

"Ah tentu aja boleh." Zulaikha dan Nayla bergeser memberi celah untuk Rachel duduk.

"Lukisan?" Zulaikha menunjuk lukisan yang sedang di pangku oleh Rachel.

"Eh iya."

"Beli?"

"Mm iya tadi disana ada pameran lukisan. Cantik kan?" Sedikit gugup Rachel menjawab.

Zulaikha dan Nayla memperhatikan lukisan yang kini dalam posisi berdiri di pangkuan Rachel. Seperti dua orang tengah mengendarai dua perahu di malam hari, diterangi sinar bulan yang indah.

"Romantis." Ucap Nayla.

"Terimakasih. Kalau menurutmu?" Rachel menatap mata Zulaikha.

"Emm bagus. Tapi maaf, aku ga ngerti tetntang lukisan, hehe."

Rachel hanya tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala.

"Kamu pecinta lukisan?" Nayla memecah keheningan.

"Iya. Bahkan aku suka melukis meskipun lukisanku selalu gagal masuk pameran."

"Mm apa yang bikin kamu beli lukisan ini?" Zulaikha akhirnya bersuara.

"Mm mungkin karena makna yang disampaikan pelukis ini sangat dalam sih menurutku."

"Ada maknanya?" Zulaikha memasang wajah polos.

"Tentu aja ada. Pelukis, penulis, komposer lagu. Ga mungkin banget menciptakan karya tanpa makna."

"Ohh." Zulaikha mengangguk.

"Terus makna lukisan itu apa."

"Lihat! Disini ada satu orang laki-laki dan perempuan naik perahu yang berbeda. Tapi mereka memandang bulan yang sama. Memiliki kecintaan yang sama. Terlihat indah dan romantis bukan? Padahal mereka berdua tengah di kegelapan malam. Bukankah menakutkan berlayar di gelap malam?" Rachel menjelaskan sambil menunjuk lukisan.

"Seperti dua orang berkeyakinan berbeda yang saling jatuh cinta. Jatuh cintanya indah kayak lukisan ini kalau hanya sekilas dipandang. Tapi perbedaannya kadang menakutkan, seperti kalau kalian melihat lebih dekat dan detail suasana malam di dalamnya." Tambah Rachel.

"Wahh!" Zulaikha dan Nayla ternganga atas penjelasan Rachel sampai bertepuk tangan lirih sambil terus menatap ke arah lukisan.

"Kenapa kamu bisa tau?" Nayla berucap.

"Ya itu analisa aku aja. Tapi aku rasa memang maknanya demikian."

"Berarti apa pelukisnya tengah mengalami hal itu?" Zulaikha mulai tertarik membicarakan makna lukisan milik Rachel.

"Mm mungkin. Tapi bisa jadi si pelukis terinspirasi dari orang terdekatnya, atau mungkin, lingkungan sekitar, atau sesuatu yang sedang tren."

"Apa tadi kamu ketemu pelukisnya pas beli?"

Rachel tersenyum, "Ah buat apa ketemu pelukisnya. Yang penting kita tau namanya, kita tau karyanya."

"Kamu tau namanya?" Zulaikha antusias.

Tak menjawab, Rachel hanya menunjuk ke pojok kiri bawah bagian lukisan. Disana, ada tanda tangan dengan nama terang El Maria.

"Luar biasa. Aku yakin El Maria pasti pelukis yang hebat. Baru lihat satu karyanya aja aku udah terkesima." Zulaikha berucap.

"Apa dia seorang bule?" Nayla manambahkan.

"Entahlah. Tapi terimakasih lho kalian udah memgapresiasi lukisan ini. Aku seneng jadinya." Rachel tersenyum lebar. "Apa sampling saffron couple ini boleh buat aku?" Rachel menambahkan sambil meraih satu wrap produk saffron yang sejak tadi tergeletak.

"Oh boleh banget. Buat kamu aja. Siapa tau suka." Zulaikha berbinar.

"Saffron kashmir ini milik keluargamu?"

"Iya. Kalau yang masker milik temanku."

Nayla?"

"Bukan." Nayla menyanggah. "Pemiliknya namanya Ilyas. Orang Indonesia juga yang belajar disini." Tambahnya.

Zulaikha melotot ke arah Nayla seolah berbicara 'ngapain sih pake kasih tau nama segala'
Nayla mengedipkan sebelah mata menanggapi Zulaikha.

"Oh laki-laki. Wah kalau dia tau perjuanganmu bisa-bisa dia jatuh cinta lagi sama kamu." Rachel menggoda.

Nayla terbatuk tiba-tiba, dan Zulaikha hanya memasang senyum kecut.
***

Continue Reading

You'll Also Like

318K 15.8K 32
[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Tarima Sarasvati kira akan mudah baginya menjadi istri bayaran Sadha Putra Panca. Hanya perlu mela...
3.6M 69.4K 44
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
HOT GIRL 1821 By 555

General Fiction

186K 647 3
⚠️warning⚠️ 🔞🔞🔞 1821 ⚠️warning⚠️ full adegan dewasa 18+++ 21+++
290K 23.5K 64
Sequel 2G (Bisa dibaca terpisah!!) "Ini dunia gue" "Damn" Suara berat Arshaka terdengar mengerikan ditelinga perempuan itu. "Nakal ternyata, mau gue...