Dear Anonymous

inibulan द्वारा

91.4K 17.8K 10.3K

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [COMPLETED] Seorang pernah bilang padanya, kehidupan itu selalu berputar. Tidak melu... अधिक

dear anonymous
01. Dialog hujan
02. Tentang sang Langit
03. Ada yang berakhir
04. Apa yang salah dari mengagumi diam-diam?
05. I have crush on you
06. Apa pernah ia dianggap ada?
07. Cheesecake
08. Ucapan selamat pagi
09. Bolehkah jika ia semakin jatuh cinta?
10. Hujan dan sosok entah siapa
11. Kentang McD
12. Malam ini ia tidak sendiri
13. Know your place
14. Jealous
15. Alasan untuk menyukai seseorang
16. Album foto dan kilas balik
17. Gosip spektakuler
18. Boneka & Piala pertamanya
19. Melempar Umpan
20. Keluar kandang buaya masuk kandang singa
21. Beauty Privilege
22. Hujan dan segelas kopi
23. Keajaiban Dunia
24. Sebenarnya, salahnya di mana?
25. Aku senang jika nyatanya kamu peduli
26. Angkasa, ayo pacaran!
27. Pacar?
29. Goodnight, N
30. Hari ini aku ulang tahun
31. Cepat sembuh, Rainne
32. Usapan di kepala
33. Alasan gadis itu tersenyum
34. Promise
35. Feeling
36. Keajaiban Dunia 2
37. Bagaimanapun dia tetap cantik
38. Sebenarnya, sejak kapan?
39. Fanya harus apa?
40. Kamu suka Fanya?
41. Masih sulit dipercaya
42. Mohon ikhlaskan saja
43. Kamu jelek
44. Hari-hari penuh siksaan
45. Under the rain
46. Semuanya akan baik-baik saja
47. Harus dibuat berantakan
48. Lama-lama muak juga
49. Tolong jaga dia
50. Berbalik
51. Dia tahu jawabannya
52. Beban dan tidak berguna
53. Dia benci kehilangan
54. Tidakah cukup?
55. Ia hanya iri
56. Pembohong
57. Tidak ada lagi yang tersisa
58. Hancur
59. Kembali, atau pergi dan mengakhiri?
60. Ia harus memulai hidup baru
61. Red Rain
Epilog

28. Pesta ulang tahun

979 255 99
inibulan द्वारा

Rainne bersandar pada pinggiran jendela kamarnya sambil memandang ke area kolam, di mana pesta ulang tahun Fanya diselenggarakan. Ia menatapi orang-orang yang mulai berdatangan dan berkumpul di bawah sana, beberapa wajah terlihat tidak asing untuknya karena kebanyakan yang diundang Fanya anak SMA Epsilon.

Karena Fanya sepertinya tidak mengharapkan kehadirannya di bawah sana, Rainne memutuskan untuk berdiam diri saja di kamar. Ia hanya menitipkan hadiahnya pada Mba Sinta untuk ditaruh di tumpukan kado Fanya.

Mendongak, Rainne mentap pada langit gelap yang hanya terlihat satu bintang di sana. Ia tersenyum kecut pada bintang itu.

"Hallo, lo juga sendirian, ya? Padahal di bawah lagi rame banget," ujarnya pelan.

Beberapa saat memandangi bintang itu, Rainne mendadak merasakan kekosongan yang begitu terasa dalam hatinya. Entah sudah berapa lama ia hidup dengan kekosongan seperti ini. Tanpa ia sadari, banyak sekali hal yang telah hilang dari hidupnya.

Bunyi pintu kamar yang tiba-tiba dibuka membuat lamunan Rainne buyar. Saat menoleh, ia mendapati mamanya yang sudah berdandan sangat cantik berdiri di ambang pintu.

"Masih belum siap juga?" tanya mama tiba-tiba pada Rainne.

"Aku kayaknya enggak ikut ngerayain, solanya Fanya ...."

"Kenapa?"

Raut wajah datar mama membuat Rainne diam. Jelas terlihat di wajahnya perintah untuk segera siap-siap dan turun ke bawah. Hanya saja, Rainne ragu. Dengan sikap Fanya seperti tadi padanya, ia yakin cewek itu tidak akan senang dengan kehadiran Rainne di pesta ulang tahunnya.

"Aku enggak yakin Fanya bakal seneng aku hadir di pestanya," ujar Rainne pelan.

"Apa sih isi pikiran kamu ini? Enggak mungkin Fanya kayak gitu. Cepet siap-siap dan turun ke bawah, pestanya sebentar lagi mulai."

Mama langsung keluar dari kamar Rainne setelah mengucapkan kalimat itu. Begitu saja, titahan itu mutlak tanpa bisa Rainne bantah.

Mau tidak mau, Rainne menuruti titahan mamanya. Dengan cepat ia berganti pakaian, sedikit merias wajahnya agar tidak terlihat terlalu polos.

Setelah selesai berdandan, Rainne langsung turun ke bawah. Rupanya pestanya sudah dimulai dan saat ini sudah masuk ke sesi Fanya make a wish sebelum meniup lilin.

Alih-alih menghampiri Fanya dan berdiri berdampingan bersama seperti keluarga, Rainne memilih untuk mengamati dari jauh. Lagi pula, sepertinya Fanya tidak akan suka jika ia tiba-tiba muncul di sampingnya dan mengumumkan ke seluruh tamu jika Rainne adalah kakak tirinya.

Rainne ikut bertepuk tangan saat Fanya meniup lilin. Gadis itu nampak bahagia. Papa dan mama memeluk sembari menciumi gadis itu bergantian. Rainne tersenyum kecil karena melihat mama yang sepertinya sama bahagianya dengan Fanya.

Merasa bosan hanya memerhatikan Fanya yang kini tengah memotong kue ulang tahunnya, Rainne memilih untuk mengambil minuman. Langkahnya terhenti tiba-tiba, gadis itu memekik kaget dan langsung menutup mulutnya saat melihat sosok Angkasa tak jauh darinya.

Gitu tuh kalau berlian dikasih nyawa, silau banget liatnya, batinnya terkagum-kagum sendiri.

Dengan semangat empat lima, gadis itu menghampiri Angkasa. Tidak lupa memamerkan senyum lebar dan merapikan terlebih dahulu rambutnya agar terlihat sempurna tanpa cela di depan gebetannya.

"Hai, Angkasa. Enggak nyangka ya ketemu di sini, udah jelas ini sih artinya jodoh. Kamu ganteng banget sih malam ini hehe," ujar Rainne tanpa jeda dengan sangat tiba-tiba.

Angkasa hanya melirik sekilas, raut wajahnya terlihat agak heran melihat kehadiran Rainne di sini. Namun, ia terlalu malas memikirkan alasan apa yang membuat gadis itu hadir di sini. Dari yang ia tahu, sepertinya Fanya tidak seakrab itu dengan Rainne hingga mengundang gadis itu ke pesta ulang tahunnya.

"Angkasa!" panggil Rainne.

Tidak ada sahutan dari Angkasa. Cowok itu enggan menatap padanya. Namun, Rainne tidak tinggal diam. Gadis itu tetap berusaha keras untuk mendapatkan perhatian Angkasa.

"Angkasa malam ini aku cantik enggak?" tanya Rainne sambil mencondongkan wajanya tepat di depan Angkasa.

Lelaki itu hanya melirik sekilas. Tidak menjawab. Rainne yang tidak pantang menyerah sebelum mendapatkan sahutan terus-terusan merongrong Angkasa dengan pertanyaan serupa.

"Angkasa ih!"

"Iya, cantik. Berisik."

Tidak perlu dijelaskan lagi level senang Rainne ada di tingkat berapa sekarang. Ia sampai tidak bisa menahan senyum lebarnya, bahkan sampai berjingkrak-jingkrak kesenengan. Angkasa sampai harus meliriknya tajam dulu baru gadis itu berhenti bertingkah berlebihan dan membuatnya malu.

Tanpa Rainne dan Angkasa sadari, tokoh utama dari pesta malam ini sedari tadi terus menatap kearah mereka dengan tidak suka. Saat Rainne terpisah dengan Angkasa, barulah Fanya beranjak dari tempatnya dan melangkah menghampiri sosok kakak tirinya yang saat ini sedang berbicara dengan teman sekelasnya yang merupakan anggota cheers.

Saat Rainne benar-benar sendiri, Fanya mendekat dan berdiri di samping gadis itu dengan ekspresi wajah dingin.

"Lo ngapain di sini? Caper sama tamu-tamu gue?" ujar Fanya dengan sangat pelan tapi dengan jelas didengar oleh Rainne.

Menoleh, gadis itu menatap Fanya sesaat dengan ekspresi yang sulit dibaca. Namun, tidak bertahan lama karena detik berikutnya Rainne malah tersenyum.

"Happy birthday," ucapnya singkat masih dengan senyumnya.

"Ucapan lo dan kehadiran lo sekarang bukan hal yang gue harepin."

"Ok deh."

"Malah lebih baik lo enggak usah belagak sok baik sama gue."

Rainne hanya mengerutkan alisnya sok heran.

"Sopan kah begitu?" tanyanya dengan nada sedikit meledek.

Wajah Fanya terlihat tidak bersahabat, apalagi saat cewek itu menyungingkan senyum tipis yang malah makin terlihat sinis. Ia meraih gelas minuman dan menuangkan cairan berwarna merah itu pada gaun Rainne yang berwarna putih.

"Sopan, kok. Lo emang pantesnya diginin," ujarnya pelan sambil senyum.

Rainne mengepalkan tangan, mengigit bibir bagian dalamnya menahan kesal. Ia harus tetap sabar dan berusaha menenangkan pikirannya. Ia tidak boleh meladeni Fanya saat ini.

"Lo sengaja kayak gini biar gue ngamuk terus nantinya lo playing victim gitu ya? Asli gangguan banget otak lo, mau caper sama siapa sih lo sebenernya? Angkasa?" kata Rainne setenang mungkin. Ia langsung berbalik badan dan berniat masuk ke rumah untuk langsung berganti pakaian.

Akan tetapi, Fanya yang seprtinya belum puas mengusik Rainne tidak membiarkannya pergi begitu saja. Gadis itu mengikutinya di belakang, dengan tiba-tiba menarik lengan Rainne sangat keras bahkan kuku gadis itu menancap di kulitnya dan meninggalkan luka.

"Lo apaan sih?!" sentak Rainne refleks seraya menarik lengannya kasar.

Sungguh, yang ia lakukan hanya menarik lengannya saja. Namun, yang terjadi berikutnya diluar dugaan Rainne. Posisi mereka yang memang tepat di pinggir kolam renang rupanya menjadi malapetaka untuk Rainne. Sebab Fanya tiba-tiba saja menjerit dan menjatuhkan dirinya ke kolam yang penuh dengan balom berwarna-warni itu seolah-oleh didorong olehnya.

Tentu saja jeritan Fanya dan bunyi orang jatuh ke dalam air itu langsung menjadi pusat perhatian seluruh orang yang ada di pesta saat ini. Dalam sekejap, pestanya berubah menjadi kacau dan rusuh.

"Fanya!"
"Fanya!"
"Fanya! Mas tolongin Fanya!"

Rainne bisa mendengar teriakan itu dan tidak lama kemudian seseorang dengan sigap turun ke kolam untuk menolong Fanya.

Bukan Om Farhan, sosok itu adalah Angkasa. Cowok itu tanpa pikir panjang langsung memasuki kolam dan menolong Fanya yang memang ia tahu tidak bisa berenang.

Sambil mengigit bibir, Rainne mundur dari tempatnya dengan perlahan. Semua orang kini memerhatikannya dan mulai memberikan tatapan menuduh padanya. Rainne sebisa mungkin menghindari tatapan orang-orang, tapi ia tidak bisa mengabaikan tatapan Angkasa padanya.

"Aku enggak ngelakuin itu," ujar Rainne sangat pelan, berharap Angkasa yang berada di bibir kolam bisa mendengar ucapannya.

Tatapannya pada Angkasa terhenti saat tiba-tiba tangannya dicekal seseorang dan ia diseret pergi dari kerumunan.

"Sini kamu!" bentak Mama sambil menyeret Rainne masuk kedalam rumah.

"Ma, aku beneran enggak dorong Fanya, dia yang jatuh sendiri ke kolam."

Mata Rainne sudah berair, siap menangis.

"Kamu pikir Fanya segila itu buat jatuhin dirinya sendiri ke kolam padahal dia enggak bisa berenang? Jangan cari-cari pembelaan enggak masuk akal!"

"Aku enggak bohong. Fanya sendiri yang tiba-tiba narik tangan aku terus jatuh sendiri ke kolam."

"Cukup, Rainne! Kamu mikir enggak sih tiap tindakan kamu ini dampaknya gimana? Mama yang cape, mama yang pusing. Kalau kamu emang enggak mau tinggal sama mama dan keluarga ini, bilang!"

"Ma!"

"Kenapa sih hah?! Kamu ini sebenarnya kenapa?! Kamu benci sama Fanya, Rainne? Salah apa dia sama kamu?! Emangnya enggak bisa kamu nerima dia dan bersikap baik sama dia? Apa susahnya sih begitu?!" bentak mama di depan wajah Rainne dengan emosi. Sorot mata mama yang penuh amarah itu juga terlihat kecewa padanya.

Air mata Rainne jatuh, ia menatap raut wajah yang selalu terlihat marah itu dengan tatapan terluka. Merasa kecewa ketika lagi-lagi mama tidak pernah sedikitpun menaruh percaya padanya. Selama ini ia tidak pernah terlalu memedulikan pandangan orang lain padanya seperti apa, ia berusaha untuk tidak apa-apa jika orang lain menganggapnya begitu buruk. Namun, jika sosok yang menganggapnya seperti itu adalah ibu kandungnya sendiri, rasanya ia tidak bisa untuk bersikap seolah ia baik-baik saja dengan itu.

Rasa sakit di hatinya itu membuatnya tidak lagi bisa berkata apa-apa. Terlalu menyesakkan. Ia hanya bisa diam dan membiarkan mama terus memarahinya sampai wanita itu merasa puas.

Rainne, lo harusnya bisa lebih kuat.

🌧

Angkasa keluar dari kamar tamu setelah berganti pakaian. Ia mengenakan baju milik om Farhan karena bajunya basah semua akibat dari tindakannya menolong Fanya tadi.

"Angkasa, terima kasih banyak, Nak. Om bener-bener hutang nyawa sama kamu," ujar Om Farhan untuk yang kesekian kalinya. Angkasa tidak heran lagi dengan sikap Om Farhan yang berlebihan seperti ini padanya, sebab ia tahu sesayang apa Om Farhan pada putrinya itu.

Setelah merasa cukup dengan ucapan terimakasih yang berulang-ulang itu, Om Farhan membawa Angkasa ke kamar Fanya untuk melihat keadaan gadis itu.

Fanya duduk bersandar pada kepala tempat tidurnya dengan tatapan kosong. Wajahnya terlihat pucat, dan matanya sangat sembab.

"Angkasa, untuk malam ini aja. Om minta tolong sama kamu buat hibur Fanya. Dulu, tiap dia habis nangis selalu bisa senyum kalau udah main sama kamu. Kejadian hari ini di pesta ulang tahunnya pasti bikin Fanya sedih. Om enggak mau dia sampe kepikiran terus soal hari ini. Maaf ya Angkasa kalau Om jadinya ngerepotin," ujar Om Farhan tulus.

"Iya, Om. Angkasa coba," sahutnya menyanggupi.

Om Farhan sepertinya senang sekaligus lega dengan kehadiran Angkasa. Ia menepuk-napuk bahu Angkasa sebelum pergi dan meninggalkannya di ambang pintu kamar Fanya.

Angkasa melangkah memasuki kamar Fanya dan langsung mengusap kepala gadis itu dengan lembut. Fanya menoleh padanya dan tersenyum simpul.

"Udah enggak apa-apa?"

Fanya menggeleng pelan. Angkasa duduk di sisi tempat tidur gadis itu. Sesuai permintaan Om Farhan, ia sedang mencoba untuk membuat Fanya merasa lebih baik.

"Ada yang mau diceritain? Cerita aja, Kakak dengerin."

Fanya menatap Angkasa sekilas, lalu menunduk sambil meremas bedcover yang menyelimuti sebagian tubuhnya saat ini.

"Makasih ya, Kak Angka, dan maaf."

"Kenapa minta maaf?"

"Maaf karena aku enggak pernah cerita soal ... kak Naomi ternyata kakak tiri aku."

Jujur, Angkasa sedikit kaget dengan apa yang baru ia ketahui hari ini. Ia tidak pernah menyangka jika gadis yang selalu merecoki hidupnya itu adalah kakak tiri Fanya. Dunia ini benar-benar sempit.

"It's ok. Pasti ada alasannya kenapa kamu enggak pernah ceritain ini."

Untuk sesaat Fanya diam, sibuk memainkan jemarinya di atas bedcover seperti tengah menimang-nimang sesuatu.

"Iya ... soalnya Kak Naomi enggak suka kalau orang-orang tahu kita sodaraan. Aku enggak tahu kenapa, tapi kak Naomi dari awal emang enggak pernah suka sama aku. Makanya aku enggak pernah cerita ke siapa-siapa, dan di sekolah pun kita kayak orang yang enggak saling kenal," ujar Fanya pelan.

"Padahal ... selama ini aku udah berusaha buat akrabin diri sama kak Naomi, tapi dianya terus sentimen sama aku. Bahkan hari ini, di pesta ulang tahun aku, dia sampai bertindak kayak gitu saking enggak sukanya sama aku, padahal aku cuma mau peluk dia dan minta ucapan selamat ulang tahun," lanjut Fanya dan terus berlanjut.

Angkasa hanya diam, mendengarkan semua cerita Fanya tentang Rainne, tentang seberapa benci Rainne terhadapnya, dan apa saja yang sudah gadis itu lakukan terhadap Fanya selama ini. Angkasa sama sekali tidak berkomentar, karena Fanya sepertinya hanya butuh didengar. Saat gadis itu mulai terbawa emosi dan menangis, Angkasa memberikan pelukannya dan membiarkan gadis itu tertidur.

Angkasa melirik jam dinding di kamar Fanya, ini sudah malam dan lebih baik ia segera pulang. Setelah memastikan Fanya tidur, Angkasa melepaskan pelukannya dan membenarkan posisi tidur Fanya. Ia menyelimuti gadis itu dan mengusap rambutnya sebelum pergi.

Ia tutup dengan perlahan kamar Fanya. Alih-alih langsung pergi, Angkasa malah diam di tempat saat menyadari kehadiran sosok gadis yang sedang berdiri di samping pintu kamar Fanya.

Entah sudah berapa lama gadis itu diam di sana, kemungkinan besar ia mendengarkan semua hal yang diceritakan Fanya tadi.

"Angkasa," panggil gadis itu dengan suara lirih.

Tidak ada sahutan dari Angkasa. Lelaki itu hanya berbalik hingga posisinya kini menghadap pada gadis itu.

Rainne tersenyum tipis, dengan mata sembab terlihat habis menangis.

"Apa kamu juga bakal percaya sama Fanya? Apa dimata kamu juga aku memang seburuk itu?"

Suara Rainne sangat pelan, tapi Angkasa bisa mendengar jelas kesedihan dan luka dari pertanyaan yang dilontarkannya. Namun, sebelum Angkasa sempat menyahuti, gadis itu sudah terlebih dulu menyungingkan senyum dengan sorot mata kecewa lalu kemudian pergi.

🌧

satu kata buat fanya? hehe siluman betina memang.

next chapter mau kapan?

di chapter depan maunya adegan apa?

doain dulu ya dua minggu ke depan aku uas. gatau deh tiap deket deket ujian otak aku buat nulis selalu lancar, heran banget gitu ya waktunya tuh gatepat. semoga aku bisa nyempetin buat rajin nulis dan update 😭

🧟‍♂️tetep jaga kesehatan🧟‍♂️

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

Monster Tyrant [END] Nursida122004 द्वारा

किशोर उपन्यास

1.3M 122K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
MIRACLE [Completed] Fera Febriana द्वारा

किशोर उपन्यास

2.4M 170K 44
HIGH RANK #1 in Teenfiction [26 Februari 2019] "kenapa gue mikirin si culun mulu sih?" - Rebeca Anjani "Gue anti cewek populer. sorry" - Satria Geral...
1.2M 206K 48
(SUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI GRAMEDIA | PART MASIH LENGKAP) Gwen tidak pernah menyangka bahwa kecintaannya pada hewan bisa membuatnya terjerumus unt...
MARSELANA kiaa द्वारा

किशोर उपन्यास

1.6M 34.4K 15
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...