The Devil ✓

By alreschariys

1.1M 106K 37.6K

[FOLLOW SEBELUM BACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE] RECOBRA CHRONICLES BOOK 1 ••• Perjanjian sumpah darah... More

ATTENTION
THE DEVIL
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
[S2] Chapter 28
[S2] Chapter 29
[S2] Chapter 30
[S2] Chapter 31
[S2] Chapter 32
[S2] Chapter 33
[S2] Chapter 34
[S2] Chapter 35
[S2] Chapter 36
[S2] Chapter 37
[S2] Chapter 38
[S2] Chapter 39
[S2] Chapter 40
[S2] Chapter 41
[S2] Chapter 42
[S2] Chapter 43
[S2] Chapter 44
[S2] Chapter 45

Chapter 11

28.8K 3.7K 2.1K
By alreschariys

"A thing that looks precious but is actually a curse."
᚜ ALEXA ᚛

⚜⚜⚜

“Bibi, apa mereka masih lama?”

“Kau sudah bertanya lebih dari sepuluh kali. Apa kau benar-benar tidak sabar bertemu Leone?”

Alexa memutar matanya sembari menghela napas kecewa. Bukan itu maksud pertanyaannya. Satu menit saja sudah sangat berharga bagi Alexa. Tapi Leone dan pamannya belum juga menampakkan diri di tempat itu. Alexa merasa bosan. Terlebih lagi ia sudah menahan lapar selama hampir satu jam, walaupun ia dan Sofia baru tiba di restoran itu lima belas menit lalu. Sesuai janji pertemuan, tepat pukul 7 malam.

"Bibi, aku ingin pergi ke toilet," kata Alexa.

"Baiklah. Tapi cepat. Jangan sampai mereka datang dan menunggumu."

Alexa tersenyum kecut. Gadis itu lalu berdiri dan meninggalkan sang bibi seorang diri. Keluar dari ruangan bernuansa klasik yang dibuat khusus untuk tamu VIP atau pertemuan penting para anggota keluarga Morelli.

Restoran mewah yang hanya menyuguhkan makanan Italia itu merupakan salah satu bisnis milik D'Angelo yang dikelola oleh Sofia. Wanita itu juga sedang bersiap untuk terjun ke dunia perhotelan, karena melihat tingginya peminat akhir-akhir ini. Dengan bantuan keluarga Luciano, Sofia yakin jika bisnisnya nanti akan berkembang lebih cepat dari sebelumnya. Ia memiliki perencanaan yang matang.

⚜⚜⚜

Tiga jam lalu, Sofia berdiri di samping ranjang besar dengan kedua tangan terlipat. Ia menahan dirinya untuk tidak menarik selimut hitam dan menyeret seorang gadis yang berbaring tenang dibalik kain tebal itu. Alexa terlelap tidur karena tak mampu menahan kantuk setelah berdebat dengannya selama hampir dua jam. Pembicaraan empat mata yang sempat memanas karena Alexa tak terima dengan keputusan yang ia ambil.

Saat Alexa menyadari jika ia tersesat karena tak hafal dengan jalanan Kota Roma, ia memilih untuk kembali ke jalan utama dan segera pergi kerumah sang paman. Sofia sempat terkejut karena Alexa datang dengan motor seperti gadis berandal yang suka mengebut di jalanan. Tentu saja gadis itu langsung disambut dengan teguran serta nasehat panjang dari bibinya.

Sofia pernah mengatakan pada Alexa, jika salah satu aturan yang harus ditaati ketika berada di rumah Rousseau adalah menjaga sopan santun dan etika. Sofia ingin Alexa menjadi gadis yang anggun dan elegan. Jauh dari image anggota kepolisian atau agen rahasia pada umumnya. Itulah mengapa ia tak suka jika Alexa mengendarai motor untuk bepergian ketika sang ayah sudah meminta Zergas menjadi sopir pribadi sekaligus bodyguard untuk gadis itu.

Sofia segera menghubungi Zergas untuk datang ke rumah utama. Ia menyita motor baru Alexa dan menjadikan benda itu salah satu penghuni baru di garasi rumah Rousseau. Tempat yang dipenuhi dengan koleksi mobil mewah milik Jason. Gadis itu hanya bisa pasrah. Jika ia tak menurut, semua kartunya akan diambil. Ia juga harus kembali tinggal di rumah itu. Sudah pasti, ia tidak akan bisa bebas dari sana untuk kedua kalinya.

Setelah makan siang, mereka melakukan perbincangan di ruang kerja Rousseau. Saat inilah dua jam yang penuh dengan drama. Dengan bukti surat yang diberikan Galen sebelum ia pergi ke Singapura, Alexa meyakinkan Sofia untuk memperbolehkannya kembali ke Indonesia selama beberapa hari. Gadis itu ingin secepatnya menyelidiki kebenaran dari surat yang ditulis oleh sang kawan.

Jawaban Sofia sudah pasti, tidak. Tidak akan dan tidak mungkin Sofia mengizinkan Alexa untuk kembali ke Indonesia. Alexa harus tetap di Italia dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama Leone sebelum hari pernikahan. Itulah rencana Sofia.

Gadis itu tidak bisa membantah karena sang bibi dengan cekatan menghubungi kakeknya. Melaporkan semua kejadian hari ini pada D'Angelo dengan bumbu yang sedikit dilebih-lebihkan. Alexa langsung mendapatkan perintah dari sang kakek untuk tidak mencari masalah. Pria paruh baya itu bahkan mengungkit kematian kedua orangtuanya sebagai pengingat. Gadis itu mengalah. Tak ada gunanya melawan orang yang sudah pasti menang.

Sofia mengatakan pada Alexa jika ia tak perlu khawatir tentang kelanjutan penyelidikan yang sudah diatur sedemikian rupa. Gadis itu hanya perlu menunggu dan fokus para persiapan pernikahan. Serta rencana pengangkatannya sebagai CEO dalam waktu tiga bulan.

Akan lebih baik jika kesepakatan itu segera dilakukan. Perjanjian Alexander dan Anthony adalah perjanjian yang menggunakan sumpah darah, dimana batas waktunya adalah ulang tahun Alexa yang ke-23. Gadis itu akan segera berusia 23 tahun, tepat setelah dua minggu ia menginjakkan kaki di Italia.

Sofia ingin Alexa memulai hidupnya yang baru sebagai cucu dari D’Angelo Van Morelli, konglomerat Italia yang memimpin perusahaan keuangan terbesar di negara itu. Bukan sebagai agen rahasia yang sedang mencari kebenaran dibalik kematian kedua orangtuanya. Walaupun Alexa datang untuk menemukan puzzle yang hilang, ia tak bisa lepas dari aturan D'Angelo yang begitu ketat. Aturan yang harus dipatuhi sampai dirinya resmi menjadi bagian dari keluarga Luciano.

Sofia akhirnya mengurung Alexa di kamarnya sejak sore hingga malam. Gadis itu tidak diperbolehkan keluar sampai ia bersiap untuk acara makan malam pertamanya dengan Leone. Sofia dan Carlo sudah merencanakan pertemuan ini sejak kemarin. Semua harus berjalan dengan baik.

⚜⚜⚜

Alexa kembali dari toilet setelah lima menit berlalu dengan cepat. Saat tangannya memegang kenop dan membuka pintu, ia mendengar seseorang memanggil namanya.

"Alexa, vieni qui," titah Sofia.
[Alexa, kemarilah]

Semua orang diruangan itu menatap gadis dengan gaun hitam sepaha yang berjalan kearah meja makan. Pakaian yang ia kenakan memperlihatkan lekuk tubuh indah layaknya jam pasir. Rambut ikal panjang yang terurai sempurna memberi kesan sederhana namun sangat manis. Aura gadis itu sangat positif. Dua laki-laki tampan yang duduk berdampingan jelas ikut terpana ketika melihat kecantikan alami Alexa.

Carlo dan Leone terlihat sangat berwibawa dengan balutan jas single breasted hitam berdasi. Mereka akhirnya tiba disaat yang bersamaan setelah terlambat karena jalanan Roma yang cukup padat. Carlo dan Leone bertemu di depan restoran saat petugas parkir valet meminta kunci mobil Leone untuk diparkirkan. Sedangkan sang paman datang dengan Limousine bersama beberapa Capo. Tentu saja untuk menjaga pertemuan sang Tuan Muda hari ini.

Saat Alexa duduk, ia menatap puluhan mawar merah yang sudah tertata rapi dimeja itu. Ia penasaran kenapa tiba-tiba ada salah satu bunga kesukaannya di meja yang sebelumnya hanya ada beberapa tangkai tulip.

"Hadiah dariku, Nona."

Jantung Alexa tiba-tiba berdegup kencang karena tatapan Leone yang begitu dalam. Suaranya beratnya juga begitu sopan untuk didengar. Laki-laki itu tak mengalihkan pandangannya sedetikpun dari Alexa. Sejak Alexa masuk dan tersenyum pada mereka yang ada di meja makan, Leone sudah menginginkan gadis itu.

Leone terpesona. Ini seperti mimpi baginya. Mimpi indah yang membuat Leone tak ingin segera bangun untuk menghadapi kenyataan kejam. Kerinduan yang amat mendalam selama bertahun-tahun, akhirnya terbayarkan.

"Apa kau benar-benar Alexa? Putri tunggal Alexander?" Carlo menjadi orang pertama yang mengajukan sebuah pertanyaan dasar. Ia terlihat tak percaya jika yang di depannya saat ini adalah Alexa.

"Iya, Tuan. Saya Alexa, Alexa Rachele Morelli."

Carlo langsung mengalihkan perhatiannya pada Leone. Laki-laki itu memang diam seperti biasanya. Tapi bagi Carlo, sorot mata Leone sudah cukup untuk menjelaskan semua yang ada dalam pikiran laki-laki itu. Perempuan yang akan menjadi istri Leone, memiliki wajah yang sangat mirip dengan kakak iparnya. Isabella Luciano, mantan istri Don keluarga Luciano yang harus meregang nyawa setelah melahirkan putra keduanya.

Wajah Alexa bak pinang dibelah dua jika disandingkan dengan foto lama Isabella. Jika masa muda Isabella bertemu dengan Alexa, orang-orang mungkin akan berpikir jika mereka adalah kembar identik. Satu wajah dengan dua tubuh. Hanya saja, perawakan mereka sedikit berbeda. Alexa terlihat lebih tinggi dan memiliki aura yang lebih kuat dari Isabella. Gadis itu tampak lebih mendominasi jika dibandingkan dengan Isabella yang sangat feminim dan lembut.

"Leone, berhenti menatapnya seperti itu. Kau membuatnya tidak nyaman." Carlo memperingatkan laki-laki disampingnya.

Sofia mencoba mencairkan suasana sebelum makan malam mereka dimulai. "Kurasa dia sangat menyukai Alexa. Bukankah itu bagus? Mereka terlihat sangat cocok menjadi sepasang suami istri." Senyuman dan tawa ringan Sofia membuat Alexa melebarkan senyumnya.

Gadis itu tak menampik jika Leone memang benar-benar tampan seperti kata Sofia. Laki-laki itu memiliki aura dan pesona yang begitu kuat. Ia seperti laki-laki yang sulit untuk digapai. Alexa hanya pernah sekali bertemu dengan laki-laki seperti itu. Ayahnya, Alexander Morelli. Pria yang terlihat dingin dan misterius. Pikiran buruk Alexa menghilang ketika melihat Leone menaikkan sudut bibirnya saat kedua manik mereka bertemu. Ia pikir Leone tidak akan menyukainya, tapi ternyata ia salah besar.

Kontak mata singkat hampir membuat Alexa kehilangan kontrol diri. Ia bahkan tersipu malu karena Leone tak berhenti menunjukkan tatapan kagum kepadanya. Gadis itu merasa beruntung.

"Sei così bella, signorina Alexa."
[Kau sangat cantik, Nona Alexa]

"Grazie, signor Leone. Anche tu sei fantastica stasera."
[Terimakasih, Tuan Leone. Anda terlihat luar biasa malam ini]

"Vivo di nuovo, grazie a te. Grazie mille."
[Aku hidup kembali, karenamu. Terimakasih banyak]

Percakapan singkat itu secara tak langsung membuka acara makan malam mereka hari ini. Semua berjalan dengan baik. Carlo dan Sofia sibuk membicarakan acara pernikahan para keponakannya. Sedangkan Alexa tiba-tiba menjadi pendiam seperti Leone. Ia tidak tahu harus memulai darimana. Gadis itu hanya berbicara setiap Carlo mengajukan pertanyaan padanya. Begitu juga Leone. Karena memang pada dasarnya, laki-laki itu adalah orang yang pendiam.

Setelah makanan penutup datang, mereka kembali berbincang ringan selama beberapa menit. Hingga Alexa kembali minta izin pada sang bibi untuk pergi ke toilet. Ketika Alexa kembali ke ruangan itu, ia mendapati Sofia dan Carlo sudah tidak ada di kursinya. Tak ada seorang pun di meja makan seperti sebelum ia keluar dari ruangan itu. Matanya hanya menemukan seorang laki-laki yang duduk bersandar di sofa berwarna putih gading. Didekat jendela besar yang memperlihatkan pemandangan Colloseum saat malam hari.

Itu Leone. Ia mematri sebuah senyum simpul pada Alexa yang berdiri diambang pintu.

Come here,” suara berat Leone memecah keheningan. Ia menepuk pahanya sebagai isyarat. Tatapan mengintimidasi itu mampu  menghipnotis Alexa.

Perlahan gadis itu berjalan mendekati calon suaminya. "It's okay," kata Leone. Laki-laki itu membuka tangannya untuk Alexa, dan gadis itu menerimanya. Tangan Leone mulai melingkar dipinggang ramping sang kekasih. Disaat yang bersamaan, Alexa melingkarkan tangannya dipundak Leone. Laki-laki itu melepaskan alas kaki Alexa dan menaruhnya di depan sofa.

Kedua mata Leone tak berkedip ketika menelisik kedalam manik cokelat Alexa yang sejernih embun. Wajah mereka sangat dekat. Tidak sampai sejengkal jaraknya. Sangat cantik. Leone tak akan pernah melepaskan gadis itu dari genggamannya. Mulai detik ini, Alexa adalah miliknya. Alexa adalah milik Leone seorang. Gadis itu tidak akan bisa pergi, jika bukan kematian yang lebih dulu menjemputnya.

"You are mine now."

"Yours?" Alexa meyakinkan dirinya.

"Yes, mine. Only mine."

Tidak bisa. Alexa tidak bisa menahan senyumnya untuk tak mengembang. Membuat Leone ikut tersenyum setelah melihat gadis itu tersipu malu. Sangat lucu. Sampai akhirnya, gadis itu menyadari jika ada sesuatu yang mengganjal dibawah sana. Dengan polos Alexa bertanya, “apakah kantongmu selalu penuh?”

Leone menyeringai. Mungkin gadis itu berpikir jika yang ada dibawah sana adalah dompetnya. Padahal semua barang-barangnya ada di atas meja. Leone menjawabnya dengan sedikit berbisik, “My pockets are empty, darling. Big isn’t it?

Kedua manik Alexa membulat sempurna. Suara husky Leone membuatnya menelan saliva susah payah. Ia membeku di pangkuan laki-laki itu sembari berusaha memahami apa maksud perkataannya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dengan pipi yang mulai memerah. Berusaha mengalihkan pandangannya secepat mungkin agar tak bertatapan dengan laki-laki yang kembali tertawa pelan entah mengapa.

"You want to try it?"

"A-apa?"

Untuk pertama kalinya, ia tertawa puas karena seorang perempuan—selain ibunya. Leone merasa sangat bahagia saat ini. Ia berharap waktu bisa berhenti dan tetap membuat gadis itu berada dalam pelukannya. Leone mendapatkan dunianya kembali.

Setelah bertemu dengan Alexa, ia merasa sang ayah membuat keputusan yang sangat tepat. Saat mendengar kabar kematian Alexander, Anthony menjelaskan pada seluruh anggota keluarga jika ia pernah membuat perjanjian darah dengan sahabatnya untuk sebuah perjodohan. Leone tak bisa menolak karena itu bukanlah perjanjian biasa. Sang ayah membuatnya bersumpah untuk menikahi putri tunggal sahabatnya dan melindungi gadis itu dengan nyawanya.

Untuk membuat Leone yakin dengan keputusan itu, Carlo memberikan sebuah foto yang tampak tak asing bagi keluarga itu. Laki-laki itu berpikir jika sang paman salah memberikan foto, tapi nyatanya tidak. Itu adalah Alexa. Wajah yang sangat mirip dengan sang ibunda dari segala sisi. Leone seperti melihat ibunya hidup kembali. Satu-satunya hal yang bisa membuatnya bahagia. Mungkin, ia tak perlu menjadi monster ketika bersama perempuan itu. Mungkin, ia akan menemukan rumah baru lebih nyaman daripada membunuh orang-orang yang berdosa. Mungkin, takdir baik akan berpihak padanya kali ini.

"Aku tidak suka," gumam Leone tiba-tiba.

"Tidak suka? Denganku?"

"Tidak. Aku tidak suka jika kau menggunakan pakaian seperti ini saat diluar. Banyak laki-laki mata keranjang yang akan melirikmu."

Alexa sedikit terkejut. Rupanya laki-laki ini cukup posesif. Leone pikir, tidak baik jika banyak laki-laki yang terpesona karena kecantikan dan kemolekan gadis itu. Walaupun itu baik, Leone tetap tidak suka.

Alexa menganggap itu sebagai sebuah pujian. "Baiklah. Aku tidak akan memakainya lagi. Lagipula aku tidak suka pakaian ini."

"Kenapa tidak?"

"Terlalu terbuka. Bibi yang menyuruhku untuk berdandan dan menggunakan gaun ini menarik perhatianmu," kata Alexa. Ia sudah kembali menjadi dirinya sendiri. Gadis jujur yang percaya diri. "Tapi kurasa itu tidak perlu."

"Benar. Itu tidak perlu. Walaupun kau tidak menggunakan pakaian, aku akan tetap menyukainya."

Kali ini Alexa menjawabnya di dengan cerdik. "Apa kau ingin aku mengeluarkan pisau yang kubawa?"

Mendengar hal itu, Leone secara tiba-tiba teringat jika gadis itu adalah seorang mantan agen rahasia. Sangat menarik. Rasanya semesta ingin membuat sebuah cerita yang berbeda. Keduanya sangat berlawanan. Tapi takdir mempertemukan keduanya, untuk menjelaskan harga dari sebuah cinta.

"Kau pandai juga mengancam," desis Leone. "Bagaimana jika kau terluka karena benda-benda seperti itu? Aku senang karena kau sudah keluar dari tempatmu bekerja. Pasti sangat sulit untuk menjadi seorang detektif."

Alexa menyipitkan kedua matanya. Bingung. Dahinya sedikit berkerut. Laki-laki itu sepertinya tahu banyak hal tentang dirinya. Ia curiga jika Leone sudah memperhatikannya sejak lama. Tapi apa itu mungkin? Saat bekerja sebagai anggota Orion, tidak sembarang orang bisa mendapatkan informasi para anggotanya. Mereka benar-benar menjaga privasi seluruh anggota.

Seberapa banyak yang bibi katakan pada laki-laki ini? Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan.

"Mencari uang memang melelahkan. Kau pasti juga lelah mengurus perusahaanmu. Kudengar mereka sangat besar. Apa mereka baik-baik saja?" Balas Alexa dengan wajah amat penasaran.

Leone terdiam sejenak. Menundukkan pandangan dengan sedikit rasa bersalah. Alexa menyadari sesuatu jika ada sesuatu yang janggal. Mungkin laki-laki itu tidak suka membicarakan masalah kantor. Ia pun mencoba memperbaiki pernyataannya.

"Mmm … kita akan menjadi suami istri nanti. Jadi kau bisa menceritakan apapun padaku, dan aku akan memberikan pendapatku untuk itu. Tapi, jika kau memang tak ingin menceritakannya, aku tidak apa-apa." Senyuman hangat diakhir kalimat membuat Leone menatap lekat gadis itu untuk kesekian kalinya.

"Terimakasih, Alexa." Leone kembali memperdengarkan suara beratnya. Itu terdengar sedih. "Kau ... sangat mirip dengan ibuku."

"Benarkah? Bagaimana kabarnya? Apa menurutmu dia akan menyukaiku?"

"Dia sudah tiada. Tapi menurutku, dia pasti akan sangat menyukaimu."

Alexa mengerjapkan matanya dan spontan menutup mulut dengan satu tangan. Ia merutuki dirinya sendiri karena tak mencari tahu lebih banyak tentang calon suaminya. Sangat memalukan. Saat ini ia benar-benar ingin menghilang dari muka bumi. Is merasa bersalah karena sudah bertanya dengan penuh semangat seperti tadi. Spontan saja ia menyembunyikan wajahnya dengan dua telapak tangan dan membaringkan kepala di atas dada bidang Leone.

"Aku tidak tahu. Tolong jangan marah," pinta Alexa. Ia tak berani memandang laki-laki itu.

"Tidak. Aku tidak akan bisa marah denganmu, sayang."

Leone memeluk gadis itu dan mengusap punggungnya sesekali. Ia tak akan bisa marah dengan Alexa. Hanya sebuah pertemuan singkat mampu membuatnya jatuh cinta setengah mati. Tak mungkin ia menyakiti gadis itu hanya karena masalah sederhana.

Alexa mengintip. Mendongak dan mulai memperhatikan wajah Leone yang sempurna tanpa cacat. Berada di dekapan laki-laki ternyata sangat nyaman. Gadis itu, jatuh cinta. Leone memperlakukannya dengan sangat baik. Ia pikir, calon suaminya adalah pria keras yang suka mengatur karena merasa lebih berkuasa atau lebih kuat. Tapi nyatanya, Leone bersikap sangat hangat. Walaupun hanya ia tunjukkan ketika mereka sedang berdua saja.

Semerbak citrus dari parfum Leone membuat Alexa ingin terus berada di posisi itu. Gadis itu tampaknya sedang dimabuk asmara. Hingga secara tiba-tiba, sesuatu mulai terlintas di kepalanya. Tentang sebuah tato yang Dante ceritakan padanya saat perjalanan ke Singapura.

"Leone."

"Hm?"

"Apa kau juga memiliki tato seperti Dante?"

Leone berpikir sejenak karena pertanyaan Alexa yang tak terduga. "Ya. Aku memilikinya."

"Kau tahu? Itu terlihat sangat menarik. Dante mengatakan jika itu hanya dimiliki oleh keluargamu karena kalian yang memimpin. Tapi aku tidak paham apa maksudnya. Apa aku boleh tahu darimu?"

"Tidak."

"Tidak?"

Leone tak mengulangi perkataannya dua kali. Ia belum siap. Ia belum siap untuk memberi tahu Alexa jika gadis itu akan menikah dengan calon pemimpin dari keluarga mafia. Mungkin Alexa tak akan menerimanya dan memilih untuk pergi karena tahu identitasnya yang asli. Karena sebelumnya, Alexa bekerja untuk menghukum orang-orang seperti mereka. Masuk akal jika Alexa mungkin akan memberontak dalam perjodohan ini karena hal tersebut.

Alexa kembali diam. Ia tak akan memaksa. Mereka bertahan diposisi yang sama dalam waktu lama. Sampai akhirnya ponsel Leone yang ada diatas meja bergetar. Leone mengangkat gadis itu dan tersenyum singkat pada Alexa. Mendudukkannya disisi samping sofa.

"Tunggu sebentar."

"Tentu saja."

Laki-laki itu pergi untuk mengangkat teleponnya. Punggung Leone membuat Alexa teringat akan seseorang.

Seperti ... Milo.

Raut wajah Alexa mulai terlihat kecewa. Ia tak menyangka jika sampai sekarang laki-laki itu tak menghubunginya sama sekali. Ia hanya bertemu dengan Jason saat kembali ke rumah sang paman. Laki-laki itu mengatakan jika Milo pergi menemui sang kakek setelah ia pindah ke rumah sang ayah—tanpa sepengetahuan Milo.

Setelah pulang dari makam, Alexa tak kembali ke rumah Rousseau. Barang-barangnya diantar oleh Zergas pada malam hari. Ia sudah mencoba menghubungi Milo, tak laki-laki itu bahkan tak membuka pesannya sama sekali. Ia khawatir. Tapi Sofia memberitahunya jika Milo akan kembali dalam waktu dekat. Entah apa yang terjadi, tapi Alexa tak bisa berbuat apa-apa.

Ketika Leone selesai menelepon, tiba-tiba ia memasangkan heels hitam itu kembali ke tempatnya. Tanpa mengatakan sepatah katapun, ia  menarik tangan Alexa untuk keluar dari ruangan itu. Tatapannya berubah dingin dan menakutkan. Gadis itu menjadi sangat bingung karena perubahan sikap Leone. Auranya berubah gelap. Sesuatu yang buruk sepertinya telah terjadi.

"Leone? Siapa yang menelepon?"

Leone tetap diam sampai mereka memasuki lift. Laki-laki itu menekan tombol menuju ke lantai dasar dengan cepat. Alexa menatap khawatir. Laki-laki itu terlihat seperti ingin membunuh seseorang. Menyeramkan.

"Kenapa kau diam saja?" Alexa kembali bertanya dengan penuh penekanan.

Laki-laki lalu menatapnya sesaat. Alexa melihat tatapan takut yang bercampur dengan amarah.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Leone menarik Alexa ke dalam pelukannya. Membelai rambut gadis itu dengan penuh kasih sayang. "Tidak apa-apa. Kau tidak perlu khawatir. Aku akan membunuh mereka semua dengan cepat. Tetaplah dirumah sampai aku pulang. Mengerti?"

Ketika laki-laki itu melepaskan pelukannya. Alexa menuntut penjelasan. "Apa yang kau katakan? Membunuh? Kenapa kau harus membunuh? Siapa yang akan kau bunuh?" Jantung Alexa kembali berdetak lebih cepat. Leone terlihat tak main-main dengan ucapan yang keluar dari mulutnya.

Disaat yang bersamaan, pintu lift terbuka. Leone tanpa ragu menarik gadis itu menuju ke sebuah mobil yang sudah terparkir di depan pintu masuk restoran. Saat Leone ingin membukakan pintu untuk Alexa, gadis itu menepis tangannya tanpa ragu. Ia memberontak.

"Aku tidak akan pergi."

"Alexa, aku tidak bisa menerima penolakan saat ini."

"Kau tuli? Aku tidak akan pergi denganmu! Aku akan pulang bersama bibi," tegas Alexa.

Leone menghela napas. Frustasi. Ia harus membawa Alexa pulang secepatnya. Pulang, kerumahnya. Laura kembali membuat masalah dengan meninggalkan pesan ancaman. Ia tahu tentang pertemuannya dengan Alexa. Verdant menelepon secepat mungkin untuk memperingatkan tuannya.

"Kau pulang bersamaku, Alexa."

Tatapan tajam Alexa tak membuatnya mengurungkan niat untuk segera membawa gadis itu masuk ke dalam mobil. Sayangnya, Alexa kembali menolak dan malah berjalan menjauh dari mobilnya. Kesabaran laki-laki itu sedang diuji.

"Kau mau kemana?"

"Menunggu Zergas. Pasti dia akan segera datang untuk menjemputku dan bibi."

Leone menarik tangan gadis itu agar ia menghentikan langkahnya. "Dia tidak akan datang."

Langkah gadis itu terhenti tepat di depan pintu masuk restoran. "Kenapa tidak?"

"Bibimu sudah pulang. Begitu juga dengan pamanku. Jadi kau akan pulang bersamaku."

"Kau tidak menganggapku ada. Kenapa aku harus pulang bersamamu?"

"Mengapa kau berkata seperti itu?"

"Kau tidak mau menjawab pertanyaanku dan langsung menyeretku masuk ke dalam mobil," keluh Alexa. "Itu sangat tidak sopan!"

Leone terdiam. Matanya bergerak kesana kemari. Gelisah. Gadis itu lalu mendekatkan dirinya dan menatap lekat kedua manik Leone yang mulai berapi-api.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau berbicara tentang membunuh seseorang? Apa kau benar-benar akan melakukannya?"

"Aku tidak bisa mengatakannya."

"Kenapa tidak?"

Laki-laki itu mematung. Ia tak mungkin menjelaskan apa yang sedang terjadi saat ini. Ia memikirkan cara untuk membawa Alexa pergi dari tempat itu. Tempat paling aman, dimana seorang pun tak akan bisa menyakiti calon istrinya.

"Leone, tolong katakan sesuatu." Sorot mata Alexa menggambarkan jika ia sedang menunggu penjelasan dari laki-laki itu.

"Alexa, aku memiliki banyak musuh. Mereka selalu mencari kesempatan untuk membunuhku setiap saat. Tapi aku bertahan sampai detik ini karena aku lebih kuat dari mereka. Sekarang, aku harus melindungimu sebagai calon istriku. Aku tahu kalau kau adalah wanita yang kuat, tapi duniaku lebih kejam dari yang kau kira. Aku tidak bisa membuatmu terluka karena pekerjaanku. Kau harus percaya padaku."

Wajah Alexa penuh tanda tanya. Mengapa Leone selalu mengatakan sesuatu yang tak bisa ia pahami dengan cepat. "Pekerjaan? Pekerjaan apa maksudmu? Bukankah kau hanya seorang pebisnis biasa? Apa dunia bisnis sampai sekejam itu sampai kalian harus saling membunuh?"

Leone mengusap wajahnya gusar sebelum menatap lantai marmer putih dengan pola abstrak. Mencoba mencari jawaban yang tepat agar Alexa tak lagi bertanya karena keingintahuannya yang sangat besar. Sesekali ia menatap sekitar untuk mencari tahu apakah para Capo-nya pergi dengan sang paman atau tidak.

"Alexa, sebaiknya kita—"

"Leone …" Suara lirih Alexa menghentikan ucapannya. Air mata gadis itu tiba-tiba meluncur tanpa sepengetahuannya. Seakan warna kehidupan telah lenyap, wajah Alexa berubah pucat pasi. Kedua manik indah itu ikut membola.

Jantung Leone seakan berhenti. Kala melihat Alexa memegang perutnya yang sudah mengeluarkan banyak darah. Bahkan cairan itu sudah merembes hingga membasahi lantai marmer yang dingin. Tangan Alexa ingin meraih lengan Leone. Tapi pandangannya sudah semakin buram.

"S-sakit ..."

Tubuh gadis itu akhirnya tumbang saat ia masih berusaha menghentikan darah yang terus mengalir keluar dari tubuhnya. Tangan Leone dengan sigap menopang Alexa agar kepala gadis itu tak terbentur ke lantai.

Ia mendengar suara bising dari orang-orang disekitarnya. Mereka berlarian menjauh ketika mendengar dua suara tembakan entah darimana. Leone tak memperdulikan hal itu. Ia hanya memperhatikan Alexa yang mulai kehilangan kesadarannya.

"No no no ... Please please ... Alexa, don't close your eyes, honey. I'm here, everything will be fine. I'm here ... okay?"

Leone menyingkirkan surai rambut Alexa yang menutupi wajahnya. Ia memeluk tubuh yang mulai dingin. Tangannya berubah merah. Tapi ia tak peduli dengan semua itu. Bibir Alexa seakan ingin mengucapkan sesuatu, tetapi tertahan. Leone berusaha mati-matian untuk menghentikan pendarahan kekasihnya, tapi cairan merah itu malah semakin membasahi lantai.

"It's okay, Leone ... "

Tangan Alexa sempat menghapus air mata Leone. Ia tak menyangka jika laki-laki itu bisa menangis. Tapi, pemandangan ini terlalu menyakitkan baginya. Mereka baru saja bertemu beberapa jam lalu, namun semua berubah begitu cepat.

"You'll be fine, sweetheart. I promise."

Alexa mencoba membisikkan sesuatu pada laki-laki itu. Wajahnya ikut pucat. Membuat Alexa ingin tertawa, tapi ia tidak bisa. Ia berusaha sangat keras untuk membuat Leone mendengarnya.

"Non morirò."
[Aku tidak akan mati]

Dada Leone mulai terasa sesak. Setelah ucapan singkat itu, kesadaran Alexa mulai menghilang. Membuat kewarasan Leone, juga hampir ikut lenyap.

Continue Reading

You'll Also Like

533K 68K 142
Sinopsis : Bittersweet suami istri seorang Mafia .. publish : 26 oktober 2020 End : 4 Maret 2021
About You By ‎

Teen Fiction

49.4K 5.3K 27
[PRIVAT, FOLLOW UNTUK BACA LENGKAP] Trauma terhadap cinta membuat Leone Ice Fox tak ingin menjalin hubungan dengan perempuan manapun. Pria yang kini...
89.3K 6.3K 57
BOY X BOY ⚠️ JoongDunk Fanfiction 💞 [Around The First Love Story 3] Last Story~~~ Terima kasih untuk yang sudah baca, vote, comment 😊
2.5K 113 13
Ini tentang Cahaya, perempuan cantik bersurai panjang dengan kesederhanaan nya yang tidak banyak berbicara. Sangat menyukai senja dan hobi memasak. W...