"Duniamu itu milikmu, tak perlu iri dengan mereka yang tak menganggap mu."
Dara duduk ditepi ranjangnya, meringis kecil mengobati lututnya akibat insiden tabrak dengan Devon. Cewek berambut sedada itu menaikkan matanya, menatap kosong. Pikirannya berkecamuk seketika, tentang keadaan Ratih. Setelah kejadian malam itu, Ratih nampak biasa saja seolah-olah tak terjadi apapun.
Dara mengesah pelan, menutup salep itu lalu keluar kamar untuk berangkat ke sekolah. Baru saja ia ingin meraih handle pintu, suara Ratih menghentikan gerakan tangannya.
"Sarapan cepet!" titah Ratih ketus tanpa melihat Dara. Cewek itu masih berdiri, merasa aneh dengan sikap neneknya itu.
Dara menipiskan bibirnya, berjalan menghampiri Ratih yang sudah duduk di meja makan.
"Serius Oma?" tanya Dara berbinar, Ratih mengangguk pelan.
"Satu sendok. Cukup! Lalu pergi sekolah," jawab wanita tua itu seraya menuangkan nasi ke piringnya. Mata Ratih tak menatap Dara sama sekali, seolah-olah mengabaikan cucunya.
Mendengar jawaban itu Dara menelan ludah susah payah. Satu sendok? Dara tetap menerimanya, agar Ratih tak marah lagi padanya.
Dengan pelan Dara menarik kursi kayu, mulai mendudukkan bokongnya kemudian mengambil nasi satu sendok. Dara mengamati nasi itu sebelum ia memasukkan kedalam mulutnya. Cewek itu mengunyah dengan mencoba tersenyum.
"Sudah kan? Berangkat sana!" usir Ratih, mengulurkan tangannya menyuruh Dara cepat-cepat pergi.
Dara tersenyum getir, meraih uluran tangan itu. Ia mencium punggung wanita tua itu dengan kulit putih yang mulai mengeriput dimakan usia menghiasi tangannya.
"Makasih Oma, Dara kenyang." Ratih tak membalas ucapan itu, ia terus menatap punggung cucunya yang kian menghilang ditelan pintu.
***
"Dev, besok kamu sibuk gak?" tanya Dira berusaha menyamakan langkahnya dengan Devon. Cowok itu masih diam, menatap lurus dan terus berjalan dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celana.
"Dev, minggu depan kita ada Olimpiade lagi loh, belajar bareng ya? Di apartemen kamu aja gimana?" Devon memberhentikan langkahnya, berbalik menatap Dira dengan malas.
"Berisik!" sentak cowok itu, Dira malah tersenyum manis. Setelah mengatakan itu Devon kembali berjalan mendahului Dira.
"Ayolah Dev, aku ke sana ya? Oke, tunggu pokoknya." Devon menulikan pendengarannya dan terus berjalan hingga memasuki kelas.
Dira dan Devon itu satu kelas. Mereka bisa dibilang siswa terpintar di SMA Bintang. Jika ada ajang Olimpiade pasti yang dicari adalah Dira dan Devon. Namun, kadang kala cowok itu menolak dengan berbagai alasan.
Devon melempar kasar tasnya, yang membuat seisi kelas tersentak kaget. Cowok itu hanya menampakkan ekspresi santai, lalu ikut menjatuhkan tubuhnya.
"Wehh, santai dong!" celetuk Zion sambil mengelus dadanya.
"Dev, lo gak papa?" tanya Agam memastikan, Devon mengangguk pelan. "Gimana kalo kita ntar ke cafe," usul Agam seraya menjentikkan jarinya.
"Gue gak bisa," jawab Devon tenang, mulai mengotak-atik ponselnya.
Agam dan Zion mangut-mangut mengerti, tak berani bertanya lebih jauh. Tak lama datang cewek dengan lipstik tebal yang menghiasi bibir sexy nya. Cewek itu mengerlingkan sebelah matanya pada Devon. Tanpa aba-aba cewek itu langsung mengambil duduk di depan Devon.
"Halo Sayang," sapa cewek itu genit. "Jalan yuk nanti," ajaknya, Devon hanya diam.
Agam dan Zion menahan tawanya mendengar itu. Cewek itu tak gentar, masih mencoba mengajak bicara Devon.
"Ness, mending lo ajak gue," celetuk Zion seraya menyunggar rambutnya kebelakang, Innes memasang wajah ingin muntah.
"Diem lo! Ngaca sana!" sentak Innes geram, Zion mendelik kesal akan itu.
"Elo sana yang ngaca. Devon gak suka sama lo. Ngeyel banget sih Mbaknya. Gak laku?" sarkas Agam ikut menimpali. Innes mengepalkan tangannya, menatap tajam Agam.
"Sayang, kamu mau kan?" tanyanya lagi penuh harap.
"Pergi," kata Devon santai, masih memainkan ponselnya.
"Ayolah Sayang, mau ya? Kemarin kamu udah nolak. Mau ya?" desak Innes lagi, mengguncang pelan lengan Devon. Dengan spontan cowok itu menolehkan kepalanya dengan raut wajah tak santai yang membuat nyali Innes menciut.
"Lo itu nanas." Innes menyatukan alisnya, tak paham. "Manis. Tapi, gatel!" telak Devon pedas, Innes ternganga kecil mendengar itu. Sementara itu Zion dan Agam sudah menyemburkan tawanya.
Tanpa peduli bel akan berbunyi, Devon melangkahkan kakinya keluar kelas. Innes, cewek itu hanya mencibikkan bibirnya, kemudian menghentakkan kakinya kesal dan beranjak duduk di bangkunya.
Saat melewati meja Dira, Innes melempar tatapan sinis nya. "Sok pinter!" cibirnya, Dira memutar bola matanya malas.
Dira dan Innes memang sulit sekali untuk akur. Innes menganggap jika Dira itu akan mengambil Devon darinya, lebih tepatnya Dira saingan Innes untuk mendapatkan sosok Devon.
Di koridor. Cowok bermata elang itu berjalan dengan langkah panjangnya menuju ke belakang sekolah. Pikiran cowok itu tak tenang, memikirkan keluarganya terlebih adik kecilnya. Itu Devon Athalazka.
Setelah sampai, ia mengamati tempat itu yang terlihat sepi dan sangat rimbun. Baru saja ia akan mendudukkan tubuhnya, tak sengaja matanya melihat seorang cewek yang berjalan mengendap-endap, sesekali celingukan seperti takut kepergok.
Devon memiringkan kepalanya, memicingkan matanya untuk memperjelas. Tanpa ragu cowok itu menghampiri cewek itu. Devon menyentuh pundak cewek itu yang membuat si empunya menoleh cepat. Sedetik kemudian cewek itu melebarkan matanya dengan membekap mulutnya.
"Cewek nakal!" maki Devon seraya melirik jam hitam yang melingkari pergelangan tangannya.
Cewek itu hanya diam dengan meremat ujung roknya. Cewek itu ketakutan. Devon masih mengamati cewek itu lamat-lamat, menaikkan satu alisnya menunggu respon cewek itu. Namun, nyatanya cewek itu hanya mengatupkan bibirnya, menggelengkan kepalanya kuat dan berbalik hendak pergi.
Sebelum itu Devon berhasil mencekal tangan cewek itu, menariknya hingga hidung cewek tadi menabrak dada bidangnya. Cewek itu mendongak menatap cowok bengis itu. Bulu mata lentik cewek itu mengerjap pelan, yang membuat Devon terus menatapnya.
Cukup lama mereka di posisi itu, hingga mata cewek itu mulai berkaca-kaca serta keringat dingin yang mulai mengalir di pelipisnya. Liquid bening itu jatuh satu tetes membasahi pipi cewek itu, Devon yang melihatnya langsung melebarkan matanya merasa aneh.
Dia Dara. Cewek yang takut akan sikap bengis cowok itu. Baru saja melihat, Dara sudah menangis karena ketakutan. Dengan pelan cewek itu menggerakkan tangannya, berharap Devon mau melepaskan cekalan tangannya.
"Cengeng!" maki Devon sambil menghempaskan tangan Dara dengan kasar. Tanpa sepatah kata apapun Dara berlari meninggalkan Devon yang masih menatap dengan bingung.
Mata elang itu terus menatap punggung Dara yang semakin menjauh, menarik sudut bibirnya. Tergelak pelan. "Cewek aneh."
#NEXT GAK?
Typo ingatkan ya...
SPAM NEXT DISINI BOLEH?
GIMANA PART INI?
Jangan lupa buat pencet bintang di pojok ya, sertakan komentar kalian juga ya..
THANKS AND HAPPY READING 🧡