CHAPTER 1

4.5K 291 4
                                    



Tring tring!!!

Bunyi gemerincing lonceng depan pintu masuk.

Ketiga pelanggan yang baru saja datang langsung disuguhi suasana tenang di kedai kopi tersebut. Tak heran coffee shop yang baru diresmikan beberapa Minggu yang lalu itu kini telah menjadi perbincangan para penikmat kopi. Desain interior minimalis yang terkesan simpel tanpa dekorasi yang berlebihan mampu memberikan kesan damai bagi pengunjung. Benar benar menarik.

"Sepertinya belum ada pramusajinya" terka Sammy, salah satu pelanggan yang baru saja mendudukkan dirinya di kursi tinggi dekat dengan jendela. Kedua sahabatnya yang lain mengangguk setuju.

"Aku tidak paham kopi pengkopian, biarkan si Sammy yang memesan" ucap Mild dengan nada berbisiknya.

Setelah memberikan tatapan tajamnya, Sammy bangkit menyetujui permintaan kedua sahabatnya itu. Ntah apa yang akan ia pesankan untuk keduanya, yang penting masih layak diminum.

"Kenapa yang datang rata rata cewek yah? Lumayan banget bisa cuci mata" Tanya mild memperhatikan setiap sudut ruangan. Nampaknya memang begitu adanya, para pengunjung didominasi oleh kaum wanita.

Gulf yang ditanya hanya mengendihkan bahunya. Bukankah mereka sama saja baru berkunjung, mengapa hal seperti mesti ditanyakan kepadanya. Alasan para wanita itu datang pastinya ingin menikmati berbagai suguhan kopi disini. Memangnya ada alasan apa lagi? Pikir Gulf.

"Ehhh ehhh kalian tau ga sih?" Tanya Sammy yang baru saja kembali dari meja bar dengan hebohnya.

"Ya mana bisa kami tau kalau kau belum memberitahu"

"Jadi gini kyaaaaaaaaaa" girang Sammy dengan teriakan yang teredam.

"Oh gitu" sahut Mild sambil memutar bola matanya malas. Bukan hanya Mild, Gulf juga telah melakukan hal yang sama. Mengingat sifat sang sahabat yang teriak sebelum menyelesaikan ceritanya itu pertanda berita yang ia bawa tidak penting sama sekali.

"Belum woi"
"Jadi gini, gue tadi nemu belahan jiwa gue astagaaaa"

Nah tepat sekali bukan. Bukan hanya sekali Sammy menemukan belahan jiwanya. Hal tersebut begitu lumrah ditelinga Mild dan Gulf.

"Duh kapan kopinya datang yah?" Gumam Mild mengalihkan pembicaraan.

Sammy menatap dengan wajah kesalnya. Inikah balasan setelah dia mengantri sepanjang rel kereta api demi memesankan kedua sahabatnya itu. Sungguh laknat.

Selagi menunggu pesanan mereka datang, mereka melanjutkan pembahasan tidak penting tadi. Ralat. Bukan ketiganya, hanya Sammy dan Mild yang mengoceh tak henti-hentinya. Sedangkan Gulf menyibukkan diri dengan ponselnya.

Tak berselang lama nomor meja mereka disebut tanda sajian kopi pesanan mereka telah siap. Urusan ambil mengambil masih diambil alih oleh Sammy.

Ia berdiri dengan cepat berjalan menuju meja bar, namun ketika sampai didepan meja itu langkahnya sengaja melambat. Itu semua demi menikmati wajah tampan si barista yang ber nametag 'Yach". Belahan jiwa baru yang menjadi pujaannya mulai detik ini.

"Pahit woekh" teriak Gulf tanpa berpikir. Ia bersumpah itu refleks tanpa ada kesengajaan sama sekali. Teriakan Gulf barusan kerasnya tidak main main. Semua pengunjung ah tidak, semua penghuni di dalam coffee shop itu langsung mengalihkan perhatian mereka pada satu titik.

Gulf berusaha menyembunyikan wajahnya dengan menunduk sekaligus mengangkat buku menu menutupi sosoknya. Sungguh ini sangat memalukan.

Dari awal ia memang tidak mau datang ke kedai kopi manapun karena ia bukanlah penyuka kopi tapi rayuan kedua sahabatnya itu terlalu menggodanya untuk ikut dengan embel-embel kedai itu menyediakan WiFi gratis. Tapi kalau sudah begini ceritanya mau menunya yang gratis pun Gulf tidak akan mau datang lagi. Camkan itu baik baik. Ini pertama dan terakhir kalinya.

















Tbc.

I WANT IT, I GOT IT (END)Where stories live. Discover now