"Mungkin Sarly," jawab Riana.

"Kenapa aku?" Tanya Sarly, "aku tidak ikut-ikutan."

"Aku dengan Ralex, Tiani dengan Alex dan Sarly dengan Gema," ucap Riana sambil tertawa.

"Lalu aku?" Misya cemberut.

"Kau," Riana berpikir keras, "entahlah."

"Kau jomblo," sambung Sarly membuat kedua sahabatnya yang lain tertawa.

"Jahat," Misya melipat kedua tangannya diatas meja kantin.

"Apa boleh buat, mereka hanya tiga bersaudara, seharusnya kurang satu lagi," ucap Tiani.

Misya melirikknya tajam lalu tersenyum misterius, "tanpa kau sadari, kau sudah menerima tuan Alex loh."

Tiani tersadar dan menatap dua sahabatnya yang lain, kini mereka juga ikutan menggoda Tiani. Sial.
🌺🌺🌺

Bel pulang sekolah berbunyi, Riana sudah dijemput sopir pribadinya. Ia akan hendak masuk ke mobil ketika matanya tak sengaja melihat mobil yang sangat familiar. Mata Riana terbelalak ketika ia tahu mobil siapa itu.

"Ralex," gumam Riana. Emosinya naik ketika pria itu menjemput siapa, Ailen. Apalagi ini, pikirnya.

Riana menenangkan pikirannya, ia harus mencari tahu sebelum jejak mereka hilang.

"Pak, tolong turun sebentar," perintah Riana pada sopirnya. Sopir Riana terlihat bingung tapi tak urung mengikuti perintah tuannya. Setelah sopirnya turun, Riana langsung menjalankan. Riana tidak mempedulikan teriakan di belakangnya. Ia harus mengikuti kemana perginya mobil Ralex yang mengangkut Ailen.

Ia tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Sebenarnya mereka ada hubungan apa? Kenapa lagi-lagi Ailen yang di samping pria itu. Riana menggigit ujung kukunya. Emosinya sangat labil. Baru tadi malam pria itu bersamanya, sekarang ia bersama gadis lain. Riana menenangkan dirinya, berfikir positif. Dahi Riana mengerut ketika melihat mobil yang ditumpangi Ralex berhenti di parkiran rumah sakit.

"Siapa yang sakit?" Gumam Riana. Gadis itu menyusul turun dari mobil saat melihat kedua orang itu memasuki lobby rumah sakit. Setelah mereka sedikit jauh, Riana mengikuti di belakang mereka. Beberapa kali ia bersembunyi agar tidak diketahui.

Ralex dan Ailen memasuki salah satu pintu ruang rawat inap. Ia mengikuti mereka.

Ailen meletakkan tas sekolahnya. Ia mengusap dahi kakaknya. Menyadari kehadiran orang lain. Mata orang itu terbuka.

"Kalian datang," ucap orang itu yang tidak lain adalah Gina, kakak Ailen.

Ailen tersenyum, "ya tuan Ralex tadi menjemput ku disekolah dan kami langsung ke rumah sakit menjenguk kakak."

Ralex meletakkan buah-buahan yang dibelinya tadi sebelum menjemput Ailen di atas nakas. Ia mengabaikan Gina yang terus menatapnya. Bukannya Ralex tidak tahu akan perasaan gadis itu, hanya saja Ralex tidak ingin membuat perasaan gadis itu semakin terluka. Ailen yang memperhatikan itu tidak tahu harus berbuat apa, Ralex tidak salah mengabaikan Gina karena pria itu sudah bertunangan. Gina juga tidak salah karena sebelum Ralex bertunangan gadis itu kerap kali salah paham akan perhatian Ralex padanya.

"Ku pikir kau tidak akan datang," kata Gina.

"Ya," sahut Ralex.

"Terimakasih karena sudah menjengukku," Gina tersenyum.

"Ya," balas Ralex.

Gina tersenyum pedih. Selalu jawaban dan pandangan datar itu yang selalu diterimanya setiap kali pria itu menjenguknya. Pria itu memang menjenguknya atas permintaan Ailen. Tapi pikiran dan hati pria itu selalu tidak ada di sini bersamanya. Ralex berubah ketika pria itu tahu kalau Gina menyukainya dan semakin berubah ketika pria itu sudah bertunangan. Padahal dulu Ralex adalah orang yang selalu peduli padanya, orang yang selalu melindunginya, berbeda dengan sekarang. Ingin rasanya Gina kembali ke masa lalu, dan memeluk pria itu.

Jika dulu pria itu tidak masalah ketika Gina memeluknya, berbeda dengan sekarang. Sekarang menyentuh tangan pria itu saja sangat sulit ia lakukan. Gina benci ini, benci ketika Ralex mengabaikannya. Kalau boleh memutar waktu, Gina akan berusaha supaya Ralex mengetahui perasaannya. Gina tidak ingin Ralex mengabaikannya. Apalagi sekarang pria itu sudah memiliki gadis lain di hatinya.

Ralex menghela nafas, ia tidak ingin ditatap sedih oleh Gina. Ia tidak ingin perasaan gadis itu semakin dalam padanya. Ralex sudah mempunyai tunangan.

"Tolong, berhenti menatapku seperti itu," kata Ralex datar.

Gina memalingkan wajahnya, matanya berkaca-kaca. Perkataan itu selalu ia terima ketika Gina menatap sedih pria itu. Ralex memang datang menjenguknya tapi sama sekali tidak menjaga perasaannya.

Tidak jauh dari sana, Riana melihat dan mendengar apa yang terjadi. Ia tidak tahu harus senang atau sedih. Setidaknya ia tidak salah paham dengan hubungan Ralex dan Ailen. Riana menutup pintu ruangan itu dan memilih pergi dari sana.

TBC.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now