"Saya akan kasih surat panggilan ke orang tua kalian."

"NO!" Jansen juga Darren menjawab serempak.

"─kompak bener, tapi maaf─saya akan tetap panggil orang tua kalian masing masing"

Darren berdiri dan memegang pergelangan tangan guru bk tersebut, memasang wajah memohon miliknya, "Pak─"

"Maaf Darren, peraturan tetap peraturan."



































pluk!

"?!" Remaja bermata bulan sabit itu tersentak ketika tiba tiba sebuah amplop dengan kop surat berlogo sekolahnya di lemparkan oleh Lawrence kepadanya di tengah tengah makan siang.

"Explain to dad right now."

Jansen menegak ludahnya sendiri, ia menjadi gugup tiba tiba, surat yang Lawrence berikan itu adalah surat panggilan dari sekolah karena pertengkaran nya tadi pagi dengan anak seangkatan Darren.

Ya tolong jangan salahin Jansen maupun Darren, salahin kakak kelas tidak tau malu itu yang berani menjatuhkan nama keluarganya secara terang terangan di koridor sekolah, Jansen yang gampang tersulut emosi, langsung memberikan pukulan kuat di area rahang, kakak kelas mana yang terima di pukul apalagi oleh junior nya, ia membalas pukulan Jansen namun di perut, sehingga cowok itu langsung kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

Tentu Darren tidak akan diam melihat adiknya di perlakukan seperti itu, dan terjadilah perkelahian yang melibatkan mereka berdua.

"Kamu bisa enggak sih, sekolah yang bener! belajar yang bener!"

"it's not my fault dad!!" Jansen balas membentak.

Ruang makan yang tadinya sunyi menjadi sedikit mencengkam karena dua laki laki yang memiliki sifat sama persis itu sekarang sedang bertengkar, saling berteriak.

"Nilai kamu merah semua! kamu bikin dad malu! mau di taruh mana nanti jika nenek dan saudara saudara dad tau??!!!"

"......"

"Kamu memang anak yang bandel! susah di atur─"

"I'm your son!! remember that, my nature is yours too!!!"


PLAAKK!!


Entah sudah yang ke berapa dalam tiga hari ini, wajahnya kena pukul oleh Lawrence, bukan hanya pipi kirinya yang terasa panas dan perih, hati juga hidungnya terasa panas karena menahan air mata yang berebut untuk terjun.

"Lebih baik jika kamu ikut dengan Alice"

Jansen sontak menoleh, menatap tak percaya pada Lawrence, apa artinya─pria itu menyesal telah mengambil hak asuhnya?

"W─what??? are you regret it?"

"Yes."

Pertahanan Jansen runtuh, hatinya terasa sangat sakit mendengar jawaban Lawrence, air matanya tak bisa ia bendung lagi, bahkan ia sudah sesenggukan sejak Sophia berdiri dari kursinya untuk menenangkan suaminya yang sedang murka.

PRAANGG!!!

Jansen melempar piring makan siangnya, menghantam dinding ruang makan dan pecah berkeping-keping, satu potongannya terlempar mengenai pipi Jansen hingga tergores dan mengeluarkan darah.

"Jansen, you're bleeding...!" Sophia mengangkat tangannya untuk menyentuh luka Jansen, namun cowok itu menepisnya kasar dan berteriak pada ibu tirinya.

"DONT─TOUCH─ME!!"

"JANSEN!"

"APA?! DAD INGIN MEMUKUL KU LAGI?! INGIN MEMARAHIKU LAGI?!"

"Masuk. kamar. sekarang!!!"

"FINE!"

Jansen berjalan meninggalkan ruang makan, menyisakan Lawrence dengan kemarahannya, Sophia dan Amber yang terlihat gelisah, serta Daisy yang nampak sangat takut mendengar teriakan kakaknya.




























─ TO BE CONTINUED ─

*anw maaf yaa lama up nya :)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*anw maaf yaa lama up nya :)

BROTHERWhere stories live. Discover now