BAB 1

25.2K 1K 9
                                    

Langkah demi langkah kulalui demi menjalani aktivitas keseharianku. Keyrel Oktaviana Lavends, itulah nama yang diberikan oleh kedua orangtuaku. Aku bekerja di sebuah coffeeshop sederhana selama kurang lebih 2 tahun. Aku juga bekerja sebagai pelayan di sebuah club malam untuk mencari penghasilan tambahan.

Keseharianku selalu diisi dengan bekerja dan bekerja. Pergi pagi dan pulang hingga pagi lagi begitulah seterusnya. Melelahkan memang, selalu bekerja tiada henti demi kelangsungan hidupku bersama seorang nenek yang telah membesarkanku sejak kecil. Yah, aku hanya tinggal dengan seorang nenek yang sudah kuanggap sebagai orangtuaku sendiri semenjak maut mengambil kedua orangtuaku sewaktu umurku baru 5 tahun. Saat itu aku tidak mengerti apa arti tidak mempunyai orangtua, tapi lambat laun aku sadar akan banyak hal terutama arti penting kehadiran orangtua dan sebuah keluarga. Kasih sayang dan kehangatan sebuah keluarga hanya kudapatkan dari nenek dan itu membuatku sangat menyayanginya.

Hari ini seperti biasa aku akan menjalani pekerjaanku dan tidak lupa aku berpamitan dengan satu-satunya keluarga yang masih kumiliki.

"Nek, Key pamit ya". Ucapku, "iya nak hati-hati dan semoga harimu menyenangkan". Sambutnya dengan wajah yang selalu berseri. "Terimakasih nek, sampai jumpa". "Sampai jumpa sayang" ucapnya.

Akupun mencium tangan dan pipinya lalu pergi. Dalam perjalanan aku melihat banyak orang berlalu lalang di hadapanku. Mataku tertuju pada sebuah keluarga yang berada diseberang jalan, mereka tampak diselimuti oleh kebahagiaan yang terpancar dari wajah tiap-tiap mereka. Akupun hanya bisa tertunduk meratapi kehidupanku yang tidak sempurna tanpa adanya kehadiran orangtua dan keluarga. Setetes air mata mengalir dari sudut mataku tanpa bisa kucegah. Dalam hati aku menangis ingin sekali aku berteriak tapi apa daya aku hanya bisa terdiam dan kembali tersadar akan kehidupanku dan berusaha menjalaninya dengan baik.

Sesampainya di tempatku bekerja aku langsung menuju loker dan menggati seragamku.

"Oh hey Key" ucap salah satu temanku dan sahabat baikku Raina.

"Oh hey Rai, apa kabar" ucapku.

"Kabarku baik, bagaimana denganmu oh juga dengan nenek tersayangku aha".

"Aku baik, juga dengan nenek dia baik-baik saja yah walaupun penyakitnya masih sering kambuh". Nenek menderita penyakit paru-paru dan TBC sehingga ia sangat menderita akan penyakit yang bersarang ditubuhnya, aku sangat sedih apabila mengingat hal itu. Aku tidak mau hal buruk menimpanya dan meninggalkanku sendirian di dunia ini. Sungguh aku belum siap, karena itulah aku terus berusaha untuk bekerja keras agar dapat memberikannya pengobatan yang layak.

"Hey, jangan melamun aku yakin nenek akan selalu baik-baik saja jangan khawatir."

"Ya, itu pasti". "Sekarang mari kita bekerja dan membuat senang hati bos kita yang galaknya minta ampun itu", "aha iya baiklah."

Setelah memakai seragam aku mulai menjalani pekerjaanku dan seperti biasa ada saja yang selalu menggodaku sewaktu bekerja. Mulai dari meminta nomor, pin, bahkan dengan sengaja meninggalkan nomor ponselnya di mejaku. Aku selalu tidak merespon apabila mereka mencoba untuk mendekatiku. Bagiku sekarang itu tidak terlalu penting, aku hanya mau memikirkan bagaimana aku dan nenek dapat hidup berkecukupan dan selalu bahagia bersama. Mungkin itu jugalah sebabnya sampai sekarang aku tidak pernah mempunyai hubungan dengan lawan jenis. Di usiaku yang menginjak 20 tahun aku tidak pernah merasakan bagaimana berkencan dan mempunyai pacar. Bahkan aku tidak mengenal apa itu cinta. Bagiku itu hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang beruntung bukan seperti diriku. Tapi ya sudahlah toh aku juga tidak terlalu membutuhkan hal itu, saat ini aku hanya berharap aku akan selalu merasa bahagia dengan nenekku yang sangat aku sayangi.

Jam sudah menunjukan pukul 5 sore, pekerjaanku selesai di cafe ini dan saatnya aku harus bergegas ke pekerjaanku selanjutnya.

"Rai, aku duluan ya, bye" ucapku pada sahabatku it

"ya, hati-hati Key" jawabnya.

Setelah berpamitan padanya aku langsung bergegas mencari angkutan umum yang dapat mengantarkanku ke club tempatku bekerja. Tidak lama akupun sampai di club Roxta, club tempat para kalangan high class menghabiskan waktunya disini setelah seharian bekerja. Seperti layaknya kebanyakan club malam, disini juga terdapat peraturan yang mengharuskan para pegawai dan pelayan wajib mengenakan pakaian yang terbuka dan sexy. Walaupun itu berat bagiku karena aku memang tidak suka mempertontonkan dan mengekspose tubuhku. Tapi mau bagaimana lagi ini adalah pekerjaan yang harus aku lakukan, aku tidak punya pilihan lain mau tidak mau aku harus menuruti peraturan itu.

Setelah berganti pakaian dengan pakaian yang minim dan membuatku tampak seperti perempuan murahan akupun mulai menjalani pekerjaanku. Mengantarkan minuman kepada para pengunjung club dan mencoba memberikan pelayanan yang baik pada mereka. Sama halnya dengan di cafe tempatku bekerja disinipun aku selalu mendapat perlakuan yang menggangguku. Bisa dibilang tempat inilah sarang pria-pria hidung belang berada. Aku pernah diganggu oleh beberapa dari mereka sampai-sampai ada yang hendak berbuat kurang ajar padaku, tapi untunglah aku memiliki manager yang dapat melindungiku dari orang-orang itu. Revan, begitulah aku memanggilnya. Dia selalu menjagaku dari tangan pria-pria nakal disini, Revan pernah bilang bahwa dia sudah menganggapku sebagai adiknya sendiri dan akan selalu menjagaku dalam menjalani pekerjaanku ini. Dan tentu saja aku sangat senang jika mempunyai seorang kakak yang penyayang seperti Revan.

"Key, meja 12 ya" ucap salah satu bartender. "Oh oke" jawabku. Dengan botol whisky aku langsung menuju meja 12 seperti yang disebutkan tadi.

"Permisi, ini minumannya silahkan dinikmati" ucapku sambil memberikan beberapa botol whisky tersebut di meja. Aku tidak perlu untuk menuangkan gelas-gelas mereka satu persatu karena para pria kalangan jetset ini selalu didampingi wanita-wanita cantik disekelilingnya yah sebagai penghibur. Ada yang aneh pikirku, aku merasa ada yang menatapku sedemikian rupa. Akupun mencari siapa pemilik mata tersebut dan pandanganku tertuju pada seorang pria yang menurutku cukup tampan bahkan sangat tampan. Aku baru sadar bahwa pria inilah yang membuat wanita-wanita sexy di club ini melihat kearah meja ini. Dan memang rata-rata pria yang duduk di meja VVIP ini kelihatan seperti malaikat dengan tampang yang rupawan.

Akupun mencoba mengalihkan pandanganku kearah lain dan beranjak pergi sampai tiba-tiba sebuah suara berat maskulin menghentikan langkahku.

"Hey, mau kemana? Aku belum menyuruhmu pergi!" Ucapnya

"Maaf, saya hanya ditugaskan untuk mengantarkan minuman dan sekarang saya mohon pamit karena masih banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan". Ucapku dengan nada sopan.

"Aku belum selesai denganmu, sekarang aku ingin kau duduk dan tuangkan aku minuman" perintahnya.

"Maaf tuan, sa..".

"Aku bilang duduk!!". Suara tegas tak terbantahkan itu membuat semua orang di meja ini terdiam termasuk aku. Agar tidak menimbulkan masalah dengan sangat terpaksa akupun menuruti perintahnya, disertai tatapan-tatapan tidak suka dari para wanita-wanita disekitarku, akupun segera menuangkan minuman kepada pria brengsek ini.


*****

Rada males ngedit ih sayanya wkwk

Selamat membaca..

It's HurtWhere stories live. Discover now