O1. Pertemuan Itu

371 66 11
                                    

Dejun menutup buku setebal lima senti keras-keras, punggungnya ia sandarkan ke kursi seraya menghela napas.

"Sungguh melelahkan." Laki-laki bersurai hitam pekat itu melirik gadis di sebelahnya yang juga sudah tak berdaya. Buku tebal terbuka yang dibiarkan tergeletak di meja itu dijadikan tumpuan kepala sang gadis. Rambut panjangnya menutupi sebagian wajah, menyisakan birai merah muda yang tampak sedikit terbuka. Dejun terkekeh geli.

"Hei, kau bisa merusak buku penelitian orang dengan air liurmu."

Yang diajak bicara pun bergumam tidak jelas saat jemari Dejun menyelipkan rambut gadis itu ke belakang telinga. Ia kembali berbisik, kali ini lebih dekat ke telinga sang gadis. "Bangunlah, kau tidak berencana menginap di sini, 'kan?"

Setelah bisikan lembut dan guncangan kecil itu terus menyerang, gadis itu terbangun.

"Jun," cicitnya masih dengan mata sayu.

"Kinar?" panggil Dejun hati-hati. "Nyawamu sudah kembali?"

"Aku di mana?"

"Alam baka."

Kinara seketika melotot. Mulutnya membulat, membentuk huruf O. Kedua netra itu sontak menyapu pandangan ke sekitar, memastikan 'alam baka' yang dimaksud Dejun itu tidak nyata adanya.

"Sialan!" kesal Kinara sambil menendang kaki kursi yang diduduki Dejun. Yang diserang pun hanya tertawa.

"Salahkan otakmu yang sempit. Ayo pulang."

"Kau yang bodoh!" Kinara berdiri seraya memberesi barang-barangnya. Buku yang ia jadikan tumpuan tadi ia dekap ke depan tubuh, tas selempang hitam yang menjadi satu-satunya barang berharga miliknya itu ia sampirkan ke bahu kiri.

"Jika aku pintar, kau mungkin akan menyesal," pungkas Dejun seraya berkedip sebelah mata.

"Dasar laki-laki genit!"

Kinara mencebik, kemudian tersenyum kecil mengekori Dejun. Mereka memang kerap berdebat seperti itu, saling melontarkan kalimat tak wajar yang mungkin akan menyinggung orang lain yang secara kebetulan mendengarnya. Namun, begitulah cara mereka berteman. Saling mengejek tanpa ada salah seorang pun yang tersinggung karena mereka jelas paham akan candaan itu. Selera humor yang sama telah membuat keduanya menjadi begitu akrab satu sama lain.

Dejun dan Kinara bukanlah teman kecil, mereka hanya teman sekelas semasa SMA dan mulai dekat saat keduanya harus mengikuti lomba story telling di salah satu Universitas. Entah mengapa, untuk beberapa alasan tertentu yang sulit dijelaskan, keduanya merasa cocok satu sama lain. Hal itu kemudian terbukti pada bagaimana awetnya hubungan pertemanan mereka berdua hingga saat ini.

"Mau mencari sesuatu yang segar?" tawarnya pada Kinara saat mereka sudah keluar dari perpustakaan umum.

Kinara menghirup napas dalam-dalam, merasakan udara segar saat senja seraya memejam. Tak terasa, keduanya sudah menghabiskan waktu berjam-jam untuk belajar hingga petang telah tiba.

"Aku butuh sesuatu yang hangat karena sepertinya udara terasa lebih dingin malam ini."

"Mungkin akan datang hujan, atau sebaiknya kita pulang?"

Kinara menggeleng. "Tidak, lakukan saja sesuai rencana awalmu, Jun."

"Tapi kau benci hujan." Dejun menatap Kinara khawatir.

"Kau ada di sampingku, bukan?"

Jika Kinara sudah mengeluarkan kalimat itu, Dejun menyerah. Ia jelas tahu bahwa kalimat itu terlontar saat Kinara telah mempercayakan sesuatu padanya. Dan ia tak ingin menyia-nyiakan kepercayaan itu.

FINDING YOU | Hendery WayVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang