Sekala, Marah

133 24 4
                                    

Pagiku hari ini harus diwarnai dengan kegaduhan di fakultasku. Baru saja aku masuk ke area fakultasku, aku bisa melihat segerombolan orang berkerumun di mading. Seingatku, biasanya mading itu tidak pernah dikunjungi, kecuali oleh anak Jurnalistik atau dosen yang mampir untuk melihat kabar terbaru dari tim jurnalistik. Aku heran karena tidak biasanya tempat itu dikerumuni begitu.

Aku melangkahkan kakiku pelan, menghampiri kerumunan orang itu untuk melihat. Jujur saja aku juga penasaran dengan apa yang ada disana dan berhasil menarik atensi dari kebanyakan mahasiswa. Semakin aku dekat, semakin banyak juga orang yang datang untuk melihat, membuatku semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya menjadi pusat perhatian itu.

Aku cukup kesulitan untuk menerobos kerumunan manusia yang memiliki tinggi diatas rata-rata itu. Dalam situasi seperti ini, terkadang aku menyesal kenapa aku tidak bisa tumbuh lebih tinggi dan terjebak diangka 155 cm. Aku bahkan hanya sebatas dagu Sekala yang tingginya mencapai 185 cm. Terkadang berbicara padanya membuatku kesulitan karena harus mendongak agar bisa saling bertatapan.

"Permisi..." ucapku pelan dengan senyum mengembang pada orang-orang itu.

Dari banyaknya orang yang ada, hampir tidak ada satupun yang aku kenal. Jika dia diangkatan Sekala atau diangkatanku dan kakak tingkatku aku pasti mengenalnya, sepertinya mereka semua adik tingkatku. Orang-orang itu menyingkir membiarkan aku menerobos untuk melewatinya. Sungguh beruntungnya aku karena mereka mau memberikan jalan bagiku yang kecil dan tidak tinggi ini.

Sampai di depan, aku bisa melihat mading itu sama seperti hari biasanya, banyak terpasang pamflet dari berbagai organisasi kampus, pengumuman dan bulettin berita dari tim jurnalistik. Secara umum tidak ada yang aneh dengan mading ini, kecuali satu buah kertas HVS yang tertempel di balik kaca mading. Sungguh demi tugas Pak Haryo dosen galak musuh semua mahasiswa yang super sulit, apa yang tertulis di lembar itu sangat membuatku terkejut dan tidak habis pikir.

Bagaimana mungkin itu bisa tertempel di sana? Yang memegang kunci kaca mading hanya bagian Humas fakultas dan tim jurnalistik dan aku percaya bahwa staff humas kampus tidak akan menempelkan hal semacam itu, tapi tim jurnalistik juga tidak mungkin melakukannya mengingat mereka mengenal siapa orang yang ada dalam tulisan di lembaran kertas itu.

SEKALA ANTAREKSA, MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI ANGKATAN 12, AYO KITA PACARAN!!!

Tulisan dengan font ukuran super besar berwarna merah dan foto Sekala di sebelahnya menjadi perhatianku. Aku tidak mengerti kenapa hal seperti ini bisa tertempel di mading kampus. Sekala tidak menyukai hal-hal yang akan menarik perhatian banyak orang, dan tulisan ini pasti akan menarik perhatian banyak orang. Jika Sekala melihatnya, dia akan segera meledak dan Sekala yang sedang meledak tidak akan pernah bisa baik-baik saja.

Tanpa pikir dua kali kulangkahkan kakiku meninggalkan mading untuk menemui Sekala. Tadi pagi dia berangkat tanpa memberi kabar, tidak seperti yang biasa dia lakukan. Hari ini dari informasi yang aku dapat Sekala ada rapat dengan anggota himpunan, jadi aku putuskan untuk langsung pergi ke sekre.

Sepanjang jalan aku melangkah, ada banyak pasang mata yang mengawasi dan memperhatikanku, sesekali mereka bahkan berbisik saat aku melintas. Sepertinya mereka sudah membaca tulisan yang ada di mading dan tentu saja bagi yang tahu tentang hubunganku dengan Sekala pasti hal itu terasa aneh dan mengejutkan. Aku berusaha untuk melupakan apa yang aku baca tadi dan menutup mata serta telinga dari omongan orang dan perhatian orang-orang ini. Rasanya memang tidak nyaman, tetapi memang sudah jadi resikoku menjadi kekasih dari Sekala yang populer diseantero fakultas.

DIA SEKALAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن