Midnight Halloween

26 4 0
                                    

Oleh : · MaybellineLyvia

Room Genre : FANTASY

Tema : Screaming Halloween

========

Suara dentuman yang bersumber dari sebuah jam raksasa Big Ben terdengar menggelegar hingga memenuhi indra pendengaran setiap makhluk di pemukiman ini. Tepat setelah suara dentuman yang menunjukkan telah dimulainya jam tengah malam itu terdengar, banyak orang yang bergegas lari keluar rumah dengan pakaian-pakaian mengerikan.

Malam ini, segala hal terasa begitu berbeda dibanding malam-malam lainnya. Anak-anak bepergian ke sana-kemari dengan mengenakan kostum mengerikan, meminta permen ke rumah setiap orang.

Ya, malam ini adalah malam perayaan Halloween, di mana, kalau menurut orang-orang zaman dahulu, perayaan ini berguna untuk berkomunikasi dengan orang yang telah meninggal dunia.

Aku memandang ke arah orang-orang yang sibuk memberikan permen untuk anak-anak.

Hm, kurasa jika aku ikut bergabung dengan anak-anak itu, mereka akan memberiku permen juga lagipula kostumku saat ini tidak kalah menyeramkan dengan anak-anak itu. Maka, dengan begini aku bisa merasakan bagaimana rasa permen yang biasa diberikan di hari Halloween itu.

Aku pun pergi bergabung dengan anak-anak itu, mereka tampak tidak masalah dengan kehadiranku di tengah-tengah mereka. Hal itu terbukti dari bagaimana mereka tidak mengusirku saat aku diam-diam mengikuti ke mana pun mereka pergi. Ah, mungkin pengecualian untuk seorang anak yang terus-menerus menatapku dari kejauhan.

Tetapi, aku memilih untuk tidak peduli dengan tatapan anak itu, dan tetap mengikuti ke mana gerombolan ini pergi. Hingga akhirnya, kami sampai di depan sebuah pintu bercat putih dengan hiasan Halloween yang terpampang jelas di gantungan pintu tersebut.

Salah satu anak menggedor-gedor pintu tersebut dan disambut dengan baik oleh sang pemilik rumah yang membawa sekantong permen untuk dibagikan kepada anak-anak. Aku sontak mengangkat tanganku, bersiap-siap menerima permen-permen. Mataku memandang orang tersebut dengan tatapan penuh harapan, tetapi kenapa?

Kenapa setelah memberikan anak-anak lain permen yang cukup banyak, dia malah menutup kembali pintunya dan tidak memberikanku apa pun? Ah, mungkin saja orang ini kehabisan stok permen. Karena itu, aku memilih untuk tidak peduli, dan tetap mengikuti anak-anak ini mencari rumah lain untuk dimintai permen.

Lalu kami beralih menghampiri rumah lainnya, kali ini rumah tersebut memiliki pintu bercat coklat tanpa ada hiasan mengerikan apa pun yang bergelantungan di depan pintu maupun teras. Saat anak-anak menggedor pintu rumah, seperti yang telah kuduga ...

... kami di usir.

Oh ayolah ... dilihat dari bagaimana minimnya hiasan di rumah ini saja sudah kelihatan sekali kalau sang tuan rumah tidak sedang merayakan Halloween. Kenapa anak-anak ini tidak bisa mengerti hanya dari melihat bagaimana bentuk rumah ini yang terlihat jauh lebih normal dibandingkan rumah-rumah lainnya?

"Hai."

Aku terkejut, sontak kepalaku menoleh ke arah belakang sambil menatap seorang gadis cilik yang sangat imut sedang berdiri sambil menatapku. Mata bulatnya mengerjap beberapa kali. Dia berkata, "Bisakah aku ikut bergabung dengan kalian? Aku juga ingin memakan permen."

"Hei! Kau, menataplah ke arah sini," timpal seorang anak laki-laki. "Untuk apa kau menatap ke arah lain hah?"

"Oh! Errr ... tapi di sini kan juga ada ora—"

"Hei, cepatlah kalau kau mau ikut!"

"Ah ... baiklah."

Dan, setelah bertambahnya satu anggota lagi. Kami pun akhirnya pergi menuju ke satu-satunya rumah yang tersisa di pemukiman ini, tempat di mana aku melihat anak laki-laki yang terus-menerus memandangiku tadi. Namun, kini dia sudah tak berada di sana. Entah pergi ke mana dia, aku pun tak tahu dan tak mau tahu.

Aku menatap ke arah rumah yang terlihat paling mengerikan di antara rumah-rumah lainnya. Pintu kayu rumah ini tampak sangat rapuh, sangat tua dan keropos. Rumah ini juga sangat kotor seperti tidak terawat, berbeda dengan rumah-rumah lainnya.

"Jio, apa kita harus meminta permen di rumah ini juga? Kau tahu bukan desas-desus yang sering diucapkan orang tua kita, kalau rumah ini berhantu," ucap seorang anak kepada Jio yang sedari tadi menggedor pintu rumah.

Jio menoleh kemudian mendengus sebal. "Cih, penakut sekali kau," hinanya, "itu hanya desas-desus, bukan kenyataan. Sudahlah, kau mengkhawatirkan hal yang sangat tidak berguna, Hans. Aku tak peduli, mau bagaimanapun kita harus mendatangi setiap rumah yang ada di pemukiman ini."

Hm, aku suka sekali dengan tekad anak bernama Jio ini.

Jio mengabaikan ucapan Hans dan kembali menggedor pintu rumah tersebut. Pintu tidak kunjung terbuka, dan anak bernama Hans itu semakin memaksa Jio untuk membiarkan saja rumah ini. Tetapi Jio tetap tidak berhenti, tekadnya untuk mendatangi dan menagih permen di setiap rumah di pemukiman ini, tidak bisa berhenti begitu saja.

Hingga akhirnya dia merasa kesal dan menendang pintu rapuh rumah kayu tersebut. Dalam sekejap pintu tersebut langsung menunjukkan tanda-tanda keretakan. Hal tersebut dapat saja terjadi, mengingat betapa tuanya kayu pintu rumah itu. Bagaikan tidak puas, Jio kembali menendang pintu rumah itu hingga akhirnya pintu tersebut jebol.

Kayu-kayunya rusak dan terlihat sebuah lubang besar di bagian tengah pintu. Dengan begitu beraninya, Jio menarik paksa kayu-kayu yang tersisa di pintu tersebut hingga akhirnya pintu tersebut benar-benar hilang. Hilangnya pintu yang menghalangi pemandangan membuat kami dapat melihat jelas ruang tamu yang berdebu di rumah tersebut ...

... beserta dengan dua buah kerangka tulang manusia.

"AKHHH! I-ITU KERANGKA MANUSIA!"

Ah, setelah puluhan tahun aku menunggu, akhirnya mereka berhasil menemukan mayatku beserta mayat adikku.

Terima kasih, anak-anak kecil. 

OCTOBER EVENT GEN 2Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt