3. 🍷🍕

8.1K 1.1K 257
                                    

Chenle tiba di apartemennya sekitar pukul sepuluh malam. Kedua tangannya penuh oleh belanjaan. Sebenarnya ia hanya berniat untuk membeli beberapa novel yang memang sudah lama diincarnya. Namun, saat mengingat siapa yang tengah berada di kediamannya, Chenle justru mengajak Mark, seniornya untuk sekadar berjalan-jalan memutari pusat perbelanjaan dan berakhir dengan kegiatan belanja bulanan yang tidak direncanakan.

"Katanya ke toko buku, tapi sampai malam." Suara berat Jisung menyambut kekedatangan Chenle.

Chenle berjalan menuju dapur melewati Jisung yang tengah menyantap pizza dengan rambut basah dan aroma shampo yang khas dan menyegarkan.

Untuk sesaat, napas Chenle serasa tercekat. Aroma Jisung termasuk salah satu hal yang membuat Chenle jatuh hati pada pemuda itu. Chenle menyukai seseorang yang wangi, dan Jisung sangat wangi.

Ia menggeleng mencoba menghilangkan pikiran aneh-anehnya dan mulai menata belanjaannya di rak-rak yang tersedia di sana.

"Chenle," panggil Jisung.

Chenle hanya menanggapi dengan gumaman kecil, kedua tangannya masih sibuk merapikan barang-barangnya.

"Le," panggil Jisung lagi.

"Apa Jisung?" balas Chenle. Ia beranjak dari dapur dan duduk di sebelah Jisung, mengambil sepotong pizza dan mulai menyantapnya.

"Kenapa sampai malam?" tanya Jisung lagi.

Alis Chenle terangkat. Aneh, pikirnya.

"Ya kan aku tadi bilangnya sampai malam. Lagian kalau aku pulang cepet bukannya malah ganggu kamu?" Nada bicara Chenle sedikit meninggi.

Ia lelah, dan ia tidak ingin membayangkan hari menyenangkan Jisung. Ia tidak ingin membahasnya.

"Tidak juga, Alea pulang setelah makan siang." Jisung kembali mengigit pizza.

"Oh pantas rapi, kamu membereskan tempat ini seharian?" sindir Chenle.

Ya biasanya Chenle akan mendapati tempat tinggalnya benar-benar berantakan dan menjijikan. Ia sangat membenci itu.

Jisung menggeleng. "Tempat ini tidak berubah sedikit pun. Aku tidak mengacaukannya. Kami hanya duduk di sini, menonton film sampai bosan, lalu makan siang dan Alea pulang."

Perasaan geli tiba-tiba muncul di dalam perut Chenle. "Kenapa kamu mengatakan itu padaku? Aku bahkan tidak ingin tahu apa pun yang kamu dan teman mu lakukan."

Pemuda manis itu beranjak dari duduknya, berjalan menuju dapur.

"Astaga Jisung!" pekik Chenle yang sukses membuat Jisung tersedak dan berlari ke arahnya.

"Apa?" Jisung berdiri di belakang Chenle.

Ia memperpendek jarak di antara keduanya. Mengintip ke dalam kulkas yang terbuka melalui bahu Chenle yang beberapa inchi lebih pendek darinya.

"Kenapa?" tanya Jisung dengan suara beratnya.

Terlalu dekat. Chenle merinding saat menyadari bahwa punggungnya menyentuh dada Jisung. Ia memejamkan mata selama beberapa detik guna menetralisir detak jantungnya sebelum semakin keras dan memungkinkan Jisung untuk mendengarnya.

"Aku lupa membeli bir," ucap Chenle lirih.

Jisung mundur selangkah bersamaan dengan embusan napas lega dari Chenle.

"Aku pikir ada apa." Jisung bergerak menjauh, mengambil sebotol wine dan meninggalkan Chenle.

"Chenle bawa dua gelas," teriak Jisung saat ia telah duduk kembali di sofa.

Yang disuruh hanya menurut. Ia duduk di sebelah Jisung, menaruh gelas di meja yang langsung diisi dengan cairan merah oleh Jisung.

"Diganti pakai ini aja," ucap Jisung santai.

Chenle melotot pada pemuda yang kini tengah menggoyang-goyangkan gelas berisi wine tersebut.

"Ini jauh lebih mahal dari milikmu."

Jisung hanya meringis, mengangkat bahu kemudian menyerahkan gelas satunya pada Chenle. Suara dentingan terdengar saat kedua anak adam tersebut bersulang.

Setelahnya, keheningan kembali terasa, hingga Jisung kembali membuka percakapan di antara keduanya.

"Bagaimana kamu tahu kalau kamu sedang jatuh cinta," tanya Jisung tiba-tiba.

Chenle batuk, kemudian sedikit menggeser tubuhnya hingga kini berhadapan dengan Jisung. "HAH?"

"Kenapa?" tanya Jisung. Ia mudur beberapa centi, Chenle terlalu dekat dengannya.

"Kenapa bertanya seperti itu, seakan kamu ini ga pernah jatuh cinta," cibir Chenle, ia kembali menyesap wine miliknya.

"Memang aku tidak pernah jatuh cinta."

Satu kalimat singkat dari Jisung benar-benar membuat Chenle tersedak dan batuk dengan hebat. Jisung mengambil beberapa lembar tisu, mengelap mulut Chenle yang terlihat berantakan. Meski akhirnya Chenle merebut dan membersihkan dirinya sendiri.

"Aku tidak percaya," ucap Chenle setelah lebih tenang.

Jisung hanya diam. Ia bersandar, kedua irisnya memandang langit-langit berwarna putih. Helaan napas keluar dari mulutnya.

Chenle menyadari perubahan yang terjadi. Ia menelan ludah, apa aku salah berbicara? Pikir Chenle.

"Jisung ...."

"Aku benar-benar tidak tahu rasanya jatuh cinta atau dicintai."

Ada jeda selama beberapa detik sebelum Jisung melanjutkan ucapannya.

"Kamu mungkin berpikir hidupku sangat mudah, aku bebas melakukan apa pun, berkencan dengan siapa pun. Tapi selama ini, aku hanya bersenang-senang."

Pemuda itu kembali menegakkan duduknya, menuang wine ke dalam gelas yang sudah kosong, kemudian menyesapnya perlahan.

Ia terkekeh. "Aku tidak mencintai mereka, dan begitu pun mereka. Hubungan singkat, hanya karena sama-sama membutuhkan itu."

Chenle mengangguk, ia paham arah bicara Jisung. "Jadi, kamu sedang jatuh cinta?"

Jisung terdiam.

"Entahlah. Aku mengenalnya sudah lama, kami cukup dekat sebagai sahabat. Aku tidak tahu apa aku benar-benar jatuh cinta padanya atau hanya terpengaruh ucapannya."

"Apa yang kamu rasakan tentang dia?" Chenle tersenyum miris. Ya, dia akan memberikan saran-saran bijak agar pemuda yang dicintainya bisa mendapatkan gadis yang ia sukai. Sungguh hidup sangat tidak adil untuknya.

"Hmmm, aku baru sadar selama ini dia menjadi prioritasku. Tidak peduli saat itu aku sedang bersama orang lain, jika dia membutuhkanku, aku akan ke sana." Jisung tersenyum tipis, mengingat sosok yang tengah menarik perhatiannya.

"Dia galak, suka marah, sangat berisik. Tapi aku tidak terganggu. Ya ku baru sadar jika dia berubah diam ada rasa aneh untukku."

Chenle mengangguk, mendengarkan semua yang Jisung ucapkan.

Jisung menatap iris Chenle dalam-dalam membuat Chenle membeku di tempatnya. Seulas senyum tipis terlihat menghiasi wajah tampan Jisung.

"Dia cantik."

Jisung menghempaskan tubuh hingga punggungnya mengenai sandaran sofa. "Bagaimana menurutmu?"

"Kamu mencintainya," jawab Chenle.

Ia tersenyum getir, merasakan rasa nyeri di dalam dadanya.

****

Ditunggu feedback nya ya. Kritik atau saran sangat membantu 😽

HONEST (JICHEN / CHENJI)Where stories live. Discover now