- Estonia Hills And Tree Houses -

Start from the beginning
                                    

"Baiklah, ayo!" Mereka menuruni bukit lalu pergi ke hutan lagi untuk mencari bahan-bahannya.

"Pohon ini sepertinya bagus untuk kita jadikan rumah pohon, tidak kering." Nik menepuk-nepuk barang pohon yang menurutnya bagus. Pohon yang berukuran sedang tapi pendek.

"Menurutmu itu cukup untuk dijadikan rumah?" Tanya Flynn.

Nik menggaruk tengkuknya, "Tidak, hehe."

Flynn merolling bola matanya. Pohon yang mereka cari harus berukuran besar agar cukup untuk membuat rumah pohon, jika pohonnya kecil itu mengharuskan mereka untuk menebang pohon lagi. Juga, pohonnya harus lembab, jika kering itu akan membuat rumahnya keropos.

"Hei! Kemarilah!" Panggil Elle sedikit berteriak karena posisi antara para lelaki dan para perempuan cukup jauh. Flynn dan yang lainnya menghampiri Elle juga teman-temannya.

"Lihatlah pohon ini, sepertinya cukup untuk dijadikan rumah pohon," ucap Elle ketika para lelaki itu berada dihadapannya.

"Jika kita menebang pohon ini kearah barat makan bunga-bunga itu akan tertimbun oleh pohon ini. Tapi jika kearah timur, pohon yang lain akan rusak. Kearah selatan dan utara pun sama," jelas Astair melihat sekeliling mereka.

"Jadi bagaimana kita menebangnya?" Tanya Astair. Mereka diam-diam memasang senyum smirk-nya.

"Kau naik keatas sana As, sekalian menebangnya mulai dari atas dengan ukuran yang kecil, mengerti?" Astair memasang muka masamnya.

"Kenapa tidak kalian saja?" Bantahnya.

"Karena kami tak bisa memanjat pohon, kau dari kecil bertalenta menjadi pemanjat pohon sampai kau ingin berteman dengan tupai karena ingin tau cara memanjat dengan cepat. Jadi sekarang, gunakanlah talentamu itu," ujar Nik, atau lebih tepatnya mungkin meledek. Mereka menahan tawa, berusaha tak melihat pada Astair.

Dengan muka kesal sekaligus malu karena salah satu aibnya terbongkar, Astair dengan cepat memanjat pohon. Memang pemanjat seperti Astair tak bisa diragukan lagi, buktinya kurang dari lima menit dia sudah sampai diatas pohon sana.

"HEI! TANGKAPLAH!" Astair memotong salah satu dahan menggunakan pedangnya.

Mereka tak menangkap dahan yang jatuh itu, melainkan menghindarinya. Astair gila, bagaimana bisa mereka menangkap dahan seukuran kaki mereka. Bukannya jatuh ke tangan, malah jatuh ke kepala mereka. Bisa bahaya bagi mereka.

Sudah, lupakan. Dahan itu sudah ada ditanah. Kembali keatas, Astair menebang pohon kembali sampai setengah pohon itu.

"Saat kau menebangnya, kau meminta izin tidak?" Tanya Fedd.

"Astaga!" Mereka membulatkan matanya, bagaimana bisa Astair lupa. Kalau nanti ditanya kakek Dul, bagaimana? Masa baru bertemu, mereka langsung berbohong, pasti kakek akan tau itu.

"Bagaimana—" Lea hendak mengomel tapi didahului oleh Astair.

"Sudah, tenang saja." Astair menolehkan kepalanya kepada Fedd dan Nik. "Tinggal setengahnya, kalian selesaikan. Aku lelah," lanjutnya, Astair menghampiri Flynn, Elle, Sena, dan Brina yang sedang membereskan potongan kayu pohon itu.

Satu jam lamanya mereka mengumpulkan kayu-kayu yang akan mereka buat untuk rumah pohon, dan sekarang hari sudah mulai siang.

"Bagaimana cara membawa kayu ini?"

"Memakai power Brina, dia kan powernya telekinesis. Jadi, bisa memindahkan barang apa saja dan kemana saja!" usul Sena yang dibalas pukulan ringan ditangannya, dan pelaku pukulan itu adalah Brina.

"Mana bisa, aku memindahkan kayu sebanyak ini. El, bantu aku ya? Kau 'kan memiliki banyak power."

"Aku tak tau mantranya, Brin," ujar Elle.

Magia Academy [END]Where stories live. Discover now