45 - rasanya masih sukar percaya dia telah pergi, memilih orang lain

747 153 9
                                    

"Dia meninggalkanku! Dia ... dia memilih orang lain dan bukan aku, Jongho!"

Jongho melihat Yunho yang merancau karena mabuk dan menyesap isi gelasnya yang berisi kola. Tadinya dia ingin meminum alkohol, tetapi melihat Yunho yang kacau dan membuatnya merasa harus ada orang waras dan sadar di antara keduanya. Setidaknya mereka berada di salah satu ruangan VIP di kelab malam sehingga Yunho mau terlihat menyedihkan di hadapannya tidak masalah dan tidak menjadi bahan gosip orang-orang kelas atas.

Sudah cukup bahwa kenyataan Yunho yang tidak dipilih oleh Seonghwa, tunangannya sendiri, di depan semua orang waktu itu. Ralat, mantan tunangannya Yunho karena lelaki itu memutuskan untuk mengakhiri ikatannya selama ini. Membuat Yunho di depannya minum entah berapa banyak sehingga baru tiba di sini selama sepuluh menit, sudah melihat lelaki itu yang mabuk berat.

"Aku memang salah, tapi apa dia harus meninggalkanku?!" Yunho menatap Jongho dengan frustrasi. "Jongho, katakan padaku kalau ini tidak masuk akal. Benar 'kan kalau ini tidaklah masuk akal."

"Tidak masuk akal bagimu, tetapi kenyataannya tidak bisa berubah, hyung."

"Ini pasti gara-gara Hongjoong mempengaruhi Seonghwa-ku sehingga dia meninggalkanku!"

Ini bukan kali pertama Jongho terlibat percakapan seperti ini. Seharusnya, Jongho tahu begitu memutuskan untuk menemui Yunho, dirinya akan mendengarkan percakapan ini dan tahu semua jawabannya tidak akan pernah diingat lelaki itu. Jongho seharusnya sadar, dia yang benci mengulang hal yang sudah diberitahukannya secara berulang, tidak bersama Yunho saat ini dan meladeni semua rancauannya.

Namun, nyatanya Jongho berada di sini dan menonton Yunho kembali meminum alkohol, lalu mendengkus. Padahal Jongho tahu kalau Yunho tidak memiliki toleransi yang baik terhadap alkohol, tetapi tidak membuatnya mencoba menghentikannya. Karena Jongho sadar, orang yang tengah frustrasi tidak akan mendengar perkataan orang lain. Yunho sudah dewasa dan dia seharusnya mengerti konsekuensi dari hal yang dilakukannya.

"Apa yang kurang dariku sampai harus ditinggalkan?" Yunho kembali mengatakan apa yang dipikirannya dan menatap Jongho dengan sayu. "Aku selama ini berusaha membahagiakannya, tetapi dia memutuskan untuk pergi kepada orang yang baru dikenalnya."

"Kenyamanan adalah hal yang di luar kuasamu, Yunho hyung."

Yunho ingin mengatakan sesuatu, tetapi yang dilihat Jongho kemudian adalah lelaki itu terjatuh ke atas meja dengan wajahnya mendarat duluan di meja. Membuat Jongho tanpa sadar mendesis karena merasa pastilah itu menyakitkan dan sebenarnya ragu kalau wajah Yunho tidak mengalami memar karenanya. Jongho menghabiskan kola di gelasnya, kemudian menghela napas. Mendekati Yunho, melepaskan gelas yang masih berisi sedikit alkohol dari tangan lelaki itu, kemudian mengecek wajah Yunho untuk memastikan memar.

Kalau ada yang bisa dibilang syukur, wajah Yunho tidak apa-apa, tidak ada memar seperti dugaan Jongho.

"Ah, lagi-lagi dirimu harus berakhir di tempatku, Yunho hyung."

Jongho menghela napas panjang dan mengirimkan pesan kepada supirnya untuk menjemputnya, membawa Yunho ke kediamannya seperti malam-malam sebelumnya saat Yunho memutuskan untuk mabuk sampai tidak sadarkan diri. Tidak sampai lima menit kemudian, Jongho yang menggendong Yunho di bukakan pintu oleh supirnya dan meletakkan lelaki itu di kursi belakang. Begitu dirinya masuk dari sisi lainnya dan mobil perlahan dijalankan oleh supirnya, kepala Yunho bersandar kepada Jongho.

Membuat Jongho melirik lelaki yang lebih tua darinya itu selama beberapa saat, kemudian memutuskan untuk memainkan gim HP-nya. Bukan permainan terkenal seperti yang dimainkan oleh orang-orang dan menghabiskan uang, tetapi hanyalah memainkan Stack. Salah satu jenis gim awal dari perusahaan Yunho dan Jongho adalah salah satu orang yang menjadi beta testing permainan tersebut. Meski tidak sepopuler gim buatan lainnya, tetapi Stack adalah yang selalu Jongho mainkan jika merasa bosan atau merasa gugup.

Menyusun lantai setinggi mungkin dan membuatnya fokus untuk mencapai skor tertinggi. Melupakan hal yang menganggu pikirannya dan saat gim berakhir karena tidak ada lantai yang bisa disusunnya, Jongho merasa jauh lebih baik sebelum memainkan gim tersebut. Yunho tahu hal tersebut, sehingga dari banyaknya gim yang tidak mengalami perubahan karena tidak menarik minat banyak orang, Stack tetap diberikan perubahan berkala meski hanya seremeh pola lantainya yang ditambahkan.

Jongho kembali menggendong Yunho di punggungnya saat sampai di apartemen kediamannya. Dirinya memang tidak begitu nyaman tinggal di kediaman keluarga Choi dan bukan karena mereka tidak memperlakukan Jongho dengan baik. Mereka memperlakukan Jongho selama ini seperti tidak ada yang berbeda, tetapi Jongho sadar diri kalau keberadaannya seharusnya tidak ada di sana. Kalau ayahnya tidak memutuskan untuk menikahi cinta pertamanya dan membuat ibunya menjadi istri kedua, Jongho tidak akan eksis di dunia ini. Rasanya, menerima dan merawat anak yang merusak keluarga harmonis itu terasa salah, tetapi nyatanya Ibu San mau melakukannya karena ibu Jongho meninggal karena pendarahan begitu melahirkan Jongho.

Kisah hidup Jongho sebenarnya kurang lebih seperti Yunho, tetapi dengan beberapa putaran yang menjadikannya berbeda. Membuat Jongho tampak lebih baik dari Yunho, padahal tidak ada yang baik dari menjadi anak dari perempuan yang merusak kebahagiaan keluarga orang lain.

"Yunho hyung, kamu sepertinya harus mulai olahraga," keluh Jongho setelah meletakkannya di kamar tamu yang secara tidak langsung sudah menjadi hak milik Yunho belakangan ini, "Kamu berat."

Tentu tidak ada jawaban, karena orang mabuk dan tidak sadarkan diri apa yang mau diharapkan? Jongho keluar dari kamar tersebut untuk ke kamarnya. Membersihkan diri dan berganti pakaian menjadi lebih santai, kemudian kembali ke kamar Yunho berada. Bukan untuk tidur di sampingnya, tetapi untuk duduk di sofa panjang yang ada di kamar tersebut dan memperhatikannya. Jongho sebenarnya mengantuk, tetapi kali terakhir dia tidak menunggui lelaki itu, keesokan paginya dia menemukan lampu nakas dalam keadaan rusak karena Yunho secara tidak sadar mengamuk.

Waktu berlalu dan Jongho memainkan Stack sampai semua lantai yang ada sudah terbuka. Kemudian, Jongho mengalihkan pandangannya begitu mendengar suara pergerakan yang tidak seharusnya ada. Kemudian, Jongho melihat Yunho yang terduduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong.

"Yunho hyung," panggilan itu sukses membuat atensinya kepada Jongho, "Mau minum susu coklat hangat?"

"Teh...," Jongho menunggu Yunho menyelesaikan perkataannya karena tahu lelaki itu biasanya meminum teh yang tidak lazim di dengarnya, "Rose tea."

"Boleh," Jongho berdiri dari duduknya dan mengantongi HP-nya. Menghampiri Yunho, kemudian mengulurkan tangannya, "Mau ikut denganku ke dapur atau menunggu di sini, Yunho hyung?"

Biasanya, uluran tangan Jongho akan diabaikan dan dirinya akan pergi ke dapur sendirian. Jadi saat Yunho menyambut uluran tangan Jongho dan mengenggamnya, tentu dia merasa terkejut. Apalagi kemudian mendengar, "Jangan pergi seperti dia."

"Lalu, bagaimana aku membuatkanmu teh, Yunho hyung?"

"Bawa aku."

"Oke," Jongho pikir, dirinya bisa mengendalikan dirinya jika berdekatan dengan Yunho seperti biasanya. Nyatanya, manusia hanya berencana dan semesta yang membolak-balikkan hati dan dalam hal ini, debaran jantung Jongho bekerja abnormal, "Yunho hyung, ayo ke dapur bersama."

Saat Jongho melihat jam dinding di apartemennya, sudah menunjukkan jam 4 pagi. Jam yang memang biasanya Yunho akan terbangun jika mabuk dan kemudian, Jongho mencoba memperingati dirinya sendiri untuk tidak berdebar hanya karena genggaman tangan Yunho kepadanya.

Namun, ternyata tidak semudah itu untuk mengabaikan perasaan Jongho kepada Yunho, meski tahu dirinya tidak akan dipilih sampai akhir.

Dramarama | Joonghwa & Yunhwa [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang