O5. Ketakutan Danish

Start from the beginning
                                    

Haikal emang kerjaannya kalo gabut pasti ke bujang lantai dua. Di lantai satu dia rasa nggak ada kehidupan semenjak Lingga udah kerja tugas presentasinya, Jingga sibuk buat laporan, Rangga yang marah-marah karena cuman doi yang kerja tugas padahal mah itu tugas kelompok. Apalagi Januar, haduh gosah ditanya-walau nggak ada tugas diapun tetap rajin baca buku. Kalo Caesar, dia lebih suka bungkus diri pake selimut.

Untung dia beda kelas matkul yang satunya ama Lingga jadi dia free dari tugas.

Who in the hell put the muffins
on the freezer?

Lagu tiktok menggema disaat Devano dan Juan sudah berdiri di depan kamera.

"I did!" Mereka maju kompak sambil menahan tawa.

"Tambahin siapa yang goreng telur nggak pake minyak tapi air," Ucap Devano sambil mengamati jari Juan yang mengetik di hapenya.

"Bagusnya gini, siapa yang buat kontrakan hampir kebakaran cuman karena goreng telur?" Juan dengan isi kepala yang beda.

Alpha yang baru dari kamar mandi menyadari bahwa seseorang telah berdiri di depan pintu lengkap dengan buku yang ada di tangannya. Cukup lama ia mengamati hingga Danish menundukkan kepalanya.

Rasanya tuh dia malu dan takut nyampur jadi satu. Pertama, dia datang minta tolong kesannya goblok banget padahal kan itu mata kuliah dia tapi gimana lagi? doi bener-bener gak ngerti maksud tugasnya gimana. Kedua, dia takut. Asli...Aura Yaya lebih nyeremin daripada aura Alpha.

“Eh, lo ngapain dipintu? Masuk sini!” Alpha menghela nafas, “Kayak anak baru di ospek aja lo,”

Haikal yang indra pendengarannya sangatlah tajam karena telah terlatih sejak dini akan penggibahan langsung menoleh ke arah pintu. Dia tersenyum lebar sambil melambai memanggil Danish untuk mendekat.

“Woilah tumben bujang yang satu ini kemarin, sini woi!” Panggilnya.

Danish cuman senyum canggung doang lalu melangkah maju pelan-pelan dengan perasaan yang grogi.

“Makan kacang, Dan.” Tawar Joni saat mengetahui bahwa yang datang adalah Danish.

Danish tersenyum tipis, “Makasih, Kak.”

Udah hampir lima menit Danish masih aja diem dengan mata yang sibuk perhatiin Joni perbaikin Dj-nya. Karena Haikal udah bosan mengamati Joni yang nggak pernah kelar-kelar makanya dia langsung kabur ke kawasan Juan dan Devano yang lagi sibuk nge-tiktok lagu Papi Chulo versi koplo.

“Buku apaan tuh, Dan?” Tanya Joni.

Joni emang anaknya easy going makanya Danish agak bisa beradaptasi dengan si tinggi itu.

“Buku tugas, Kak. Rencana sih kesini mau...” Danish menggaruk tengkuknya tak enak hati, “...numpang diajarin, Kak,”

Joni menghentikan aktivitasnya, dia lalu menatap Danish.

“Oh...punya tugas? Tentang apa?” Tanyanya lagi.

“Pemasaran media, Kak.” Jawab Danish dengan nada pelan.

Joni menatap kesegala penjuru ruangan hingga matanya menangkap Yaya yang lagi sibuk ngedit video jurnalistiknya.

“Dulu kalo gak salah semester berapa gitu, Yaya punya tugas pemasaran media. Lo jurusan komunikasi kan?”

Danish mengangguk, “I-iya, Kak.”

Joni tersenyum lalu menepuk pundak Danish. Dari auranya sih doi bisa merasakan kalo Joni pasti bakal nyuruh dia menemui ajalnya alias ke Kak Yaya. Aduh, rasanya mau skip tugas tapi gimana ya...motto hidupnya kan nilai A.

KOSAN 23 BUJANG Where stories live. Discover now