Mendengus keras "Tidak ada yang perlu kau lakukan untuk membuat kami percaya kau manusia, selain segera kau bantu Sawitri membersihkan rusa itu sehingga sudah siap dibakar saat kami semua telah kembali dari membersihkan diri di sungai. " Ucap Pangeran Anusapati sambil berjalan ke arahku dan melewatiku begitu saja, namun beliau menengok lagi ke belakang "Jika tidak selesai lebih baik kau memilih menjadi siluman saja sehingga bisa kabur dengan lebih cepat dari pada terkena hukumanku, Mengerti ?" Ucapnya lalu kembali berjalan ke arah aku datang tadi kemudian diikuti oleh yang lain.

"Sangat mengerti, Gusti Pangeran !" Jawabku sambil tersenyum walau hasilnya lebih mirip seringai karena sumpah aku kesal sekali.

***

Menusuk daging dengan kekuatan berlebihan demi menyalurkan emosiku. Memandang sengit Sawitri yang juga sedang menusuk daging ke potongan bambu yang disiapkan Wasa.

"Apa ? Tak perlu melotot seperti itu padaku Rengganis, nanti jika biji matamu menggelinding bagaimana ? Itu bahaya karena semua orang akan tahu jika kau benar - benar siluman." Ejek Sawitri sambil menahan tawa.

"Iiissshh ... bukanya membantu teman, kau tadi malah memanas - manasi orang agar berpikir aku ini siluman !" Balasku kesal

Menghembuskan napas pelan "Jika kau benar - benar siluman, pasti kau adalah siluman yang paling bodoh sehingga kau lari ke dunia manusia. Berpikir dulu sebelum bicara, Rengganis. Kapan aku membawa api untuk memanas - manasi orang. Lagipula hanya makanan dan minuman yang bisa dipanaskan. Astaga, kau ini luar biasa aneh !" Ucap Sawitri sambil menggeleng - gelengkan kepalanya dramatis.

"Dan kau luar biasa tak nyambung, Sawitri. Kita berdua sudah bagaikan orang bisu-tuli dan orang buta yang tengah berbincang, percuma saja karena kita tak mengerti apa yang masing - masing bicarakan."

"Orang bisu tak akan bisa berbincang, Rengganis ! Astaga, apakah para Dewa sedang malas - malasan saat menciptakanmu ? Jujur, aku tak habis pikir, ada yaa orang seperti kau ?"

Menghembuskan napas sambil berpikir dimana kutaruh cadangan kesabaran, kemudian berkata "Maksudku orang buta berbicara lewat suara sedangkan orang bisu-tuli menggunakan bahasa isyarat, Sawitri !" Balasku makin kesal. Apa ini yang disebut sesama orang bodoh jangan saling menghina yaa ?

"Bahasa isyarat itu bahasa apa ? Oh ... bahasa macam 'aaa ... uuu ... aaa' begitu maksudmu ? Dulu orang di desaku ada yang bisu dan aku tak mengerti apa yang sebenernya dia bicarakan."

"Mengapa pembicaraan kita makin tak jelas sih, Sawitri ? Lagian 'aaa ... uuu ... aaa' itu lebih mirip suara kera. Apa kau yakin itu suara orang bisu ? Astaga ... aku menyerah ... aku meyerah !"

"Hihihi ... iya juga, suara kera terdengar seperti itu. Nampaknya kebodohanmu menular padaku. Tapi Rengganis, berapa lama ikan- ikan itu dimasak dalam tungku ? Jika sampai hangus sayang sekali !" Katanya memperingatkan.

"Tuh kan aku jadi lupa ! Gara - gara kau sih, Sawitri." Ucapku lalu buru - buru mengangkat tungku berisi steam ikan versi sangat ... sangat ... sangat sederhana yang aku buat. Tidak mungkin juga membuat ikan pesmol ataupun ikan saus asam manis karena rempah - rempah di masa ini jenisnya masih sangat terbatas. Bayangkan, jangankan saus sambal atau saus tiram bahkan kecap saja masih belum ditemukan. Jangankan himalayan pink salt, garam dapur saja bentuknya masih bongkahan tak jelas dan warnanya tidak seputih garam kemasan modern.

"Makanan apa itu, Rengganis ? Aromanya harum." Ucap Sawitri sambil mengendus - ngendus udara

"Makanan enak" Jawabku seadanya

"Maksudku namanya, Rengganis ?"

"Iya, namanya makanan enak, Sawitri !" Jawabku lagi karena tak mungkin aku sebutkan nama makanan ini sebenarnya, bisa geger dunia persilatan ... Eh dunia kuliner kuno maksudku karena aku mungkin akan di-bully berjamaah.

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now