[2nd] 38. Without Her

Start from the beginning
                                    

"Kuharap kau suka dengan tempat ini..."

Ia berjalan keluar dari kamarnya dan menyusuri rumah besarnya tanpa melakukan kontak mata dengan pelayan manapun yang menunduk hormat padanya. Menuju bagian belakang Mansion yang dibangun khusus untuk Annika. Dan setiap dua bulan sekali, kedua saudaranya akan datang berkunjung untuk memeriksa keadaannya.

Dan tentu saja, untuk mengawasi perkembangan sang adik yang masih tertidur pulas tanpa menatap dunia luar yang kini sudah berubah.

'aku datang...'

Lucian menatap pintu didepannya dengan ragu dan menarik nafas perlahan sebelum benar-benar melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam, kamar yang luas lengkap dengan perabotannya.

Setiap pagi sebelum ia keluar menuju ibukota untuk bertemu dengan kaisar atau sibuk dengan dokumen yang bertumpuk-tumpuk diatas meja, Lucian akan menyempatkan diri untuk berkunjung, atau sekedar berbagi cerita bersama dengannya.

Dan itu berlangsung sampai detik ini.

"Selamat pagi, maaf aku terlambat menyapamu hari ini..."

Ujung kakinya berhenti pada sisi ranjang, tempat dimana sosok Annika tengah tertidur pulas dengan nafas teratur. Tidak ada yang berubah darinya kecuali rambutnya yang semakin panjang tiap tahunnya. Lucian tersenyum dan membelai pipinya lembut.

"Ini tahun ketujuh, dan hari pertama musim semi... Apa kau tidak berniat mengucapkan selamat ulang tahun untukku?"

"...."

"Aku tidak akan menuntut mu untuk bangun sekarang, aku tidak berhak untuk itu. Tidak peduli seberapa besar aku merindukan mu, aku akan tetap menunggu."

Lucian meraih tangannya dan mengecup punggung tangan nya pelan dan tersenyum kecil.

'aku sangat merindukan mu...'

Ia menghela nafas yang tiba-tiba terasa sesak tanpa alasan, Lucian mendesah pelan dan mencoba mengangkat sudut bibirnya agar tidak menangis.

'tidak, kau tidak boleh egois.'

Lucian melepaskan tangannya dan membelai rambut Annika perlahan dan mengecup keningnya sebelum ia dengan tidak rela keluar dari kamar itu.

"Kau tahu? Hari ini adalah hari pernikahan nya kakak angkatmu Albert dan Selena."

"...."

"Jadi aku akan pulang sedikit terlambat hari ini, aku agak kecewa karena mereka menikah tanpa ingin menunggu mu bangun, bukankah itu sedikit keterlaluan?"

"...."

Tidak ada sahutan, seperti biasa, Lucian menarik nafas dan mencoba menghibur diri sebentar dengan terus menerus berpikir bahwa Annika akan segera bangun jika ia terus mengajak nya bicara seperti ini. Tentu saja itu hanya harapan kecil yang hanya akan menyakiti dirinya jika ia terus menerus berharap.

Tapi ia tetap melakukan nya, berharap yang maha kuasa mendengarkan nya dan segera mempertemukan dirinya kembali dengan Annika.

Lucian tersenyum dan menyeka air mata yang lagi-lagi jatuh.

"Jika kau bangun, aku janji aku akan melakukan apapun yang kau mau."

"...."

"Bahkan jika kau menyuruh ku untuk menghancurkan pernikahan mereka karena kesal mereka tidak menunggumu bangun, aku akan melakukannya."

"...."

"Aku mencintaimu."

Lucian berjalan keluar tanpa menoleh kebelakang dan menutup pintu dengan perlahan, matanya menangkap taman belakang denga. Gazebo putih dan piano yang terpajang disana, akan sangat menyenangkan baginya jika melihat Annika memainkan piano itu suatu hari nanti.

The Vermilion Primrose [END]Where stories live. Discover now