6' Bagian yang Pernah Terjadi

23 6 0
                                    

Siang itu, untuk kali kedua Zio menyantap masakan bunda. Menunya adalah opor ayam dan telur. Saat pertama adalah makan malam beberapa waktu yang lalu. Masakan pertama bunda yang ia santap adalah sayur asam dan ia langsung menetapkan itu adalah makanan Indonesia favoritnya. Lucunya, setelah makan siang hari itu, Zio berkata pada Shelin bahwa opor ayam adalah makanan favoritnya yang baru.

Shelin tertawa dan memikirkan bahwa sesungguhnya cita rasa khas masakan bunda yang berhasil memikat Zio. Lihat saja, jika di lain waktu bunda memasak menu baru untuk Zio, ia pasti akan mengubah lagi makanan Indonesia favoritnya.

“Asal kamu tahu, masakan bunda nggak pernah nggak enak.” Shelin bisa tertawa kecil atas kalimatnya sendiri. Dan, Zio mengangguk setuju. Laki-laki itu langsung teringat Wingga yang lahap sekali menyantap masakan bunda. Sejujurnya, tidak perlu ditanya lagi. Bahwa memang apapun menunya, asal sudah tersentuh tangan bunda, Wingga pasti suka.

“Lain kali kamu harus coba masakan Korea bibi.” Zio memberi tanggapan yang membuat Shelin bersemangat menyetujuinya.

“Itu gampang diatur.”

Seharian itu, Zio menghabiskan akhir pekannya di rumah Shelin. Banyak hal terjadi, padahal ia hanya beranjak sepuluh meter dari rumah bibi. Dimulai dari bagaimana Shelin bersikap setelah dipukul pacar teman sekelasnya, Kania yang menyayangkan sikap Shelin dengan menggerutu sepanjang siang, Wingga yang dengan sabar menenangkan sang tunangan, opor ayam buatan bunda yang sangat lezat, sampai ngegame bareng Wingga.

Tidak ada yang bisa membuat Zio merasa bosan di rumah Shelin. Hari itu juga, ia mencoba martabak manis. Kania sengaja membeli beraneka ragam rasa, dan Zio paling suka martabak manis keju, sama dengan Shelin.

Sorenya Zio pulang. Shelin tidak mengantarnya setelah ia berkata bahwa Shelin tidak perlu melakukan itu. Akhirnya gadis itu hanya mengikutinya sampai ke teras.

Shelin melihat punggung Zio yang menjauh menuju rumah bibi, kemudian menghilang di balik tembok pembatas pelataran tetangga, setelah sempat melambai dengan tersenyum senang. Shelin pun tersenyum membalasnya. Meskipun tidak dari keduanya merasa peduli, tapi di dalam hati mereka sama-sama menikmati hari itu.

Shelin kembali ke kamar. Wingga sudah pulang sebelum Zio dan Kania juga sudah kembali ke kamarnya sendiri. Shelin baru sadar seharian ini ia tidak menyentuh ponselnya sama sekali. Saat ia menghidupkan data jaringan, puluhan pesan masuk dengan pengirim yang berbeda-beda.

Semua pesan itu nyaris sama isinya. Poinnya adalah mereka menanyakan keadaan Shelin setelah dipukul Dira—pacar Dito—hingga terluka. Shelin menghargai kepedulian teman-temannya dengan membalas semuanya dengan kalimat yang sama. Bahwa, memang benar Dira datang dan memukulnya. Akan tetapi itu hanya luka kecil dan sekarang ia baik-baik saja. Shelin berpikir itu cukup menjawab semua pertanyaan teman-temannya dan tidak akan menimbulkan pertanyaan lebih lanjut lagi.

Dari semua pesan yang Shelin terima, ada satu pesan yang paling menarik perhatiannya. Pengirimnya Sarah dan darinya Shelin mengetahui bahwa Dira aktif dalam kegiatan bela diri—Sarah tidak menyebutkan apa jenisnya dan Shelin tidak merasa perlu mengetahuinya.

“Pantas aja tadi cenat-cenut pas di awal.” Akhirnya, keduanya berbicara di telepon.

Kamu serius nggak apa-apa?” Shelin telah mendapat belasan pertanyaan yang sama selama kurang dari dua puluh empat jam.

“Iya, serius.”

Tadi grup ramai banget. Kabarnya cepat nyebar secara Dira cewek hitz di sekolah kita. Tapi bukan itu yang buat aku deg-degan, panik.” Shelin tahu masih ada kelanjutan dari kalimat Sarah. Jadi, ia menunggu dengan diam.

Bye My First [END]Where stories live. Discover now