18' Kenang-kenangan

18 2 0
                                    

Shelin tidak bisa menyangkal perasaan berdebar-debar ketika Zio berdiri di hadapannya dengan membawa sebuah kotak di tangan kanan, dan tangan yang satunya menenteng paperbag mungil (bisa dibilang lebih mungil lagi karena berada dalam genggaman tangan besar Zio).

Shelin tidak bodoh untuk mengerti bahwa dua benda yang jelas-jelas semacam hadiah atau apalah itu adalah untuknya. Karena Zio sendiri yang berkata begitu sebelumnya.

Tapi tetap saja, tidak ada yang bisa Shelin katakan selain, "Ini apa?" ketika Zio mengulurkan benda-benda manis itu kepadanya.

Kenapa Zio harus begini gantengnya ketika memberi Shelin hadiah seperti ini? Meski Zio hanya berpakaian santai ala rumahan, Shelin jadi pusing sendiri.

Mana setelah itu Zio sempat terperanjat dengan muka lucu. "Ah, apa tadi namanya ya? Kana... Kenanga... Aishhh." Zio mengusap wajahnya frustasi.

Shelin tertawa geli melihat tingkah Zio. Ah, kata imut memang tidak bisa lepas dari lelaki itu.

"Keepsake. What is keepsake in Indonesian?" tanya Zio setelah berhasil menenangkan diri.

"Kenang-kenangan?"

Zio berseru girang. "Kenang-kenangan! Wah, susah banget ngucapinnya."

Shelin tersenyum malu-malu yang berhasil mengusir segala rasa malu Zio akibat tingkahnya barusan, digantikan dengan perasaan gemas. Jarang-jarang loh, bisa melihat (apalagi membuat) Shelin tersenyum malu-malu begini.

"Makasih, ya. Boleh aku buka?"

Zio mengangguk bersemangat. Ia menggiring Shelin duduk di kursi yang ada di balkon tersebut.

Pertama-tama, Shelin membuka tutup kotak hitam yang berhias pita berwarna beige yang menurutnya sangat estetik. Lalu matanya berbinar-binar dan mulutnya mengeluarkan desah kagum.

"Lucu banget," ucap Shelin sambil mengeluarkan isi kotak tersebut yang berupa snow globe. Di dalam kaca berbentuk bola itu terdapat miniatur meja berwarna biru pastel, lalu di atasnya terdapat beberapa buku dan alat tulis lainnya.

Itu semua mengingatkan Shelin pada hari-hari yang dilaluinya bersama Zio dengan belajar bersama selama ini. Salju-salju kecil yang berterbangan bersama dua pesawat kertas di sekitar meja itu membuat Shelin tiba-tiba merasa sejuk dan sesak di waktu yang sama.

Berniat menghindar dari rasa sedih yang menyusup, Shelin membuka paperbag yang kini berwarna hijau pastel—warna kesukaannya. Di dalamnya terdapat sebuah kotak hitam lagi, tapi kali ini ukurannya mini mengikut ukuran paperbagnya.

"Semoga kamu suka," ucap Zio saat Shelin menatapnya sebelum gadis itu membuka kotak kecil itu. Seolah gadis itu sedang meminta persetujuan darinya.

Saat kotak itu terbuka, Shelin hampir menangis. Padahal niatnya tadi untuk mengalihkannya dari kesedihan, namun matanya justru semakin berkaca-kaca. Shelin rasa sikapnya tidak berlebihan, karena ia tidak ingin membohongi perasaannya sendiri.

"Ini bagus banget, Zi. Aku suka." Shelin dengan tulus mengapresiasi pemberian Zio, meski di dalam hati merasa bersalah karena ia bahkan belum memikirkan ingin memberikan hadiah apa sebelum Zio pergi.

"Aku bantu pakai, ya?"

God! Cowok ini manis banget! Jerit Shelin di dalam hati.

Shelin mengizinkan Zio melakukan keinginannya. Lalu tak lama kemudian, sebuah kalung silver dengan bandul kupu-kupu kecil telah melingkar cantik di leher gadis itu.

"Sudah kuduga kupu-kupu akan cocok. Aku senang kamu suka, Shel."

Shelin tidak bisa menahan rasa harunya. Hingga akhirnya air matanya pun menetes. Melihat itu, Zio kelabakan bukan main.

"Kok nangis? Kamu nggak suka kupu-kupu?" panik Zio sambil mengibas-ngibas tangan.

Barulah cowok itu terheran-heran saat Shelin tertawa di sela-sela tangisnya. Kemudian ia ingat jelas Shelin tadi sudah bilang ia menyukai kalung itu.

"Aku terharu," ucap Shelin terus terang. "Kenapa kupu-kupu?" Dan ia ingin tahu alasan Zio memilih hewan cantik itu.

"Karena kupu-kupu itu menurutku kamu banget, Shel. Hehehe," jelas Zio dengan perasaan lega. "Cantik dan anggun." Dengan diperjelas seperti itu Shelin semakin porak-poranda.

Bahagia, sedih, terharu, salah tingkah. Hanya Zio yang bisa membuat Shelin merasakan berbagai macam emosi dalam satu waktu.

Kemudian Zio mengalihkan pembicaraan pada cerita yang lain-lain. Soal kepulangannya yang ternyata sudah dinanti-nanti oleh nenek dan beberapa saudaranya di Seoul, juga tanggal penerbangannya.

Meski topik itu tak jauh-jauh dari penyebab kesedihan Shelin, gadis itu malah terhibur. Ia berhenti menangis dan memang itulah tujuan Zio; menghibur gadis itu.

Mereka bercerita banyak sekali. Hingga malam pun semakin larut. Pada saat itu akhirnya Shelin sadar. Sadar akan sebuah perasaan yang baru pertama kali ini ia rasakan dan akui.

Shelin sadar bahwa ia telah jatuh cinta. Cinta pertamanya jatuh pada cowok paling manis yang pernah ia kenal, Jung Jiho alias Zio Jung, atau siapapun namanya, pokoknya Zio yang itu. Ya, Zio yang saat ini duduk di sisinya sambil bercerita banyak meski kadang masih kesulitan menemukan kata-katanya dalam bahasa Indonesia dan berakhir dengan bahasa dan logat Korea yang kental.

"Ayo kuantar." Pada penghujung waktu, mereka akhirnya meninggalkan tempat yang suatu hari akan menjadi tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan.

Bye My First [END]Where stories live. Discover now