"Benar, Pangeran. Karena memang ini sudah masuk musim panen dan semenjak minggu lalu, hujan belum turun lagi." Jawab Raden Mahisa Randi

"Ngomong - ngomong Kanda, kenapa Kanda tiba - tiba ingin memelihara rubah ?" Tanya Pangeran Mahisa Wong Anteleng pada Pangeran Anusapati sambil mengernyitkan dahi.

"Ah ... Iya, gara - gara rubah itu perjalanan kita tertunda !" Sambung Pangeran Tohjaya

"Aku ingin membuktikan bahwa rubah itu berekor satu bukan sembilan" Jawab Pangeran Anusapati tenang sambil mengambil kudapan terdekat, berkebalikan dengan hatiku yang kembali tidak tenang. Jangan sampai dia mengatakan siapa yang membuatnya memelihara rubah sialan itu. Heran ... Pangeran satu ini nggak bisa diajak bercanda kayaknya.

"Hahaha ... Apakah Reksa yang berkata rubah berekor sembilan ? Tidak mungkin Rambi atau Rumbu yang bertanya karena mereka lebih suka makan daripada mengurusi hewan." Tanya Raden Sadawira setelah tertawa pelan

"Jika benar begitu, maafkan sikap putra hamba, Pangeran Anusapati. " Ucap Raden Panji Kenengkung yang kelihatan tak nyaman

"Bu ___" Ucap Pangeran Anusapati terhenti tiba - tiba

"Tenang saja, Raden Panji. Anak - anak memang rasa ingin tahunya besar. Mungkin dia salah paham dan tertukar antara rubah dengan merak" Sambar Pangeran Tohjaya berusaha bijak walau memotong perkataan Pangeran Anusapati

"Memang merak punya sembilan ekor, Kanda Tohjaya ?" Tanya Pangeran Mahisa Wong Anteleng sambil menahan tawanya

"Eheem ... aku terlalu sibuk jadi tidak ada waktu untuk menghitung berapa tepatnya jumlah ekor merak, Mahisa" Jawab Pangeran Tohjaya buru - buru

"Berkelit terus saja, Kanda Tohjaya dan anggap saja kami semua percaya pada perkataanmu." Balas Pangeran Mahisa Wong Anteleng lalu kembali mengalihkan pandangannya pada Pangeran Anusapati "Tapi, Kanda Anusapati. Rubah itu harus dijaga baik - baik, karena sudah hukum alam bahwa dia akan memangsa ayam."

"Hamba akan memperingatkan Reksa. Sekali lagi maaf, Pangeran " Ucap Raden Panji Kenengkung buru - buru.

"Bukan Reksa yang membuatku memelihara rubah. Lagipula jika rubah itu sampai memangsa ayam - ayamku. Aku akan meminta pertanggung jawaban dari orang yang membuatku memelihara hewan itu !"

Menelan salivaku yang tiba - tiba sulit dilakukan. Mampus ... Padahal ini sudah lebih dari sebulan sejak pembicaraan kami tentang rubah ekor sembilan, tetapi dia masih ingat saja soal itu. Berusaha tetap tenang agar tidak ada yang curiga namun lirikan tajam dari ekor mata Sawitri membuatku semakin tak tenang. Hadeeh ... rubah bikin ribet

***

Berada di hutan dengan penerangan seadanya membuat rasa takutku muncul, namun karena kesibukan untuk mempersiapkan makanan bagi enam orang tuan - tuanku dan itu hanya dilakukan oleh aku dan Sawitri membuat rasa takutku terhadap bangsa gaib menguap entah kemana. Kesibukan ternyata mampu mengalahkan kengerian saudara - saudara.

Aku percaya bangsa manusia khususnya yang berwujud Pangeran Anusapati akan bisa sepuluh kali lebih menyeramkan dari demit manapun. Mengapa demikian ? Karena demit paling - paling akan membuatmu mati ketakutan, tetapi Pangeran Anusapati akan membuatmu takut sekaligus tak akan membiarkanmu mati dengan mudah. Heeem ... Mungkin itu alasan muncul peribahasa hidup segan, matipun tak mau.

"Sawitri, berapa lama biasanya Pangeran berburu ?" Tanyaku saat kami duduk di depan tungku api sambil menunggu masakan selesai dihangatkan.

"Paling cepat tiga hari, tapi kadang bisa sampai berminggu - minggu. Malah dulu aku pernah disini hingga tiga minggu."

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now