“Aku sudah menyatakan cinta padamu, Zoya, dan aku serius. Sekarang aku sedang menunggu jawaban darimu. Sebenarnya aku menghendaki kita makan malam romantis agar bisa bicara dari hati ke hati. Yeah, andai kamu menolakku, at least, aku bisa bikin kenangan yang indah sama kamu. Tapi, andai kamu ingin bicara sekarang pun, tetap akan kudengarkan.”

Tiba-tiba saja aku grogi.

“Aku nggak yakin bisa membina hubungan yang serius denganmu. Karena, kupikir kita ini hanya teman.” Akhirnya aku berujar jujur. Mungkin aku bakal menyesal karena telah menolak pria sebaik dan sekaya Daniel, tapi apa boleh buat, aku tak ingin memanfaatkannya.

Daniel terdiam sejenak. Terlihat sedikit kaget, tapi ia mampu mengendalikan emosinya dengan baik. “Karena ada orang lain yang kamu suka?”

“Sejujurnya, iya.”

“Temen dudamu itu?”

Aku nyaris terbatuk. Kok dia tahu?
“Kenapa kamu bisa menyimpulkan begitu?”

Daniel mengangkat bahu. “Karena selama ngejar-ngejar kamu, nggak ada pria yang kamu bicarakan selain dia.”
Apa iya selama ini aku selalu ngomongin Bae? Kok aku nggak sadar.

“Sejujurnya, kami itu….”

“Dari temen jadi demen?”

Duh, terus terang banget sih dia.

“Sebenarnya, belum ada kejelasan hubungan di antara kami. Tapi bahwa kami saling perhatian, saling support, yeah, begitulah.”

Daniel manggut-manggut. “Nggak apa-apa. Belum ada kejelasan tentang hubungan kalian, kamu juga belum terikat secara resmi dengan pria lain, jadi aku masih punya hak untuk ngejar-ngejar kamu.”

Aku melongo. Pria satu ini ngomongnya lancar kek jalan tol.

“Niel….”

“Oh, aku suka panggilan itu,” potongnya.

“Aku serius,” ucapku gemas.

“Aku juga serius.” Ia berujar tak kalah gemas. “Gak masalah kali ini kamu menolakku. Tapi bukan berarti aku akan mundur. Kamu belum resmi jadi milik orang lain, jadi ya … perjuanganku untuk ngedapetin kamu jalan terus. Simpel, kan?”

Kami beradu tatap.

“Kamu nggak takut kumanfaatin? Kamu mapan dalam segala hal. Tadinya aku sempat kepikiran untuk morotin kamu, lho. Tapi setelah kupikir-pikir, aku bakalan jahat banget kalo sampai ngelakuin itu.”

“Aku nggak keberatan, asal kamu mau sama aku. Akan kuberikan semua yang kamu mau. Limpahan materi, apa saja.” Lagi-lagi ia berujar lugas, tanpa tedeng aling-aling.

“Niel….”

“Yeah, aku seputus asa ini kalo berurusan sama kamu.” Ia kembali berujar. Kali dengan suara getir.

Dan akhirnya aku sadar, ia terluka karena penolakanku.

Makan siang itu kami lalui dengan perasaan tak enak. Daniel lebih banyak diam, pun begitu dengan diriku. Makanan yang masuk ke mulut rasanya hambar.

Ketika pria itu hendak mengantarkanku kembali ke kantor, ketika mobil yang kami tumpangi baru saja keluar dari tempat parkir, kami berpapasan dengan mobil itu.
Mobil yang tengah melaju pelan menuju halaman rumah rumah makan.
Mobil Bae. Dia yang mengemudi, dan perempuan itu di sisinya. Perempuan bernama Maya yang akhir-akhir ini sering datang ke rumah.

Ah, Vertigoku seketika kambuh.

***

Musik diskotik menghentak. Aku duduk sendirian di meja bar sembari menikmati segelas minuman. Awalnya tadi aku ingin mengajak Elsa. Aku bilang padanya bahwa aku suntuk dan butuh hiburan. Namun apa boleh buat, dia ada jadwal kencan. Siapa lagi kalau bukan dengan Mas Aron.

Sexy BaeWhere stories live. Discover now