11. You are my compass

596 80 4
                                    

Pertengahan tahun 2010

“Hai, namaku Tasya. Dan aku pacar Kevin.” Sosok cantik bertubuh semampai itu tiba-tiba saja menghampiriku dan memperkenalkan diri. 
Aku menyipitkan mata dan menatapnya bingung. “Sorry?”

Perempuan bernama Tasya itu bersedekap lalu balas menatapku dengan tatapan jijik. “Nggak usah sok cool deh. Aku tahu kalo kamu sering merayu Kevin. Mulai sekarang, menjauhlah darinya.”

Aku menyibakkan rambut sambil berusaha mengingat tentang sosok yang tengah ia bicarakan. 
Kevin? Kevin yang mana? Hanya satu kenalanku yang bernama Kevin. Jadi Kevin yang itu pastinya. Yang tak terlalu gagah, yang wajahnya lumayan cakep, yang punya senyum manis dengan kulit kecoklatan, yang … suka sekali ngobrolin hal nggak penting lewat pesan singkat.

Sorry, but I just don’t get it,” balasku.

“Jangan gangguin cowokku lagi, dasar Jalang!” Akhirnya teriakan itu timbul tenggelam di antara bisingnya suara musik diskotik. 
Aku menatapnya sekilas lalu memilih menenggak minumanku. Sungguh, aku tak ingin terlibat keributan dengan siapapun. Malam ini aku hanya ingin mencari hiburan, melepas penat karena seabrek tugas yang membuat kepalaku puyeng.

Merasa diabaikan, kemarahan perempuan bernama Tasya itu semakin menggebu. Ia kembali mengumpat, menghujaniku dengan sumpah serapah. Ketika ucapannya gagal membuatku terprovokasi, ia menghampiriku. 
Selanjutnya, aku menjerit ketika tiba-tiba tamparan itu mendarat pipi. Keras, hingga sempat membuatku terhuyung.

Kaget dan merasa tak terima, aku buru-buru bangkit, merangsek maju lalu membalas menampar perempuan yang berani memukulku terlebih dahulu. 
Sosok itu sigap menghindar. Gemas, aku menarik rambut panjangnya lalu menghantamkan pukulan ke kepala. Jeritannya teredam musik, tapi aku tahu bahwa pukulanku sukses mengenai dirinya.

Hanya dalam waktu sekejap, keributan itu akhirnya benar-benar pecah. Kami terlihat saling pukul, saling jambak, bahkan sempat pula bergumul di lantai. Suara musik dan keriuhan karena keributan kami menyatu. Beberapa orang bersorak, namun beberapa mencoba melerai. Hingga akhirnya, beberapa orang bertubuh tegap merangsek dan berhasil menghentikan perkelahian kami.

***

Keributan di antara kami berakhir di kantor security. Harapannya supaya kami berdamai dan masalah perkelahian tak berlanjut lebih jauh. Namun sepanjang mediasi yang dilakukan oleh dua orang security di ruangan tersebut, lawan tandingku tadi tak berhenti menghujaniku dengan kata-kata makian. Sementara lelaki tinggi lumayan gagah yang berada di sisinya masih berusaha menenangkan. Tak berhasil, nyatanya perempuan itu tetap saja kesetanan.

Lagipula sejak kapan lelaki itu di sini? Apa ia punya firasat bahwa keributan ini akan terjadi makanya ia buru-buru ke sini? Atau pacarnya yang memanggil? Atau memang sejak tadi ia memang di sini. Ah, bodo amat.

Sebetulnya aku tak terlalu paham dengan apa terjadi. Yang jelas, pria gagah bernama Kevin yang sekarang berada di sisi Tasya itu kukenal sejak beberapa waktu lalu. Diawali ketika aku sedang minum sendirian, ia mendekati lalu mengajak kenalan. Tak lama setelah bertukar nomor telepon, kami sering berkomunikasi. Hanya obrolan biasa sebenarnya, tapi entah sejak kapan pesan singkatnya berubah menjadi rayuan-rayuan maut. Bukannya terpesona, aku justru merasa jijik. Rayuannya norak.

Dan sekarang, tiba-tiba saja ada sosok perempuan yang mengaku sebagai pacar Kevin dan menuduhku sebagai perempuan jalang yang menggoda pacar orang. 
Cih. 

Sexy BaeWhere stories live. Discover now