prolog

5 1 0
                                    

PROLOG

Seorang gadis masuk rumah dengan tas yang diselempangkan di pundak kirinya. Ia masuk dan melihat mamanya yang duduk di sofa yang sedang memegang kertas, ia tahu kertas apa itu lantas ia pun terkejut.

Ia berusaha untuk segera ke kamar tetapi mamanya menahannya.

“Jelasin ke Mama, kenapa nilai kamu rendah gini!” Suara mamanya sedikit keras membuat dirinya menoleh ke arah mamanya, ia tahu kalau yang dipegang mamanya itu adalah kertas ulangannya.

“Kenapa? Kenapa emangnya kalau aku nilainya rendah? Ada masalah?” ucap Viola dengan nada merendahkan, ia berusaha untuk kembali melanjutkan perjalanannya menuju kamar tetapi kembali tertahan karena suara mamanya.

“Vil! Mama butuh penjelasan! Kenapa nilai kamu rendah gini? Pas SMP kamu nggak kayak gini, kamu sekarang banyak main ya?!” Seorang wanita paruh baya itu kembali memarahi anaknya yang bernama Viola, Karina Viola Hendra.

“Mama kenapa sih, kayak gitu banget sama aku? Emang harus ya, aku dapat nilai bagus dan jadi juara kelas terus?” Viola menunduk dengan perasaan antara kesal, kecewa, dan sedih. Membuat ia jadi pusing dengan semua yang ada di sekitarnya.

“Kamu sekarang berani ya? Berani ngebantah Mama?!”

Plakkk

Tamparan yang sangat keras mendarat dipipi gadis itu, membuat ia meringis kesakitan dan menatap Weri—mama Viola—dengan sinis.

Viola pun beranjak dari tempat ia berdiri sekarang lalu berjalan keatas. Tepatnya ke kamarnya. Saat sampai di tangga ia kembali menatap mamanya.

“Satu hal yang perlu Mama ketahui, aku tidak suka dikekang. Nilai bukanlah segalanya termasuk uang. Aku nggak butuh semua itu. Kalau Mama begini terus, aku nggak bakal main-main untuk pergi dari rumah ini!” ucapnya, lalu pergi menuju kamarnya.

Weri hanya tertunduk diam, tak bergeming sama sekali. Entah saat itu ia sedang menyesali perbuatannya atau malah kesal dengan sikap anaknya.

~~~

Viola sangat kesal dengan mamanya, ia sudah muak dengan segala tingkah laku mamanya yang seenaknya. Saat berada di kamar, ia masuk dan langsung melihat foto ayahnya. Seketika ia langsung mengeluarkan cairan bening dari matanya.

“Pa, Viola kangen. Papa dimana sekarang ...,” ucapnya sambil memeluk foto ayahnya itu, duduk di atas kasur dan meluapkan semua perasaannya itu dengan sebuah tangisan.

“Pa, andaikan papa tau bagaimana sifat mama sekarang ..., aku nggak sanggup lagi, pa.” Ia terlanjur sakit hati dengan perilaku mamanya yang selalu mengekangnya, tidak hanya dari segi materi tetapi juga dari segi fisik dan semua hal tentang dirinya.

Mamanya yang selalu mengaturnya. Ya, emang dulu ia selalu nurut karena ia masih sabar dengan semua itu. Namun, sekarang kesabarannya telah habis. Semuanya rasa tidak suka kepada mamanya itu sudah tak sanggup ia simpan lagi, semua tentang mamanya sangat tidak disukainya.

Papanya telah meninggalkannya pada saat ia berumur lima tahun, seharusnya saat itu ia membutuhkan bimbingan disertai ketulusan yang hangat dari papa mamanya.

Namun yang ia dapatkan saat papanya meninggal adalah kekangan. Semuanya diatur oleh mamanya dan ia harus menurutinya tidak boleh dibantah sedikit pun.

Viola adalah seseorang yang keras kepala, sesuatu yang diinginkannya harus dituruti atau tidak, ia yang harus melakukannya semuanya sendiri.

Sifatnya itu turun dari sifat mamanya yang juga keras kepala, tetapi di balik semua sifat buruknya, ia juga memiliki hati yang baik. Mungkin ada seseorang yang akan membuat sifatnya berubah di masa yang akan datang.

Viola berbaring di atas kasurnya sambil memeluk foto papanya. Hanya papanyalah yang mau mengerti tentang dirinya, ia sangat merindukan dengan papanya.

Pikirannya sekarang di penuhi oleh semua kegiatannya bersama papanya di saat ia masih kecil, tangannya pun tidak lepas dari foto papanya itu. Seulas senyuman merekah di wajahnya, mengingat papanya selalu bisa membuat hatinya menjadi sejuk. Semua kenangan bersama papanya tak akan bisa untuk dia lupakan, dia hanya berharap semoga papanya tenang di sana dan bisa hidup bahagia di alam sana.

“I love you, Papa.” Kata-kata itu spontan keluar dari mulutnya, dalam keadaan memejamkan matanya dan seulas senyuman yang masih merekah di wajahnya.

TBC...

Kesempurnaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang