16. vogue paris!

2.2K 513 105
                                    

Tidak bertemu Hermione, Harry, Ron, bahkan Draco selama berhari-hari merupakan keputusan terbaik yang bisa dipikirkan oleh Jean. Perempuan itu masih tidak mengerti kenapa bisa hidupnya bisa seberantakan ini.

Rasa-rasanya dia kini tak bisa seratus persen mempercayai sahabat-sahabatnya dulu itu. Gadis itu berusaha menghibur diri dengan lebih sering keluar bersama Hazel dan Evelyn. Callie, gadis itu masih sedikit sensitif terhadap Jean karena perempuan itu tak mau mendengarkannya.

Jean sudah cukup menderita penyakit fisik, dia tak ingin pula mendapat penyakit mental seperti trust issue. Kejadian reunian dia apartemennya sudah seperti seminggu yang lalu, tapi Jean masih tak tampak bisa menghilangkan itu dari pikiran dan hatinya.

"Jadi, aku mendapat kesempatan kunjungan ke sebuah kantor majalah mode di Paris." Evelyn bercerita dengan semangat. Sebagai mahasiswi Tata Busana, itu adalah seperti mimpi menjadi kenyataan.

"Benarkah?" Jean tersenyum.

Evelyn mengangguk, senyumnya begitu lebar. "Vogue Paris!" dia hampir saja menjerit.

"Apa? Wow!" respon Hazel antusias.

Jean mengangkat kedua alisnya terkejut. "Vogue? Wow.. itu.. luar biasa, Evelyn." Dia tersenyum senang. Kemudian dia menarik napas panjang, teringat tunangannya yang bekerja di kota yang sama dengan kanot pusat Vogue Paris. "Grayson ada di Paris." Jean kembali tersenyum, tak sampai matanya.

"Itu hal yang bagus!" Evelyn tersenyum. "Aku bisa bertemu dengannya dan bilang bahwa kau merindukannya."

Jean tersenyum. Kalau boleh jujur, ya, dia sedikit merindukan Grayson disaat seperti ini. Grayson yang selalu punya seribu cara untuk membuat Jean tersenyum, bahkan tertawa. Lesung pipinya yang tak terhindarkan, matanya yang menyipit ketika dia tertawa, Jean merindukan itu.

Entah ini kutukan atau apa, semenjak Grayson jauh darinya, kehidupan gadis itu benar-benar berantakan. Banyak hal baru yang membingungkan muncul secara tiba-tiba ketika Grayson sedang tak disampingnya.

Seharusnya Jean menjadi gadis kuat, kan? Kenapa yang dilakukannya malah sangat berkebalikan? Kenapa dia seakan ingin lari dari semua ini?

"Kami bisa membantumu mengingat kembali."

"Benarkah?"

"Tapi prosesnya sedikit.. sakit."

"Ya, lakukan saja."

Percakapannya dengan Hermione terulang kembali di otaknya. Kemudian dia merasakan otot-otot tubuhnya kaku dan tulangnya serasa ingin berlarian ke sembarang arah. Tubuhnya begitu kesakitan, otaknya sedikit demi sedikit dipaksa untuk ingat. Kemudian memorinya selama bertahun-tahun yang hilang dengan deras kembali memenuhi kepalanya.

"Hermione.."

"Ya, Jean."

"Hermione?"

"Ya, ini aku.."

"Hermione, aku mengingatmu.. aku mengingat Ron, aku mengingat Harry.."

Jean memperhatikan Evelyn dan Hazel yang masih saling bercerita tentang apa yang seharusnya dilakukan Evelyn ketika dia berada di Paris. Dia mengembuskan napas panjang. Teman-temannya tak pernah tahu bahwa dia adalah seorang penyihir, berdarah murni.

"Hermione, aku bisa mengingat Cedric.."

Laki-laki tinggi berambut gelap di mimpinya selama ini, ternyata adalah cinta pertamanya. Cedric Diggory, laki-laki itu berusaha membuat Jean mengingat siapa dirinya meski hanya lewat mimpi. Jean menangis ketika untuk pertama kali, akhirnya dia bisa kembali mengingat Cedric.

"Jean!"

Suara keras Hazel membuat gadis itu kembali ke dunia nyata.

"Kau baik-baik saja?" tanya perempuan berambut pendek itu. Jean menatapnya bingung. "..ya," jawabnya menggantung.

"Evelyn berangkat ke Paris esok Rabu." Hazel kembali bersuara. Seperti tahu sedari tadi Jean tidak mendengarkan.

"Apa? Kenapa cepat sekali?" tanya Jean, sedikit terkejut. Hazel menatap sahabatnya, tenyata benar gadis itu tak berada disini sejak tadi. Hazel merasa sedikit kasihan dengan Jean karena akhir-akhir ini dia terlihat sering melamun dan banyak beban pikiran.

Evelyn mendengus. "Sebagai ganti kau tidak memperhatikan daritadi, kau harus mengantarku ke bandara." Dia memutar bola matanya.

Jean tersenyum lemah. "Maaf, aku tak bisa meninggalkan kelas Mr. Walter, dia suka memberi kuis mendadak."

"Jean, kuis selalu mendadak." Hazel menggelengkan kepalanya. "Aku akan mengantarmu, dan mungkin Callie juga bisa." Tawar perempuan itu pada Evelyn.

"Baiklah, jadi Jean yang harus menjemputku ketika aku kembali." Putusnya sepihak. Jean tertawa, "Tentu." Jawabnya.

*****

"Bagaimana dengan praktekmu?" tanya Caitlyn, melirik Draco yang fokus membaca. Gadis itu hanya membawa satu buku tipis, sementara Draco di depannya memiliki dua tumpukan buku setebal batu bata.

"Baik-baik saja." Jawab Draco acuh. Berusaha fokus pada bukunya karena dia memiliki tugas yang harus diselesaikan sebelum akhirnya berangkat menuju rumah sakit pusat untuk menjalani praktek.

Caitlyn mendengus. "Pasti menyenangkan mendapat tempat praktek di rumah sakit pusat." Keluhnya. "Klinik kesehatan di pinggir kota terlalu jauh untukku."

"Berhenti mengeluh." Tanggap Draco pendek. "Praktek di rumah sakit pusat tidak semenyenangkan yang kau bayangkan." Kata Draco.

Apa kau pikir menyenangkan ketika tahu gadis yang kau cintai ternyata telah menjadi pasien dokter pembimbingmu sejak lama?

"Apa?"

"Apa?" Draco mengernyitkan dahi atas pertanyaan Caitlyn yang kini wajahnya terlihat begitu terkejut.

"Oh, aku sungguh minta maaf kau harus melewati ini Draco.." gadis itu menatap Draco prihatin.

Draco menaikkan kedua alisnya. "Apa maksudmu?"

"Kau bilang gadis itu pasien dokter pembimbingmu?" Caitlyn mengernyitkan dahi.

Oh, sial. Draco menutup matanya, dia pikir, dia hanya menggerutu di pikirannya. Ternyata tanpa sengaja Draco mengucapkannya juga.

"Bukan masalah." Draco berusaha menutup pembicaraan.

Caitlyn menopang dagu dengan kedua tangannya, "Baiklah. Ceritakan padaku, bagaimana gadis itu hingga membuatmu menjadi seperti lemari pendingin berjalan." Dia menatap Draco penuh harap. Sedikit ingin tahu bagaimana tipe perempuan Draco.

Draco mengendikkan bahu. "Dia seperti malaikat." Jawabnya pendek. Caitlyn mendengus, semua orang yang jatuh cinta akan mengatakan itu.

"Yang jatuh ke bumi? Tentu saja." Caitlyn memutar bola matanya.

"Diamlah." Draco ikut memutar bola matanya. "She's someone else's light now, anyway."

Dibalik wajah kesalnya terhadap jawaban Draco yang sebelumnya, tanpa laki-laki itu sadari, Caitlyn berusaha menahan senyumannya agar tidak mengembang.

*****

gais, nanya aja nih. nanya doang loh ya, org kalo baca tapi ga ngevote atau komen tuh knp ya?

HIRAETH - Draco MalfoyWhere stories live. Discover now