[2nd] 29. Pathetic Destiny

Start from the beginning
                                    

"Aku merindukan mu Annika, hiks..."

Ia meletakkan tangannya yang berdarah tak berdaya, tidak menghiraukan rasa perih yang didapat setelah luka-luka itu menyentuh debu dan pasir halus yang ada disana. Sementara tangan yang lain menutup mata yang menangis, orang lain yang melihat keadaannya mungkin berpikir bahwa ia merasa frustasi karena akan dieksekusi kala fajar sudah menjemput hari.

Eksekusi, ia pernah merasakan nya sekali, tapi entah kenapa kali ini dia merasa takut untuk pertama kalinya.

Apa dirinya memang takut pada eksekusi mati yang akan ia dapatkan besok.

Atau pada Annika yang hidupnya tidak akan bertahan lama?

Lucian tidak tahu, ia memejamkan matanya, menunggu fajar yang datang tidak akan lama lagi. Meski begitu, tak dapat dipungkiri bahwa ia lelah. Lelah pada kenyataan takdir menyedihkan yang membelenggu dirinya dulu...

...dan sekarang.

***

"Bangun bajingan!"

Prang-!

Lucian membuka matanya dan menatap keluar dari jeruji besi yang menjadi batas antara dirinya dengan seorang kesatria yang menatapnya tajam. Ia menoleh kembali kearah ventilasi tempat cahaya pagi masuk.

'saatnya...'

Ia harap ia dapat melihat sosok Annika untuk yang terakhir kalinya.

Meski ia tahu bahwa semua itu hanya harapan yang sia-sia saja.

"Cepat keluar!"

Kesatria itu membentak nya agar bergerak cepat, Lucian hanya diam tanpa menatapnya karena ia lelah dengan dirinya sendiri yang anehnya diam ketika melihat kesatria itu menarik tangannya dengan kasar dan membergolnya dengan rantai seperti anjing liar. Lucian yang tanpa menghiraukan wajah dari sang kesatria itu mendengar bahwa sosok didepannya berbisik kecil.

"Lucian!"

"....?"

"Ini aku!"

Lucian mendongak dan mendapati sepasang mata emas dengan Surai hazel berkilauan yang langka, ia tidak pernah terlihat rambut seperti itu di kekaisaran ini. hanya pernah sekali, Yaitu saat ia bertemu dan bertatap muka dengan sosok dari tim ekspedisi kekaisaran Victoria. "Elden?"

Ekspresi senang tampak diwajahnya ketika dirinya memanggil namanya dengan pelan.

"Maaf telah kasar, mata mereka benar-benar curiga padaku ayo!"

"Apa yang kau-"

"Ceritanya panjang, intinya aku harus membawa mu kabur dan kita harus mengungkap pada khalayak publik bahwa kau tidak bersalah dan balas menjebak Viscount itu."

Lucian mengangkat alisnya.

"Apa ini ulah Annika? Atau Sienna?"

"Kekasih mu yang tengah melakukan perjalanan tidak mengatakan apapun pada kami, ini adalah ide dari Sienna."

"Perjalanan?"

"Ke Marquisate, Marquis tidak ingin dia merasa tertekan jika tahu kau akan dieksekusi hari ini, ayo-ayo!"

Elden menariknya menggunakan rantai yang tersambung pada bergol ditangannya. Lucian hanya diam tanpa berbuat banyak ketika mendengar penuturan elden atas Marquis yang mengirim Annika.

The Vermilion Primrose [END]Where stories live. Discover now