Papa's Strength (Full Ver.)

Start from the beginning
                                    

"Perutmu ngga apa-apa hm?"

Renjun menggeleng lemah dengan wajah pias. Ia tampak kelelahan dan berkeringat. Jeno yang menyadari itu kembali dibuat panik, seingatnya Renjun baik-baik saja tadi.

"Aku takut banget deh...."

Perhatian kedua orang tua itu lantas teralih kepada si sulung yang kini tengah menatap kerumunan orang-orang di sekitarnya dengan wajah khawatir. Ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang papa saat mendengar suara bising para petugas yang memberi intruksi dan peringatan.

"Sssttt, ngga apa-apa. Ngga ada apa-apa. Lele jangan takut ya, peluk aja leher Papa, oke?"

Chenle sontak mendongakkan wajah dan dengan mata berkaca-kaca menatap papanya yang kini tengah memberikannya senyum manis menenangkan. Bocah itu nyaris terisak sebelum Jeno dengan cepat mengecup pipinya gemas.

"Ngga boleh nangis ya bayi genduttt~ nanti Lolo ikutan nangis...."

Mendengar itu membuat Chenle langsung menatap sang adik yang kini tampak cemas di gendongan mamanya. Chenle yang sudah terisak kecil lantas menghapus air mata di pipinya sebelum menunjukkan acungan jempol ke arah sang papa.

"Huks.... oke!"

Di lantai empat perjalanan mereka tak selancar tadi. Keadaan yang penuh sesak membuat beberapa orang jatuh pingsan dan menimbulkan keributan kecil. Renjun yang disuguhi pemandangan para petugas yang sigap membawa tubuh-tubuh kelelahan itu semakin dilanda panik dan cemas. Secara bergantian ia menatap wajah kedua putranya yang tampak ketakutan. Chenle bahkan sudah terisak tanpa suara dengan wajah yang basah oleh linangan air mata.

"Stttt, Kak Lele jangan nangis ya, nanti Mama jadi ikut sedih...."

Jeno yang mendengar itu sontak mengalihkan atensi. Sedari tadi ia tengah memikirkan strategi sekaligus menenangkan diri. Berlarut-larut dalam panik dan takut tak menghasilkan solusi apa-apa, Jeno sangat paham soal itu dan sebisa mungkin menguasai dirinya.

"Kita belakangan aja jalannya, jangan ikut berdesakan sama yang lain...."

Ia mulai memberi intruksi saat dirasa keadaan sudah mulai kondusif. Jeno bersiap untuk kembali memimpin jalan, memastikan Chenle dan Logan tetap memeluknya maupun Renjun dengan erat. Beberapa langkah telah ia lewati saat Renjun menghentikannya dengan melepas diri dari pelukan.

"No, bisa kita berhenti dulu?"

Renjun berkata dengan ringisan kecil. Tangannya yang terlepas dari tautan Jeno mengelus-elus perutnya yang besar, "perut aku keram."

Jeno membulatkan mata panik. Ia menatap ke sekelilingnya dan mendapati kerumunan orang-orang di belakang yang bersiap menyusul mereka. Dengan sigap ia membawa tubuh Renjun untuk menepi dan menghindari kerumunan.

"Oke, kita istirahat dulu. Kamu yang tenang ya, ambil napas yang relax...."

Ia memberi instruksi sederhana sembari memberi usapan lembut pada perut Renjun. Dua bayinya di dalam sana pasti ikut terkena dampak dari stres yang dirasakan ibunya. Jeno mengerti itu, dan sebisa mungkin ia berusaha membuat Renjun tenang dengan memprioritaskan kondisi tubuhnya.

"Masih sakit hm? Atau kamu mau aku bantu gendong Lolo?"

Mendengar itu membuat Renjun sontak menggeleng panik lantas mengeratkan gendongan sang putra dengan erat, "Ngga, terlalu bahaya. Aku takut Lele sama Lolo kenapa-napa."

Renjun berbohong jika menganggap bahwa menggendong Logan adalah hal yang mudah dilakukan sekarang, tapi setidaknya ia tahu bahwa itu cara terbaik yang bisa ia lakukan untuk melindungi kedua putranya. Terlalu beresiko untuk membiarkan Jeno menggendong Chenle dan Logan sekaligus meskipun pria itu mampu. Di situasi kacau seperti ini, akan rentan sekali untuk kedua putranya itu mendapat ancaman fisik; jatuh dan tergencet misalnya.

FAMILY TALE [ NOREN-LE ]Where stories live. Discover now