4. Tentang Benci dan Rindu

580 99 10
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

***

Perempuan itu berharga, sudah seharusnya menjaga. Tetapi terkadang mereka lupa kalau berharga. Sehingga mudah terlena dan terbawa arus yang belum tentu baik adanya.

Tidak Bolehkah Aku Bahagia?
Rani Septiani

***

Aku duduk di tepi kasur, memikirkan segala hal yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Bukannya aku temukan jawaban, malah kepalaku terasa pening. Ditambah kata-kata Putra mengusik kepalaku. Tadi malam sebelum aku masuk ke dalam gerbang, dia berkata, "Perempuan itu berharga, sudah seharusnya menjaga."

Aku bersender di kepala ranjang, menarik selimut hingga menutupi setengah tubuhku. Kenapa malam ini terasa sangat berbeda? Aku benci berada dalam situasi seperti ini. Merasakan rindu dan benci disaat yang bersamaan. Membuat aku terluka dan berteman air mata. Pada siapa aku harus mengadukan semua ini? Aku sendiri dan merasa sepi. Setelah belasan tahun berlalu, tak pernah ada yang mencari atau mengkhawatirkan keadaanku.

"Ayah. Kenapa Ayah berikan cinta, tetapi menyakiti Ibu? Apa Ayah nggak tahu kalau Kakak ikut terluka?" Aku mengusap air mata yang mulai mengalir.

"Putra ... Kenapa lo ngingetin gue sama Ayah?" Kata-kata Putra tadi malam, sama persis seperti yang dikatakan Ayah sebelum pergi dari rumah dan menghilang entah kemana. Bedanya saat itu aku masih terlalu kecil untuk memahami kata-kata Ayah. Dan, kini disaat aku sudah beranjak dewasa, aku masih belum mengerti makna dari kata-kata itu. Apa semua orang memang seperti itu? Lebih suka mengutarakan sesuatu dengan tersirat tanpa peduli orang lain akan mengerti atau tidak.

"Aaaaa. Sakit! Sakit banget. Gue benci berada di situasi kayak gini!" Aku memukul kasur yang tak bersalah itu. Menyalurkan sesak yang terasa pedih.

Memori ini seenaknya saja kembali berputar dalam ingatanku tanpa pernah aku minta.

Saat aku masih SD, aku dan Ibu sering pindah rumah. Menyebabkan aku sering pindah sekolah. Penyebabnya satu, karena tetangga selalu menggosip tentang kami. Aku sering mendapati Ibu sedang menangis setiap malam. Dan di pagi harinya selalu tampak baik-baik saja. Aku benci semua orang yang membuat Ibu menangis.

Aku rindu pada Ayah, benci ini terkalahkan oleh rasa rinduku. Rindu yang sudah teramat dalam aku rasakan.

Aku duduk di kursi tunggu dekat pos security, satu per satu teman sekolahku sudah mulai pulang. Aku mengayunkan kaki sambil menatap sepatu baru yang dibelikan Ayah. Ayah berjanji akan menjemputku setiap pulang sekolah. Walau kemarin ayah tidak datang. Aku akan tetap menunggu hari ini. Seketika langit mendung dan turun hujan. Aku memperhatikan teman-teman yang dijemput oleh Ibu atau Ayahnya. Teman sekelasku begitu menarik perhatianku, dia sedang dipasangkan jas hujan dan helm oleh Ayahnya. Pandanganku mengabur, jika aku berkedip maka air mata ini akan tumpah. Dan benar, aku menangis untuk yang kesekian kalinya. Hal yang aku tahu, Ayah tidak akan pernah datang untuk menjemputku lagi.

***

Kringgg kringgg

Dengan mata yang masih tertutup, aku meraba nakas untuk mematikan ponsel karena suara alarmnya sangat mengganggu tidurku. Aku menguap dan mengucek mata. Lalu membuka mata secara perlahan. Aku mengambil ponsel dan melihat jam, ternyata sudah jam 10 pagi. Ya, beginilah aku. Selalu tidur diatas jam 11 malam bahkan di atas jam 2 malam. Dan akan terbangun pukul 10 pagi. Beraktivitas di dalam rumah, hanya keluar jika ada keperluan yang mendesak. Bisa dikatan aku adalah orang yang tidak suka bersosialisasi dengan orang lain, padahal dulu aku tidak seperti ini. Ya sudahlah, itu dulu berbeda dengan sekarang. Semuanya sangat berbeda! Dan sudah jauh berbeda!

Aku bangun dan menuju kamar mandi. Hari ini waktunya aku bekerja. Ya, aku adalah pemilik online shop yang bernama "Bunga store". Aneh memang, aku menjual berbagai pakaian, sepatu, sendal, tas, dan aksesoris. Tetapi aku memberinya nama bunga. Sebenarnya alasannya sederhana. Karena di toko bunga untuk pertama kalinya Ayah dan Ibu bertemu. Aku tersenyum, mengingat bagaimana bahagianya Ayah dan Ibu saat bernostalgia awal pertemuan mereka. Bolehkah aku berharap? Aku ingin Ayah dan Ibu bersama seperti dulu lagi. Memberikan kehangatan juga senyum meneduhkan untukku. Aku sangat rindu. Lagi-lagi air mata menggenang di pelupuk mata. Ya, aku memang secengeng ini.

Ting

Aku yang hendak masuk ke dalam kamar mandi terhenti saat mendengar satu notifikasi di aplikasi WhatsApp. Segera aku berbalik arah menuju nakas.

Putra
Assalamualaikum. Ini saya Putra. Maaf baru sempat hubungi kamu. Gimana lukanya?

Aku tertegun, kenapa dia bertanya seperti itu? Apakah dia mengkhawatirkanku?

***

Akankah Putra memberikan warna indah dalam hidup Ana? 😆

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share something from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama. Jangan lupa shalat tepat waktu yaa.

Bolehkah Aku Bahagia? | TERBITWhere stories live. Discover now