Bab 28. Bingung

624 75 0
                                    

"Mimpi apa gue bisa liat lo datang sepagi ini?" ejek Rayyan ketika Savana menghampiri Rayyan, membuat gadis itu memutar bola malas. Menyebalkan!

"Lo mimpi ketemu bidadari kali, Yan." Savana melemparkan tas pada Rayyan. "Pegangin. Gue mau jalanin hukuman dari si sipit dulu."

Rayyan terbahak. "Makanya, Na. Lo kalo jadi orang jangan pemalas. Gini kan jadinya. Emang enak?"

Hais! Rayyan ini sepertinya belum pernah menelan sayap pesawat. Mulutnya sangat menyebalkan, sukanya ngatain orang. Heran. Tapi, masa bodohlah. Terserah Rayyan saja mau mengatai Savana apa, yang penting dia bahagia.

Langkah Savana terhenti, matanya menjelajah mencari sapu lidi nenek sihir. Namun, pandangan Savana harus terhenti pada satu titik. Matanya menyipit saat gadis yang ... ah, kenapa gadis itu mirip sekali dengannya? Apa Savana memang mempunyai kembaran? Lalu sengaja dipisahkan oleh enyak agar kembarannya itu tidak tertular sifat malas Savana.

Ah, tapi ... rasanya tidak mungkin Savana memiliki kembaran. Soalnya enyak selalu bilang pada Savana seperti ini, "Savana, lu kalau jadi anak itu yang baek. Lu anak enyak satu-satunye, Savana. Buat enyak bangga ame lu." Begitu seringnya Enyak Hindun berbicara.

Jadi, gadis yang tak sengaja Savana lihat itu kemungkinan hanya mirip dengannya. Entahlah. Lebih baik sekarang ia menyapu, daripada nanti ia dimarahin sama si mata sipit. Duh, malas banget kalau harus mendengar kata-kata sepedas cabai level mampus keluar dari mulutnya.

Namun, ketika Savana ingin membalikkan tubuh untuk melanjutkan pencarian sapu lidi nenek sihir yang sering ia lihat di kartun, tiba-tiba seseorang yang baru saja terlintas di benak kini berdiri di hadapannya sembari bersedekap dada.

"Ngapain kamu masih diem di sini? Tuh, Pak Ridwan udah nyapu. Kenapa nggak kamu gantikan? Bu—"

"Iya, iya. Saya kan tadi lagi nyari sapunya. Ini mau gantiin." Hais! Si sipit ini kenapa sangat menyebalkan sekali, sih? Tidak tahu apa kalau Savana memangkas waktu tidur demi datang pagi ke kampus ini?

Mengembuskan napas, Savana berjalan meninggalkan Raven menuju tempat di mana Pak Ridwan sedang menyapu dengan khidmat.

"Pagi, Pak." Savana menyapa. "Boleh saya pinjam sapunya, Pak?" Please, bilang nggak boleh, biar Savana bisa santai.

"Buat apa, Neng?"

"Bu—"

"Selama masa OSPEK, cewek ini akan menggantikan Bapak membersihkan halaman ini. Jadi, selama itu Bapak bisa istirahat."

Demi neptunus! Ini cowok kenapa bisa kayak jelangkung gini, sih? Datang tak diundang pulang tak dijemput. Kalau saja Savana punya kekuatan super, atau minimal ia mepunyai tongkat ajaib, sudah pasti laki-laki songong bin menyebalkan ini akan ia sihir menjadi kura-kura.

"Oh, begitu?"

"Iya, Pak. Benar, 'kan, Savana?" Savana mendengkus kesal, lantas ia berkata dengan terpaksa, "Ia, Pak."

"Alhamdulillah. Terima kasih, Mas Raven, Neng. Kalau gitu saya pergi dulu." Pak Ridwan menyerahkan sapu nenek sihir yang tadi beliau pegang pada Savana, kemudian pergi, menyisakan Savana dan makhluk paling menyebalkan di dunia.

"Selesaikan tugas kamu. Setelah itu berkumpul di lapangan." Setelah berkata demikian, Raven pergi meninggalkan Savana yang sudah menekuk wajah kesal.

Siapa yang tidak kesal, sih? Savana itu tadi hampir berhasil membuat ia tidak jadi menjalankan hukuman. Eh, tiba-tiba si sipit datang dan menghancurkan rencannya.

"Savana! Jangan diam saja. Cepat selesaikan tugas kamu!" seru Raven setelah berjalan beberapa langkah darinya.

"Bawel!"

Savana mulai mengayunkan sapu, mengumpulkan daun-daun kering yang berserakan di bawah pohon. Namun, baru sebentar ia melakukan kegiatannya tersebut, tiba-tiba potongan memori terlintas di benaknya. Savana seolah-olah merasa ... ia pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Tapi di mana?

Ah, sudahlah. Mungkin Savana memang sering dihukum seperti ini sewaktu SMA. Lebih baik ia segera menyelesaikan tugasnya sebelum si sipit berteriak murka.

***

"Gue perhatiin daritadi, lo ngelamun terus. Mikirin apa, sih?" Rayyan berbicara, membuat Savana yang tengah berusaha mengingat sesuatu menoleh pada laki-laki yang duduk di sampingnya.

"Gak tau."

Sumpah, Savana juga tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Sedaritadi otaknya berusaha mengingat sesuatu yang ia sendiri tidak tahu itu apa. Seolah-olah ada bagian yang hilang dari ingatannya.

"Yan." Savana memanggil setelah hening beberapa saat. "Gue pernah kecelakaan terus lupa ingatan?"

"Ngaco!" seru Rayyan sembari memukul lengan Savana. "Lo nggak pernah kecelakaan. Kalau nyaris kecelakaan sering. Lagian, kenapa lo tanya gitu?"

Savana menatap Rayyan yang mengerutkan keningnya, lantas gadis itu menggeleng dan berucap, "Gue cuma ngerasa lagi ngelupain sesuatu. Tapi, gue nggak tau sesuatu itu apa?"

"Udahlah, Na. Nggak usah dipikirin. Nanti kalo lo diem juga bakal keingat sendiri." Rayyan berdiri dari duduknya, kemudian ia berkata, "Pulang sekarang aja, yuk, Na. Nanti dicari sama enyak lo lagi."

Mengembuskan napas berat Savana beranjak dari duduknya. Namun, ketika ia melangkah, matanya tak sengaja menangkap sosok Raven yang sedang berbicara dengan seseorang yang mirip dengannya.

Savana menggeleng, lalu dengan cepat ia mengucek mata—takut salah lihat—tapi tetap saja tidak berubah. Dua orang yang berdiri tak jauh darinya itu memang nyata, bukan halusinasi semata.

Hari ini, untuk kedua kalinya ia melihat seseorang yang sangat mirip dengannya. Namun, aneh. Gadis itu terlihat samar di mata Savana. Ah, sepertinya Savana harus meminta tolong pada Rayyan. Siapa tahu kan penglihatan Savana agak bermasalah?

"Yan." Savana menahan Rayyan, hingga laki-laki itu menoleh sembari mengerutkan kening.

"Apa?"

"Lo liat ke sana!" Savana menunjuk gadis yang tadi berbicara dengan Raven. Namun, sial! Jangankan gadis itu, Raven saja sudah tidak ada. Ke mana perginya mereka?

"Iya, terus?"

Mengembuskan napas berat, Savana menggeleng. "Nggak jadi." Kemudian, gadis yang menggerai rambutnya itu berjalan gontai mendahului Rayyan. Sungguh, isi kepalanya saat ini dipenuhi banyak pertanyaan yang ia sendiri tidak tahu di mana akan mendapatkan jawaban.

Tuhan ... Savana mohon, sekali ini saja. Tunjukkan ia jalan untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang terus berputar di benaknya. Savana yakin, jika pertanyaan itu bertambah, kepalanya pasti akan meledak.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

2.12.2020.

Akhirnya ... apdet lagi. Ahahaha. Setelah sekian lama Ze menghilang. Dua bab, eh tiga bab lagi ending. Yeay! Setelah itu baru nulis project novela teenfic.🤣

Terima kasih sudah membaca.❤

See u next chapter!

Mwahh.😘

Dilarang Jatuh Cinta! (TAMAT)Where stories live. Discover now