Bab 18. Mulai Jatuh Cinta?

493 79 22
                                    

"Kenapa kamu diem, Fan?" Suara seberat dosa Plankton menyadarkan Savana dari lamunan. Kemudian, gadis berkulit putih itu menatap Jonas untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia berucap,

"Enggak semua kulit buah yang jelek itu busuk, Mas." Jiah! Savana merasa dirinya seperti Pak Mario Teguh yang suka sekali berkata-kata bijak. "Mas enggak bisa ngeliat kulitnya doang, karena bisa jadi buah yang kulitnya jelek, berjerawat, punya banyak bintang itu dalamnya sangat bagus bahkan manis."

Tepuk tangan buat Savana yang berhasil membuat orang di sampingnya tak bersuara. Mungkin kagum? Secara, Savana anak Enyak Hindun ini sudah berganti nama menjadi Savana Teguh, makanya dia bisa bijak macam Om Mario.

"Jadi, maksud kamu aku salah?" Jonas berkata datar. Nah, sudah dapat dipastikan pria satu ini pasti enggak terima. Dasar Squidward!

"Aku gak bilang kamu salah, Mas. Aku cuman bilang, kalau menilai sesuatu jangan dari tampak luarnya aja."

"Kamu bohong sama aku, Fan. Kamu ketemu sama Arvi bukan untuk catatan kamu. Tapi, untuk bicara hal yang kamu rahasiakan dari aku."

YA, KARENA GUE GAK MUNGKIN BILANG KALO GUE ITU EMAK KALIAN, BAMBANG!

Hais! Rasanya darah Savana sudah mendidih, sudah bisa dibikin kopi kalau mau. Jonas ini kenapa, sih? Nyebelin banget. Gak tau apa kalau Savana ini orang yang menciptakan mereka.

"Buka pikiran kamu, Mas. Aku capek dituduh yang enggak-enggak sama kamu." Savana mengambil tasnya yang berada di bawah kaki. Tanpa berpikir panjang ia keluar dari mobil, membuat Jonas berdecak nyaring lalu turun dari mobil.

Dengan gerak cepat, Jonas menarik tangan Savana hingga gadis itu jatuh ke pelukannya. Aduh, kenapa harus nyungsep ke pelukan Jonas, sih? Kan Savana mau marah. Kalau nyungsep gini kan bawaannya pengen tidur.

"Oke, aku salah. Aku udah nuduh kamu yang enggak-enggak. Tapi kamu harus tau kalau aku cemburu." Savana meringis. Cemburu, sih, boleh. Asal jangan berlebihan apalagi sampai nyakitin hati pasangan.

"Kamu selalu gitu, Mas. Selalu, selalu, selalu kebawa emosi." Kalau dipikir-pikir ini salah Savana, sih, menciptakan karakter menyebalkan macam Jonas ini. "Kalau kamu kayak gini terus ... aku enggak tau gimana ke depannya nanti. Ak—"

"Ssstt! Aku janji, ke depannya enggak bakal kayak gini lagi. Kamu jangan ngomong apa pun soal perpisahan. Karena aku enggak sanggup kalau harus pisah sama kamu. Aku sayang kamu, Savana. Aku enggak mau kehilangan kamu."

Untuk pertama kalinya Savana tersentuh dengan perkataan Jonas, perkataan tokoh yang ia ciptakan itu bahkan membuat Savana sampai menitikkan air mata. Hais! Kenapa ia jadi baper begini, sih? Sumpah, Savana tidak bohong. Ia ... sepertinya mulai jatuh cinta pada Jonas.

"Maafin aku, yah?"

Savana melepaskan pelukan Jonas. Kalau tidak, bisa-bisa ia bisa tertidur saking nyamannya.

"Iya, Mas," sahutnya sembari tersenyum. "Asal jangan diulangi lagi. Janji?" Savana mengacungkan kelingkingnya.

Tahu, enggak? Savana merasa seperti anak SD yang demen janji-janji pake kelingking. Katanya, biar enggak berani melanggar. Dan katanya lagi, kalau mereka yang berjanji seperti itu—menautakan kelingking—jika mengikari, maka mereka akan disambar petir, terus gosong, kalau enggak beruntug bisa mati. Kan Serem.

"Janji!" seru Jonas bersemangat, seraya menautkan kelingkingnya pada kelingking Savana. Ah, ia merasa bahagia hanya karena hal ini. Ya, soalnya ... Savana enggak pernah berjanji ala anak-anak dengan seseorang setelah remaja.

"Yuk, masuk. Sebentar lagi kita sampai." Jonas menggiring Savana masuk ke mobil, membukakan pintu lalu menutupnya setelah memastikan kalau Savana sudah duduk dengan nyaman di dalam sana.

Berasamaan dengan Jonas yang melajukan mobilnya, Savana mulai terpejam. Rasanya ia sangat mengantuk sekali. Jika biasanya sebelum tidur Savana berdoa agar ia bisa kembali ke tempat asalnya, maka tidak dengan kali ini. Gadis itu justru berdoa sebaliknya.

Tuhan ... aku ingin menikmati liburan bersama cogan ini. Jadi, jangan kirim aku kembali.

***

Savana berlari layaknya anak kecil ketika tiba di pantai. Manik cokelatnya menyapu pandang hamparan laut yang mampu menyegarkan mata serta pikiran. Tak peduli teriakan mama dan Laura yang berjalan jauh di belakang, minta Savana menunggu mereka.

Biarkan saja mereka kesulitan berjalan. Siapa suruh pakai heals ke pantai, ya, jelas susah! Sekalian saja jalan di lumpur penghisap.

"Senang, Sayang?" Savana merasa dekapan hangat dari belakang, kemudian ia tersemyum. Savana bukan hanya merasa senang, tapi ia sangat bersyukur karena takdir telah mempertemukannya dengan sosok yang mampu membuat Savana lupa akan keberadaannya.

Cinta Jonas untuk Savana begitu besar, bahkan lebih besar dari matahari yang dikelilingi oleh bumu. Ia merasa beruntung karena mendapatkan pria macam Jonas jika saja ... Jonas ini suaminya di dunia nyata.

Hais! Begini, yah, rasanya jatuh dari ketinggian. Sakit, cuy! Udah ngebayangin yang iya-iya malah dijatuhin dengan kenyataan yang enggak-enggak.

"Makasih, yah, udah ngajak liburan ke sini." Savana tersenyum. Sumpah, ini pantai emang cakep banget! Hampiran pasir putih yang sangat indah. Anginnya? Beuh! Jangan ditanya, sepoi-sepoi. Bikin Savana jadi melayang macam layang-layang.

"Buat ka—"

"Jonas!" Suara seksi Jonas harus terputus karena suara cempreng dari mama. "Kamu tega banget ninggalin Mama." Mata sipit wanita itu beralih menatap Savana. "Demi dia?"

Ya, emangnya kenapa? Kan Savana itu istrinya. Terus, masalah buat mama medusa? Hais! Kenapa, sih, beliau ini selalu mengganggu?

"Ma, dia ini istri aku, loh."

"Istri enggak bisa hamil aja dibanggain," celetuk Laura sembari bersedekap dada. Sumpah, ya, lirikan Laura ini mirip macam Mbak Suzana. Serem, uy!

Savana berdehem sekali, kakinya bergerak maju. "Ngomong apa lo barusan?"

"Ngapain Jonas banggain perempuan yang enggak bisa hamil kayak lo? Mending cari pe—"

Plak!

"Mulut lo tolong dijaga. Gue gak akan segan-segan nyakitin lo kalau lo ngomong kurang ajar kayak gitu lagi."

Savana marah! Jelas saja dia marah karena dikatain Laura macam itu. Ngomong enggak bisa disaring dulu. Teh aja perlu disaring biar ampasnya enggak ke mana-mana. Masa omongan dia enggak bisa?

Inget, yah! Savana itu enggak mandul. Dia bukannya tidak bisa hamil, tapi belum. Nanti Savana bakalan hamil dan punya anak, kok. Meskipun hal itu terjadi setelah Jonas ... ah, Savana tidak sanggup mengatakannya.

"FANA!" Buset! Ini mama kalau teriak bisa ngalahin toa masjid rupanya. "Kamu kenapa nampar, Laura? Dia enggak salah apa-apa. Ucapan dia juga bener, kok."

"Mama abis makan cabe berapa ton, Ma? Kok mulut Mama pedes banget." Pura-pura sedih bisa membuat Savana dipeluk Jonas lagi gak, yah?

"Ma, kenapa Mama ngomong gitu?" kening Jonas berkerut. Kayaknya Jonas diserang bingung mendadak karena lebih ngebela Laura dibandingkan istrinya. Hey, mas suami! Kamu baru sadar kalau mama kamu itu medusa bermulut pedas?

"Ya, karena Mama mau kamu pisah sama wanita pembawa sial ini!"

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

19.10.2020.

Sisa berapa part lagi end😌😌😌

Semoga sejauh ini kalian engga bingung sama plotnya. Tapi gessss, kalau kalian bingung, atau ada yang rada gak masuk akal, kasih tau Ze, yah! Hayati enggak tau kalau gak dikasih tau.

Makasih sudah baca.

Ze sayang kaleannn💋💋💋 

Dilarang Jatuh Cinta! (TAMAT)Where stories live. Discover now