talk to the rain.

139 16 2
                                    

━━━━━━━━━━━━

・・・・・・・・・・・・

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

・・・・・・・・・・・・

katakan pada hujan,
saya takut, karenanya merasa kehilangan yang kian terkikis bersama kenangan.

"Kamu suka menulis
hal seperti ini, ya? lucu sekali."

Pergerakan sepasang hasta yang dimaksud lantas terhenti. Hima dalam relung atmanya membias, obsidian kembarnya melebar. Menangkap presensi wanodya semenjana berpaku agah pada secarik kertas di genggaman.

Labium bermanya bersungging samar, lantas menarik pelan kertas dari kuasa sang teruni. Durjanya menggeleng pasti, dengan labiumnya yang dikulum gemas.

"Ini bukan aku, sungguh."

Ia mengelak, sang teruni mengiyakan saja meskipun ia mengetahui.

"Lanjutkan saja Hwang,
kelak kamu bisa menyusul Oodgeron
aku yang berbangga diri pada semesta, hehe."

Seutas kurva terukir cendayan dalam paras elok sang praja. Sebelah tapak tangannya mengusak kecil pucuk kepala sang teruni. Lantas menarik pelan, guna mengikuti langkah tungkainya.

"Kemarin ada cerita?"

Kini, Hyunjin menginstruksi langkah kecil wanodya di belakangnya untuk ambau diri diatas bangku beranda wisma. Diikuti dirinya yang duduk berseberangan dengan sang teruni.

"Mau mendengar ceritaku
tentang Arthur lagi?"

Sebelah alis yang mendengar itu menukik, menoleh sekilas pada roman anindita dengan rona berma bak buah persik.

Hyunjin mengangguk, sembari sepasang rungunya siap mendengar lontaran tiap bait aksara dari sang teruni.

"Tidak ada."

Tuk

Sang teruni mengaduh tatkala jemari sang praja mengetuk keningnya usai mendengar tuturan. Kedua manik ambernya menangkap tendensi oknum yang tak merasa bersalah.

"Ya, memang tidak ada
apa yang perlu diceritakan?
kamu saja sana yang bercerita."

Bahana tawa renyah dari sang pendengar itu mengudara. Lantas sepasang tapak tangan besar itu memblokir durja sang taruni, labiumnya bertutur lirih pada pemilik rungu yang kini bergidik.

"Kemarin aku melihat hujan,
dalam hujan itu ada dirimu.
tapi semakin kuperhatikan,
kamu sirna—"

Rumpang,
Kening sang teruni yang masih terinvasi itu mengernyit heran. Tetangganya ini apa-apaan. Lantas tapak tangan kecilnya menarik hasta sang lelaki agar menjauh dari durjanya.

"—aku belum selesai.
Kemana perginya kamu kemarin?"

Sang teruni terbahak, kedua netra bersinarnya menatap netra halom sang teruna saat Hyunjin sudah menjauhkan hasta darinya.

"Yang kamu lihat itu ilusi optik—"

"Atau bahkan diriku yang lain?"

Elora mengudara bahana dengan birama tak yakin, namun dari banyak warta yang dibaca perihal melihat seseorang yang sama. Bukankah itu kembar? lagipula kemarin dirinya tidak ada dimana-mana selain tempat pembelajaran dan galeri seni.

"Tapi El—"

"Hyunjin, kamu ini bicara apa?
sudah aku mau pulang dulu.
makan siang buatan ibu jangan lupa
dihabiskan ya!"

Sepasang obsidian kelamnya memendar, seiring dengan menghilangnya presensi wanodya cendayan yang pergi membawa rasa puspas. Gadis itu pergi, dari balik gawang bersulur anggur wismanya.

Aku hanya merasa takut...

Aku hanya merasa takut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

rewrite...

©blackllunar, 2021.

notes;
i appreciate myself for writing back in this place. sejujurnya, kangen menoreh aksara dan gagasan otak disini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 06, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝐰𝐡𝐞𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐰𝐞𝐚𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐢𝐬 𝐟𝐢𝐧𝐞Where stories live. Discover now