Epilog

62 8 3
                                    

Epilog

Dari kecil semenjak ayah masih hidup dan kami tinggal di Bandung aku paling suka menikmati malam diatas balkon rumah, menikmati kilauan lampu jalanan kota Bandung sambil menyesap aroma kopi dan suara radio jadul peninggalan kakek. Katanya radio ini adalah radio yang dibelikan almarhum nenek ketika masih hidup. Dan khusus diberikan kepadaku selaku cucu kesayangannya, hebatkan? Disaat yang lain sudah meninggalkan radio dan beralih ke gadget aku masih menggunakannya untuk mengusir lelah saat seharian menghabiskan waktu di sekolah.

Tapi itu beberapa tahun yang lalu. Kini aku lebih senang menikmati malam dengan secangkir coklat hangat dan menonton video kajian dari ustadz Abdul Rozaq di youtube sambil menunggu suamiku pulang ke rumah setelah selesai dinas. Dia masih menjadi orang yang sama, si lelaki sibuk yang terkadang melupakan waktu sarapan dan makan siangnya. Namun kali ini aku memaksanya untuk sarapan karena harus menghadiri proses wisuda seharian.

"huuuuu.. gak nyangka akhirnya bisa lulus tepat waktu juga" Mia memelukku dengan erat sambil melepas toganya kegerahan, setelah selesai foto bersama angkatan di aula kampus, aku dan Mia memang memutuskan untuk bubar duluan kearah sisi danau, gak terlalu ramai hanya beberapa orang saja yang berfoto menghadap kearah gedung rektor yang berada di sebrang danau.

"curaaaaaang.... Kenapa wisuda duluan sih" tak lama Mei muncul kearah kami berdua sambil membawa dua buket bunga besar dan boneka beruang mengenakan toga, kali ini Mei nampak cantik dan anggun setelah memutuskan berhijab secara istiqomah.

Salah satu alasan dia menunda kelulusannya karena beberapa kali ibunya mencoba untuk bunuh diri setelah mengetahui bahwa Mei kembali berjilbab. Jadi selama hampir sebulan dia menjaga ibunya di rumah sakit dan juga kembali meyakinkan keluarganya bahwa berjilbab bukan menjadi masalah besar meski mereka semua beragama non-islam, sebuah perjalanan dan keputusan besar yang akhirnya Mei ambil, meski dai harus merelakan kelulusannya.

"gak masalah wisuda tahun depan, kita-kita pasti datang kok, gue rela bolos kerja deh demi nemenin lu foto bareng di depan patung rektor"

Kami bertiga kembali tertawa di sisi danau kampus, sebuah tempat yang sampai kapanpun selalu menjadi kenangan manisku selama kuliah disini.

"ekhm.."

Aku, Mia dan Mei sontak menoleh ke sumber suara.

Seorang lelaki berjas hitam muncul membawa sebuket bunga ke arahku, Dia memiliki alis tebal yang nyaris bersatu, hidungnya mancung dengan bibir tipis dan tahi lalat yang menonjol di pipi kiri atas dekat matanya.

"selamat..."

Mr. James menyerahkan buket bunga kepadaku, yang disusul dengan sorakan dari Mia dan Mei. Aku langsung menyuruhnya diam karena malu, sebagian orang memandang kearah kami karena keributan kecil yang dibuat mereka.

"terimakasih ya, aa sudah bantu banyak"

Mr. james mengelus kepalaku dengan lembut sambil membawakan barang bawaanku yang bejibun. Rata-rata buket-buket bunga dan beberapa hadiah kecil dari adik tingkat, teman satu jurusan dan juga teman kelas yang memberiku ucapan selamat atas kelulusan. Dan juga ucapan selamat karena pernikahanku dan mr. James yang akhirnya diketahui teman kampus.

Yah, awalnya mereka shock dan tidak menyangka bahwa perempuan yang sering mereka gosipkan di kelas adalah aku, tapi akhirnya mereka bisa menerima dan care tentang hal tersebut. Toh mereka semua sudah dewasa, jadi tidak ada waktu untuk sekedar mengomentari kehidupan pernikahanku. Bahkan Vina cs memberiku kado pernikahan, karena merekalah yang sering bergosip mengenai mr. James termasuk yang menyebar foto mr. james saat membawa pulang mamanya dari club malam beberapa waktu yang lalu.

"yuk pulang, ditungguin mama di masjid kampus..

Hari ini sekalian mama sama papa ngajak ketemuan di resto depan"

Setelah pamit pada Mia dan Mei, Mr. James menggandeng tangan kananku dengan rengkuh, kami berjalan menuju masjid dan melihat mama dan bi Nur melambaikan tangannya kearah kami.

"a, sebelum pulang nanti beli rujak dulu ya depan pocin... kayaknya enak banget siang-siang gini makan rujak"

Mr. James mengangguk sambil mengelus perutku yang masih rata yang ditutup dengan baju wisuda, aku melirik kiri kanan khawatir ada yang melihat tingkahnya barusan.

"iya neng"

Aku dan mr. James tertawa beriringan menuju kearah masjid kampus, great happiness can walk with you, dan terimakasih sudah menjadi pelabuhan terakhir untuku.

Pelabuhan Terakhir (Proses Cetak)Where stories live. Discover now