Bagian 20

66 9 7
                                    

Hari ini seperti hari hari sebelumnya, aku ke kampus bersama mr. James dan turun lebih awal di stasiun pondok cina, jalan kaki menyusuri rel kereta api dan tiba di masjid kampus untuk shalat dhuha lebih dulu sebelum masuk kelas. Di semester 7 ini sudah tidak terlalu banyak matkul yang harus aku ikuti. Hanya beberapa saja yang berhubungan dengan tugas akhirku.

Dan seperti biasa, bahkan sebelum mengenal dan menikah dengan bule ini, aku memang terbiasa duduk di barisan yang tidak terlalu dilihat, baris ke dua sebelum bangku belakang. Jika dulu alasanku tidak ingin bertatap muka langsung dengan dosen pria khususnya yang masih muda dan beken. Kali ini alasanku hampir sama. Aku gak mau lihat suamiku sendiri ada di dalam kelas yang sama denganku, khususnya dia sebagai lecturer dan aku sebagai mahasiswa.

Apalagi mengingat hubungan kami yang mulai sedikit melunak setelah insiden ngobrol malam yang terjadi dirumahnya waktu itu, you know lah ya hubungan kami baru start sampai sini saja sudah dikatakan luar biasa.

Btw, harusnya siang ini dia harus otw Bandung mengurus perusahaan almarhum papa yang ditinggalkan a Fajar. Mama sebenarnya sudah menyuruhku dan mr. James untuk menjual saja saham dan sisa asset yang tak seberapa, tapi mr. James mau mencoba membangun kembali dengan bantuan perusahaan keluarganya, mungkin saja masih ada harapan, begitu katanya.

Jadi kemungkinan setelah selesai matkul siang ini dia langsung pergi, mungkin balik ke rumah besoknya lagi jika situasinya sudah terkendali, yang pasti nampaknya dia akan lebih sering bolak-balik Bandung-Depok-Jakarta dalam waktu seminggu ini, dan mungkin berkelanjutan sampai situasinya lebih membaik.

Aku masuk kelas pagi ini, seperti biasa kelas sudah ramai dipenuhi mahasiswa yang sebagian rela pindah ke kelas ini demi melihat mr. James, (meski gak sebanyak diawal semester karena diakhir semua orang sudah keburu sibuk dengan tugas skripsinya) meski sebagian lagi ada yang sudah kecewa karena mendengar berita simpang siur mengenai pernikahan mr. James, seperti inikah rasanya mendengar banyak perempuan mendambakan suamiku sendiri bahkan berbicara didepanku langsung, meski aku mencoba untuk tidak peduli.

Seperti ucapan wanita yang kini duduk di depanku dan Mia.

"katanya waktu itu Shila melihat mr. James keluar dari klub malam bareng dengan cewek seksi"

Aku yang mendengar mereka membicarakan suamiku sontak menaikan alis, siapa lagi yang mereka maksud kali ini, padahal kemanapun mr. James pergi dia pasti memberitahuku terlebih dahulu. Termasuk pulang kerumah orangtuanya yang ada di Bali sekalipun. Namun kali ini aku sedikit terusik jika pembicaraan suamiku berhubungan dengan wanita lain, mungkin terlalu ekstrim jika dikatakan cemburu. Hanya saja wanita mana sih yang tak marah jika mendengar berita buruk tentang suami sendiri.

Aku menoleh kearah wanita tersebut, dan tersenyum sekilas.

Wanita berparas manis itu membalas senyumanku

"oh Rani gimana kabar kamu? Aku turut berduka cita ya atas musibah yang menimpa kamu"

Seheboh itukah berita tentang kegagalan pernikahanku dengan a Fajar? Sampai mahasiswa yang tak kukenalpun bisa tahu tentang hal itu. Yah meskipun kami sekelas hanya dimatkul mr. James namun terlalu banyak orang yang tidak memungkinkan untuk kuhafal satu sama lain. Termasuk wanita manis yang mendadak berebut kursi paling depan itu.

"iya, mohon doa'nya aja ya"

Aku yang sudah terlanjur bete hanya membalasnya dengan senyum tipis dan kembali menyibukan diriku dengan tugas dan membalikan badan dari arah mereka. Mia hanya memberikan kepalan tangannya bertanda semangat untuku. Tak beberapa lama kemudian sesosok lelaki berkemeja biru laut masuk sambil menenteng laptop dan beberapa buku.

Beberapa mahasiswa yang tadi masih sibuk mengobrol mendadak hening dan kembali pada tempat duduknya masing-masing, kalau mr. James sudah masuk kelas, yang biasa ributpun mendadak berubah jadi kalem dan anggun.

Pelabuhan Terakhir (Proses Cetak)Where stories live. Discover now