03 : rumah

26 10 5
                                    

2411 kata dan selamat membaca ....

***

Hari ini sekolah diliburkan untuk menghormati Tedi, siswa yang berpulang karena bunuh diri, kemarin. Ila tidak begitu mengenal Tedi walau Tedi berasal dari kelas 2 IPA 3, kelas yang bertetangga dengan kelas Ila. Yang Ila dengar dari bisik-bisik siswa lain baik di sosial media ataupun saat kemarin pulang bersama Putra, Tedi adalah anak tunggal yang memiliki gangguan pada mentalnya dan kondisi rumah yang tidak stabil membuat itu menjadi kian parah.

Mendengar apa yang menimpa Tedi membuat Ila cukup bersyukur. Keluarga Ila baik-baik saja walau Ayah jarang di rumah. Tetapi hal tersebut wajar karena Ayah seorang pebisnis yang cukup berhasil dan perusahaan menuntutnya untuk mengabdikan diri lebih. Sebaliknya, Bunda selalu bisa diandalkan karena beliau hanyalah ibu rumah tangga biasa. Selain itu, Ila selalu punya sandaran yang siap menerima cerita dan mendengarkan celoteh gadis itu. Entah Dante atau Nathan, terkadang juga Putra. Itu sudah lebih dari cukup buatnya.

Jam di atas nakas baru menunjukkan pukul lima lebih seperempat saat Ila membuka mata. Gadis itu langsung turun dan merapikan tempat tidur setelah memberikan peregangan ringan pada tubuhnya. Dia sudah terbiasa bangun pagi baik weekend ataupun weekdays karena Ila tetap masuk sekolah di hari libur.

Setelah mencuci muka dan sikat gigi, Ila turun ke dapur. Seperti biasa, Bunda sudah sibuk bergelut dengan masakan di sana. Ila tersadar kalau kemarin dia belum bercerita soal kematian Tedi hingga sekolah diliburkan hari ini dan alasan mengapa gadis itu diantar pulang oleh Putra. Rasa bersalah tiba-tiba melingkupi Ila, seharusnya dia bilang kepada Bunda sehingga perempuan paruh baya itu tidak perlu bangun sepagi ini di hari libur.

Dengan helaan napas panjang, Ila mendekat dan memberi kejutan dengan mengecup pipi Bunda yang sedang sibuk mengaduk sayuran dalam panci.

"Selamat pagi, Bunda."

"Pagi juga, Sweetheart." Bunda membalas Ila dengan mengecup puncak kepala gadis itu. "Kamu bantuin Bunda isi ulang stoples ya, camilannya ada di rak paling atas pantry."

Ila mengangguk di sela kegiatannya menambah susu dan air hangat untuknya membuat segelas susu vanila. Saat gadis itu menoleh, dia mendapati Bunda mengerling ke arahnya dengan senyum yang tersungging dan kedipan mata kanan.

Kemudian Ila tersadar, Bunda memang tidak jarang membuatkan sup sayur dan tempe goreng. Namun, Bunda jarang sekali membuat dua hidangan itu bersama dengan sambal tomat jika Ayah tidak di rumah. Karena walaupun Bunda dan Ila adalah orang Indonesia, mereka tidak begitu menyukai masakan pedas.

"Ayah pulang, Bun?"

Bunda mengangguk riang. Tatapan matanya mengerling ke Ayah yang sekarang sedang berdiri di belakang Ila dengan jari telunjuk yang diletakkan di atas bibir, mengisyaratkan Bunda untuk tidak memberitahu keberadaannya saat ini. Tetapi Ila terlanjur peka dengan ekor tatapan mata Bunda. Ila menoleh lalu memutar tubuhnya ke belakang dan mendapati Ayah merentangkan kedua tangannya meminta Ila untuk memeluk pria setengah baya itu.

"Kejutan," kata Ayah.

Tanpa menunggu detik berlalu lebih lama lagi, Ila meninggalkan gelas berisi susu yang belum dia aduk sepenuhnya dan langsung berhampur dalam pelukan sang ayah. Aroma tubuh Ayah selalu membuat Ila tenang, membuatnya terlempar ke masa di mana dia masih begitu wajar duduk di atas bahu Ayah sambil memainkan rambutnya hingga berantakan. Aroma yang selalu Ila rindukan sampai kapanpun.

Ila meregangkan pelukan mereka lalu mendongak menatap manik mata cokelat yang persis seperti manik mata miliknya. "Ayah tumben sekali pulang tapi nggak bilang ke Ila. Atau Ayah pulang karena ada urusan mendesak di rumah?"

PRUDENCEWhere stories live. Discover now