Aku menggigit bibir. Was-was dengan maksud kedatangan ibu Daniel ke kantor.

Untuk apa beliau jauh-jauh ke sini, ke tempat sekecil ini hanya untuk menemuiku?

Apa ia ingin memintaku menjauhi Daniel? Ah, mustahil. Beberapa waktu lalu ketika kami makan bersama, ia tampak begitu ramah. Ia menyambutku dengan hangat, kami bahkan cipika cipiki layaknya ibu dan anak perempuan.

Tapi, bisa saja itu hanya akting. Seperti di drama-drama, ia bersikap baik karena ada Daniel. Coba kalau tidak, mungkin ia akan menelanku hidup-hidup.

Aku pernah nonton drama, ketika seorang pria kaya mendekati perempuan biasa, maka sang ibu akan menemui si perempuan itu lalu memintanya menjauhi Sang Anak. Tak lupa juga ia akan memberi kompensasi agar ia bersedia pergi.

Apa ibu Daniel sedang melakukannya? Menawariku kompensasi agar aku menyingkir dari hidup Daniel.

Jika itu terjadi, akan kuambil saja uangnya.

Bodo amat.

"Oke, suruh masuk, ya." Aku menjawab pasrah. Elsa bergerak keluar untuk berbicara dengan sang tamu, dan beberapa menit kemudian sosok itu muncul. Nyonya Irma, ibunda Daniel. Cantik, elegan.

Mengenakan blouse Versace dan Prada di tangan, ia memasuki ruanganku dengan anggun. Ditambah sepasang anting berlian dua puluh empat krat, dimana kau bisa membeli rumah dengan salah satunya saja, perempuan ini benar-benar luar biasa. Sudah bisa dipastikan bahwa tingkat kekayaannya bukan kaleng-kaleng.

"Selamat pagi, Ibu." Aku menyapa terlebih dahulu

Kami berpelukan ringan tak lupa cipika cipiki.

"Aku datang untuk melihat tempat kerjamu." Ia tersenyum ramah. Tak lupa ia mengucap terima kasih ketika aku menyilakannya untuk duduk di kursi tamu. Elsa sigap menyediakan secangkir teh hangat.

"Saya terkejut ketika tiba-tiba anda datang ke sini. Saya pikir anda kemari untuk bertemu atasan saya."

Nyonya Irma kembali tersenyum. "Saya ingin menemuimu. Saya mencari tahu tentang baju-bajumu, dan ternyata ... luar biasa."

"Terima kasih. Saya tersanjung."

Obrolan di antara kami berlangsung alami, layaknya kami sudah saling mengenal lama. Nyonya Irma antusias mengutarakan keinginannya agar aku membuatkan gaun yang bisa ia kenakan di ulang tahunnya yang ke lima puluh tujuh. Ia semangat mengutarakan desain yang ingin kubuat, dan aku mencatat dengan seksama. Komunikasi terus berlanjut layaknya klien dan desainer. Sampai akhirnya ia membahas tentang Daniel, di detik-detik ketika ia hendak pamit.

"Soal Daniel...."

Aku menelan ludah. Menunggu kalimat berikutnya dengan perasaan was-was. Semoga tidak ada ancaman berlebih. Andai ia memintaku menjauhi anaknya, semoga ada kompensasi yang lumayan gede, agar aku bisa membuat rumah mode sendiri. Sekoper uang tunai dan sertifikat-sertifikat tanah mungkin. Hehe.

"Aku bisa melihat bahwa ia begitu bahagia manakala berbicara tentang dirimu. Dan jujur, aku tak keberatan jika suatu saat nanti, hubungan kalian terjalin lebih serius." Ia tersenyum.

Aku melongo. Hah? Ini artinya apa? Apa beliau tak keberatan anaknya punya hubungan istimewa dengan perempuan biasa sepertiku?

Kompensasi?

Uang tunai?

Sertifikat tanah?

Tidak jadi, ya?

"Lain kali datanglah ke rumah lagi. Kita akan makan malam bersama-sama lagi." Ia meremas lengan tanganku dengan lembut. "Daniel benar-benar tak salah pilih. Kamu cantik, mandiri, keren, pokoknya luar biasa." Kedua matanya berbinar.

Sexy BaeOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz