Bonus : Triple Sweet Date

Start from the beginning
                                    

Aku dan Cici pun pergi memesan minuman yang kita inginkan.

▪▪▪


Di saat minuman yang kita pesan sampai, Karina dan Dennis juga tiba.

Sebenarnya hari ini pertama kalinya kita semua berkumpul seperti ini. Pertama kali dan terakhir kalinya Cici bertemu dengan Karina saat pernikahan Karina dan Dennis. Setelah itu mereka berdua saling tahu kabar mereka masing-masing lewat cerita dari aku. Koko bertemu dengan Nico di pernikahan dia dan Cici. Untuk Dennis. Aku rasa Cici hanya menceritakan ke Koko, kalau Dennis itu teman sekolahnya, dan suami teman kerja aku. Dennis sudah mengenal Nico. Karina pernah ketemu Nico di kantor. Kalau Koko, Karina hanya tahu dia itu suaminya temanku.

Kalau diperhatikan, bisa dibilang kalau aku yang menjadi penghubung bagaimana mereka semua bisa saling kenal.

"Aku senang lihat kamu udah kelihatan segar lagi." ucapku setelah melihat wajah Karina yang segar dan ceria.

"Iya. Kemarin-kemarin tuh benar-benar terasa berat banget. Untungnya, setelah aku rajin minum vitamin dan jaga makanan, kondisi aku berangsur membaik." Karina menceritakan kondisinya.

"Udah masuk usia berapa kandungannya?" Cici ikut penasaran.

"Mau masuk 7 bulan." jawab Karina.

"Wah... enggak terasa ya udah mau 7 bulan." aku terkagum.

"Kalau gitu udah ketahuan jenis kelaminnya apa?" Cici lanjut bertanya.

"Udah sih. Tapi aku sama Dennis memilih untuk jadiin itu kejutan sampai bayi kita lahir."

"Jadi selain dokter, enggak ada yang tahu jenis kelamin bayi kalian." kataku.

"Iya. Tapi keluarga kita mulai tebak-tebakan gitu. Ada yang nebak dari bentuk perut akulah, dari perubahan mood atau penampilan akulah. Pokoknya pada ribut sendiri gitu." cerita Karina.

"Kalau enggak salah, ini cucu pertama orang tua kamu ya, Rin?" tanyaku.

"Iya. Makanya mamah sama papahku kekalapan beli hadiah buat cucu mereka ini. Dari baju sampai mainan, hampir semua udah dibeli. Padahal menurut aku, kalau mainan lebih baik belinya nanti kalau anak kita udah umur setahun. Biar dia pilih sendiri mau mainan apa. Tapi yaa... mau gimana lagi. Aku enggak bisa berhentiin rasa antusias mereka menyambut cucu pertama mereka kan."

Aku dan Cici mengangguk-angguk sambil tersenyum. Meskipun kita berdua masih belum tahu apa yang Karina rasakan, tapi kita bisa memaklumi perasaan antusiasnya orang tua Karina.

"Eh, tapi, kalau orang tua kamu aja enggak tahu jenis kelamin bayinya apa. Mereka beli mainan apa?" ujar Cici.

"Apa aja. Mungkin hampir semua jenis mainan udah mereka beli. Dari boneka, bola, mobil-mobilan, alat masak-masakan, rumah-rumahan sampai lego. Dan kebanyakan mainannya itu untuk anak tiga tahun ke atas. Pokoknya ada-ada aja deh, kelakuan calon kakek dan nenek kita itu." kita semua tertawa mendengar cerita Karina.

"Enggak apa-apalah. Asal mereka bahagia kan." ucapku.

"Iya sih." Karina juga setuju.

"Oya, kadonya ada di mobil. Soalnya kalau aku bawa ke sini takutnya repot harus bawa itu ke mana-mana. Kita kan masih mau jalan-jalan di Mall." kata Cici.

"Oh, iya, enggak apa-apa. Makasih ya. Padahal kita jarang ketemu tapi kamu mau repot-repot beliin kado." sepertinya Karina merasa tersentuh tetapi juga merasa tidak enak kepada Cici.

"Ah.. enggak ngerepotin kok. Walaupun kita memang jarang ketemu, tapi kita kan enggak asing satu sama lain. Kamu temannya Audy dan juga istrinya Dennis. Dan juga, setiap kali aku dengar apa yang kamu alami dari Audy, sebagai sesama wanita tentu aku merasa iba sama kamu. Apa lagi orang yang bikin kamu menderita itu, orang yang aku kenal." Cici langsung melirik tajam ke arah Dennis. Dennis tentu saja bisa merasakan makian tanpa kata yang Cici tujukan padanya.

SEMPURNA [END]Where stories live. Discover now