Bab 22 : Merindukanmu

13.7K 1.4K 15
                                    

Akhirnya aku sampai di rumah sakit. Aku mengatur nafas begitu sampai di depan pintu kamar Nico dirawat. Seluruh badanku rasanya bergetar. Tapi aku harus menemui Nico saat ini juga.

Aku membuka pintu.

Semua orang hadir. Mamah Nico, Tia, Ariq dan juga Miranda. Ada juga dokter dan suster yang berdiri di samping tempat tidur Nico.

"Audy?" Miranda yang pertama menyadari kedatanganku, "Akhirnya kamu datang juga." dia menyambutku dengan senyum.

Satu per satu, orang-orang di ruangan ini melihatku sambil tersenyum.

Aku berjalan mendekati mereka.

Suara detak jantung dari mesin, seperti saling beriringan dengan detak jantungku saat ini.

"Ayo sini, Audy." mamah Nico menyambutku dengan hangat dan membuatku lebih dekat dengan tempat tidur Nico.

"Dari tadi Nico nanyain kamu loh." ujar Tia.

"Tuh, bro. Soulmate lo datang." ucap Ariq dengan gurauannya seperti biasa.

Aku dan Nico saling berpandangan. Dia benar-benar siuman.

"Hai." hanya ini yang bisa aku ucapkan. Beribu-ribu kata sepertinya tidak bisa menyampaikan betapa aku sangat merindukannya dan bersyukur dia kembali.

Nico pun tersenyum. Sepertinya saat ini dia masih sangat lemah untuk berbicara. Nico lalu menaikkan tangan kanannya dengan susah payah, seperti ini meraih sesuatu. Miranda mendorongku untuk lebih dekat kepada Nico. Aku pun meraih tangan Nico. Rasanya hangat.

Lalu Nico seperti berusaha mengatakan sesuatu, tapi suaranya kecil, aku tidak bisa mendengarnya.

"Apa? Kamu mau bilang apa?" tanyaku dengan pelan.

Nico kembali membuka mulutnya lagi.

"Katanya 'I miss you'." ujar Ariq.

"Kamu tahu dari mana?" tanya Tia dengan heran. Begitu juga dengan aku.

"Nebak dari gerakan bibirnya. Lagian di saat-saat seperti ini, kalimat apa lagi yang bakal dia ucapin ke Audy kan?" kata Ariq.

Aku jadi merasa malu.

"Oooh... iya juga ya. Audy. Kamu enggak mau balas bilang apa juga gitu ke Nico." Tia mulai menggodaku.

"Miss you too." ucapku dengan malu-malu.

Ariq langsung bersiul untuk menggoda aku dan Nico. Tia menyenggol lengan Ariq, memintanya bertindak konyol. Rasanya sangat memalukan, apa lagi dengan adanya dokter dan suster yang juga ikut melihat semuanya.

"Sekarang kamu bisa tidur dengan nyenyak kan, Nik? Kamu juga udah bisa lihat kan, betapa besarnya rasa cinta Audy sama kamu. Saking buru-burunya pengen ketemu kamu, dia sampai rela datang ke sini cuman pakai baju tidurnya." ujar Miranda, yang membuatku melihat lagi baju yang aku pakai sekarang ini.

Kaus belel dan celana panjang yang biasa aku pakai untuk tidur. Jaket yang udah lama belum aku cuci ini, juga tidak bisa membantu menutupi penampilanku yang kacau ini. Ini mungkin penampilan terkacau yang aku perlihatkan kepada Nico. Tapi karena melihatnya tersenyum, aku bisa mengesampingkan rasa malu ini untuk sementara.

Setelah cukup melepas rindu. Dokter kembali memeriksa keadaan Nico. Dan demi kenyamanan, aku, Miranda, Tia dan Ariq pergi keluar dari kamar dulu.

"Dokter bilang, mungkin Nico perlu berlatih berjalan dan semacamnya. Karena dia cukup lama tidak sadarkan diri, jadi otot-otot di tubuhnya mungkin terasa kaku untuk digerakkan. Dan ditambah luka-luka yang cukup parah dia dapat karena kecelakaan. Tapi untuk hal lainnya, sepertinya enggak ada hal serius yang perlu kita khawatirkan." ujar Miranda.

SEMPURNA [END]Where stories live. Discover now