Bab 6 : Begitu Sama Tapi Terasa Berbeda

15.6K 1.5K 18
                                    

Sampai di Kantor
Kita sampai di depan gedung kantor. Nico membukakan pintu mobil dan kembali menggendongku. Aku udah menolaknya, tapi karena ada beberapa anak tangga yang harus aku langkahi dan berjalan sampai ke ruang kerja juga cukup jauh walaupun ada di lantai satu. Jadi aku enggak bisa menolak.

Satu-satunya harapanku sekarang ini adalah, semoga enggak ada siapa pun di ruang kerja! Semoga semua orang sedang pergi makan siang! Tolong kabulkan permintaanku ini! Aku tahu ini mendesak tapi aku mohooonnn...

Hah.. Sepertinya memang terlalu mendesak, karena permintaanku ini enggak terkabul.

Semua orang masih berada di ruang kerja, dan saat salah satu dari mereka melihat Nico yang datang sambil menggendong aku, seisi ruangan langsung ricuh dan ramai. Bertanya-tanya kenapa ada Nico di sini? Kenapa Nico datang sambil menggendong aku? Kenapa aku sampai perlu digendong? Sampai bisik-bisik irinya mereka karena aku digendong oleh Nico.

Rasanya ini lebih memalukan dari sebelumnya. Aku coba tutup wajahku sebelah dengan sepatu sebelah kanan aku yang dilepas. Tapi tetap saja, percuma juga sih.

"Ini meja kerja kamu kan?" tanya Nico.

"Iya." setelah aku menjawab, Nico pun perlahan menurunkanku tepat di atas kursi.

"Kenapa kamu, Yu? Kok kaki kamu diperban gitu?" Karina yang pertama bertanya.

"Kaki aku enggak sengaja terkilir tadi." jawabku.

"Apa mbak Lilian ada di ruangannya?" tanya Nico kepada Karina.

"Ya? Oh... Iya, mbak Lilian ada di ruangannya." Karina terlihat agak terkejut karena Nico tiba-tiba bertanya kepadanya.

"Ruangannya ada di lantai atas kan?" ucap Nico yang lalu tiba-tiba akan pergi. Sebelum Nico pergi dengan refleks aku memegang tangan Nico menahannya pergi.

"Kamu mau ke mana?" tanyaku.

"Ya, ketemu sama mbak Lilian buat cerita yang terjadi sama kamu. Sekalian aku minta izin buat kamu untuk sementara ini cuti kerja dulu."

"Ehem... Cieee..." Gita berdiri di depanku sambil senyum-senyum. Awalnya aku bingung kenapa dia bertingkah seperti itu, lalu aku baru sadar kalau aku masih memegang tangan Nico. Aku pun langsung melepasnya.

"Eng... enggak usah, biar nanti aku yang bilang ke mbak Lilian. Kamu pergi aja. Dan terima kasih banyak buat semuanya." ucapku.

"Kamu enggak perlu bilang terima kasih, ini juga salah aku kan. Kalau gitu aku pergi dulu ya." Nico pun pergi meninggalkan keriuhan yang masih ramai di ruangan kerja ini.

"Eh, eh, kenapa Nico gendong kamu sampai ke sini? Terus kenapa juga kamu sampai terkilir gitu?"

"Bukannya hari ini harusnya kamu wawancara Nico?"

Terlalu banyak pertanyaan dari rekan-rekan kerjaku, yang membuat kepalaku pusing. Aku bahkan enggak bisa berkata apa-apa.

"Udah sana, pada balik kerja. Kasihan kan Ayu lagi sakit kayak gini juga." untungnya Karina membantuku menghentikan keramaian ini. Akhirnya mereka semua kembali duduk ke meja kerja mereka masing-masing, meskipun mereka masih membicarakan kejadian tadi.

"Aku enggak nyangka ternyata kamu udah deket banget ya sama Nico, sampai dia begitu perhatiannya antar kamu ke kantor dan gendong kamu sampai ke sini. Kayak di film-film romantis aja! Aku jadi iri! Kalau gitu sih aku juga rela deh kakiku terkilir asalkan yang gendong orang sekeren Nico!" Gita mulai dengan ucapan ngawurnya.

"Udah, kamu juga balik kerja sana! Atau aku lapor ke mbak Lilian nih!" ancam Karina.

"Iya, iya. Galak amat mbak!"

SEMPURNA [END]Where stories live. Discover now