Bab 4 : Pria yang Sama?

21.6K 1.6K 40
                                    

Seharian aku enggak bisa fokus kerja, bahkan aku lebih enggak fokus lagi dari hari-hari sebelumnya. Setelah menemukan secarik kertas yang bergambar sketsa wajah itu, semakin banyak pertanyaan yang ada di kepala aku.

Sepulang kerja aku janji bertemu dengan Cici di salah satu kafe di Mall yang cukup sering kita berdua datangi. Cici sangat penasaran dan ingin membahas hal ini lebih banyak setelah telepon semalam. Aku juga merasa harus membahas tentang sketsa wajah yang aku temukan itu dengan Cici.

"Wah... Cakep juga! Padahal cuman gambar doang." komentar Cici setelah aku memperlihatkan secarik kertas dengan gambar sketsa wajah itu.

"Kamu yakin, kalau sketsa wajah ini mirip sama Nico?" tanya Cici.

Aku pun memperlihatkan salah satu foto Nico yang aku dapat dari internet, di antara banyaknya foto yang ada di foto itu Nico memiliki gaya rambut yang sama dengan gambar sketsa.

"Wow... Mirip banget emang!" Cici pun terkagum-kagum.

"Jadi sketsa ini kakek kamu yang gambar?" aku menganggukkan kepala dengan pertanyaan Cici itu.

"Kakek itu dulu seorang karikaturis, yang aku ingat kakek juga pernah bikin komik-komik yang bertema daerah gitu."

"Kari... ka.... tuh apaan?"

"Karikaturis. Pelukis karikatur, gambar sketsa wajah kayak gini."

"Oooh..."

"'Percayalah bahwa suatu saat nanti akan datang seorang pria yang tulus mencintai dan akan menjagamu selamanya bagaikan dialah belahan jiwamu.' Wah... Jadi maksud kakek kamu, cowok yang di gambar sketsa ini bakal jadi belahan jiwa kamu gitu?" Cici membaca bagian belakang kertas itu.

"Itu dia yang bikin aku jadi makin takut sama semua kebetulan ini. Alasan aku bikin nama Nicholas Mahawira Darrell itu, karena di internet Darrell itu berarti belahan jiwa dari bahasa Perancis. Dan aku memilih nama itu karena berharap Nico bakal jadi belahan jiwa aku. Eh, maksudku belahan jiwa Lova, pemeran utama wanitanya."

"Kamu bikin novel itu setelah atau sebelum kakek kamu buat sketsa gambar ini?"

"Aku enggak ingat."

"Apa kamu cerita tentang novel yang kamu buat ini ke kakek kamu?"

"Mmm... Kayaknya sih enggak."

"Jadi enggak mungkin kakek kamu sengaja bikin sketsa wajah ini karena permintaan kamu kan?"

"Kayaknya sih enggak mungkin. Aaah... aku jadi makin pusing aja!" aku memegang kepalaku yang rasanya semakin sakit saja karena hal ini.

"Terus... Apa yang bakal kamu lakuin sekarang?"

"Ya... Tetap sama rencana sebelumnya. Cari tahu lebih banyak tentang dia. Oya, habis ini kamu mau enggak temenin aku ke Gramedia?"

"Ngapain ke sana? Emang kamu mau beli buku apaan?"

"Ada buku yang harus aku beli. Dan kayaknya buku ini bisa bikin aku tahu lebih banyak tentang Nico."

▪▪▪

Di Toko Buku
Semalam aku cari tahu tentang Nico dari internet. Orang-orang yang profilnya bisa dicari di internet pastinya bukan orang biasa. Dan dari sana aku tahu kalau Nico pernah membuat beberapa buku. Kebanyakan buku-buku yang dibuatnya itu berisi puisi-puisi.

Ini dia! #100 Pieces of Me.

"Jadi ini buku yang dibuat cowok itu? '100 pieces of me'. Oya, kamu bilang Nico yang di novel kamu juga suka nulis puisi kan? Wah... Kebetulan sampai sebanyak ini sih memang agak aneh. Eh, aku boleh baca novel yang kamu bikin itu nggak? Aku jadi penasaran juga nih!" ujar Cici.

SEMPURNA [END]Where stories live. Discover now