19. Cara Mendapatkan Hatimu (Ceilah!)

49.8K 7.8K 318
                                    

"Kayaknya nggak gini, deh."

Tatapan Aslan yang sangsi pada kerja keras gue menghias ruang tv membuat gue mendelik. Aslan nggak tau apa-apa soal wanita, sok-sokan bilang kalo bukan gini, caranya? Nyari buah longan buat Anggi aja bingung tu bocah!

"Bener kata Aslan."

Nah, nah. Kenapa Tata jadi ikut-ikutan begini? Emang ada yang salah sama kerja keras gue ini?!

Sepulang dari Padang, gue bertekad buat meluluhkan (asyik meluluhkan) hati Kamila. Maka dari itu, gue sengaja cuti dua hari buat mewujudkannya.

Gue bilang ke Kamila kalo dia harus ke rumah orangtuanya dulu karena gue mau meeting di rumah. Kayaknya Kamila tau alesan gue bullshit banget, tapi dia ngeiya-iyain aja dan akhirnya gue bisa bebas ngedekor rumah lantai dua ini.

Yang omong-omong sebenernya kurang dekor banget, udah kayak rumah peristirahatan tanpa kenangan. Kamila dulu sempet nyaranin majang foto prewed di ruang tv, tapi gue bilang norak, dan akhirnya sampe sekarang nggak ada foto apapun di rumah ini.

Iya. Gue berdosa banget. Iya.

"Emang apa masalahnya, sih?" tanya gue sewot, alis udah ngerut kayak ulet bulu. Gue nunjuk karya seni gue dengan kedua tangan dibentangkan. "Cewek suka hal ini, kan? Iya, kan?"

Aslan dan Tata saling tatap, lalu sama-sama ngegeleng.

"Norak."

"Geli."

Bahu gue langsung loyo. "Bercanda, lo," ucap gue.

Gue udah browsing di internet semaleman dan hal kayak gini tuh, berhasil! Pake banget!

"Dhil, gini," Tata ngajak gue duduk di kursi.

Tapi karena kursinya penuh boneka, Tata ngelempar boneka itu–hampir kayak menyambit, dan pas udah cukup buat duduk berdua, dia duduk, narik tangan gue buat duduk juga.

"Lo sama Kamila bukan pacaran," ucap Tata.

Gue ngangguk. Gue sama dia udah menikah. Terus?

"Menurut lo entar pas Kamila pulang, siapa yang beresin ini semua?" tanya Tata.

"ART gue," jawab gue cepet.

Aslan dan Tata mengusap muka masing-masing dengan muka desperate. Mereka kayak orang dewasa yang mencoba mengajak bicara balita soal menyelamatkan dunia. Nggak bisa nyambung.

"Gini," Aslan berjongkok, lalu ketika pantatnya menyenggol boneka sampai boneka itu mengeluarkan decitan, Aslan mengumpat kasar.

Gue mengusap dada.

Aslan melempar boneka itu, kini decitannya terdengar merana, sebelum hening.

"Dhil, lo kalo mau romantis-romantisan sama Kamila, nggak gini caranya. Ini basi."

"Basi dari mana?" tanya gue sambil mengedarkan pandangan.

Sekeliling lantai satu, gue dekor dengan bunga-bungaan, boneka yang salah satunya disambit Aslan dan Tata, dan penuh lilin yang kalau salah langkah mungkin bisa membakar ujung celana, dan candle light dinner beneran di meja makan.

Nggak ada yang salah. Malah romantis banget. Gue yakin Kamila kelepek-kelepek. Terus, kenapa bocah dua ini, yang gue ajak ke rumah untuk ngelihat maha karya gue, malah nyebut ini bencana?

Bencana darimananya, heee?

"Lo malah bikin Kamila canggung. Malah yang ada, Kamila nanya," Tata tiba-tiba melengkingkan suara yang serius persis Kamila banget. "ADA APA INI?! APAKAH FADHIL MAU NYENENGIN GUE TERUS CEREIN GUE?! GUE SALAH APA?!"

PrivilegesWhere stories live. Discover now