Chapter 3 - Si Culun Ka Diego

9.9K 423 7
                                    

Hari ini, hari senin itu tandanya aku harus berangkat ke sekolah lagi. Ntahlah, senin adalah hari paling malas masuk sekolah. Mungkin ini karena aku sudah merasakan libur dua hari, di hari sabtu dan minggu kemarin. Dan inilah imbasnya. Aku benar-benar tidak berselera untuk masuk ke sekolah.

Belum lagi, hari senin, di perjalanan juga pasti macet. Kemungkinannya bahkan mendekati angka 100%, setidaknya ini adalah risetku sendiri. Masa bodohlah dengan riset benaran milik orang-orang.

Hari senin juga selalu menyisakan kesedihan untukku karena Kak Ria dan Kak Rian juga harus kembali ke rumahnya semalam. Padahal, aku masih merindukan mereka berdua. Mereka harus pulang karena mereka juga harus bersekolah sama seperti diriku. Aku benar-benar merasakan kesepian karena kedua saudara ajaik kembar itu.

Apa aku harus membuat peraturan untuk si kembar itu agar mereka datang ke rumahku setiap hari sabtu dan minggu? Tidak bukan? Lagi pula, mereka pasti tidak akan mau karena mereka butuh waktu untuk pacar mereka masing-masing. Apa aku PHO-in sama mereka agar mereka mau ke sini? Huh, aku benar-benar merasa tidak memiliki teman saat ini. Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku hanya bisa mendengus sebal.

"Sya, ada bunga lagi di meja lo." teriak Cathy.

Namanya, Cathy. Bisa dibilang dia anggota geng aku, sejak kapan aku punya geng? Sejak awal masuk sekolah ini, ya sekitar itu tepatnya. Kalo kalian tidak mau ini disebut geng coba katakan sebutan apa yang pantas untuk anak-anak yang terus kemana-mana selalu berempat? Hanya geng bukan? Ya begitulah kira-kira. Rasanya bila kukatakan gerombolan kesannya negative sekali. Aku tentu tidak mau meskipun dalam hubungan kami hampir minus hal yang positifnya namun tetap saja.

"Heh! kucing, gue baru di pintu, lo udah teriak-teriak aja." kataku.

Siapa yang gak kesel kalo baru di pintu udah di teriakin kaya apaan tau. Aku bingung kenapa namanya Cathy gak doghy sekalian lho? Aku sering manggil dia cat. O iya fakta aneh lainnya adalah dia juga pecinta kucing sejati.

"Gue mau kaya lo deh, banyak secret admirernya, eh tapi yang terang-terangan juga banyak. Pokoknya gue iri, pengen kayak lo. Bagi resepnya dong, Sya." Kata Cathy.

Aku langsung duduk di samping Dinda teman sebangkuku. Aku tidak menangapi kalimat Cathy. Malas juga rasanya karena dirinya selalu melontarkan hal yang sama.

Selain bunga, ada juga cokelat dan surat, surat yang tidak pernah aku baca satupun. Yeah, yang bermanfaat hanya cokelat. Hobby makanku tidak pernah hilang dalam kondisi apapun. Surat-surat itu tidak bisa dimakan jadi aku tidak suka, untuk memabaca pun aku tidak mau karena memang tidak selera untuk membacanya.

"Lo kan juga sering dapet surat." kataku kepada Cathy. Aku sering melihat Cathy mendapatkan banyak surat dari banyak laki-laki.

Aku mengambil coklat yang ada di atas meja lalu memakannya dengan lahap, aku lapar! Aku lupa sarapan tadi di rumah. Tanpa meminta izin padaku, Dinda dan Cathy ikut memakan makanan yang bermacam-macam ada di mejaku. Mereka memang biasa seperti itu. Namun. Aku tidak mempermasalahkan itu, aku tidak pelit, lagi pula masih banyak makanan di atas mejaku, aku tentu tidak akan bisa memakan semuanya.

Setelah mengambil coklat, Dinda kembali berkutat dengan novelnya dengan mulut sambil mengunyah. Begitulah Dinda.

"Iya tapikan isinya nanyain lo semua." kata Cathy sambil mengerucutkan bibir. Dirinya benar-benar terlihat menyedihkan saat ini. Andai saja aku bisa memotretnya dan memasukkannya ke buku tahunan sekolah nanti angkatan kami, akan aku lakukan.

Melihat bagaimana ekspresi Cathy, mau tak mau aku tertawa, apalagi aku melihat Cathy yang menggerutu sambil terus memakan coklat di tangannya. Tak lama kemudian Dinda yang sedang membaca novel yang jujur sudah pernah aku baca itu baru ikut tertawa. Telat banget!

The PHO (HINOVEL)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum