Sebuah Pertemuan

34 4 0
                                    

Gwen Anastasya, itu nama lengkapku, dan jika kau ingin memanggilku, panggil aku Gwen. Aku sekolah di salah satu SMA Swasta yang ada di Kota Jember, SMAK Santo Paulus namanya. Sungguh, saat kamu pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini, kamu pasti langsung merasa bahwa dirimu berada di istana raja yang punya taman hijau yang besar, tanaman dimana-mana, ruang kelas yang dingin karena AC, wajar jika biayanya mahal sih. Ditambah dengan fasilitas laboratorium yang lengkap, menjadi semakin wajar jika begitu.

Oh ya, 2 hari lagi di Jember memasuki musim dingin, dan pasti, semua sekolah di Jember akan meliburkan murid-muridnya selama 2 bulan, sekalian menyambut hari natal. Inilah libur yang paling aku sukai dan tunggu-tunggu. Bayangkan saja, akan ada banyak hal seru yang akan terjadi selama libur musim dingin ini. Untuk liburan ini, aku memiliki rencana untuk menyelesaikan satu cerita untuk aku upload di Wattpad.

Mungkin kalian pikir aku hanya akan di rumah saja saat menyelesaikan ceritaku, salah, aku akan menghabiskan waktu untuk menulis cerita di taman dekat alun alun yang kebetulan juga dekat dengan rumahku. Meskipun taman tersebut berhadapan dengan alun alun yang menjadi pusat keramaian kota, tetapi anehnya taman itu sepi sekali. Di taman itu ada banyak sekali lampu lampu bohlam warna kuning bergelantungan yang hanya dihidupkan saat malam hari. Oh ya, di taman itu juga ada banyak kursi kayu --sekitar 4 atau 5-- yang panjangnya sekitar satu setengah meter, dan ada satu kursi kayu agak panjang yang menjadi favorit aku karena posisinya yang langsung menghadap ke keramaian alun alun.

Benar saja, hari ini sekolah mengumumkan bahwa murid akan diliburkan selama 2 bulan karena musim dingin. Senang sekali aku mendengar kabar ini. Aku bergegas pulang ke rumahku, ya, rumahku memang tak terlalu mewah dan besar, tapi membuat aku selalu nyaman ketika berada di rumah **rumahnya, bukan orang orang-orangnya**. Merekalah yang menjadi alasan aku suka sekali pergi ke taman itu, muak rasanya kalau harus berada di rumah yang penuh omelan itu.

Mentari sudah menampakkan batang hidungnya, yang itu berarti hari sudah berganti pagi, seperti yang kurencanakan, aku mandi, berganti baju, aku membawa macbook air ku dan dua buku bacaan sebagai referensi ku, aku memakai syal pink, jaket salju hijau neon, dan topi rajut warna kuningku, aku juga bawa tas LV kecil ku. Setengah 6 aku pergi ke taman itu, kukira masih terlalu pagi, sudah banyak sekali manusia berolahraga disana. Salju yang berjatuhan pelan bergesekan dengan jaket ku. Aku dapat merasakannya. Semakin banyak salju yang turun, semakin aku menikmati perjalananku menuju taman itu.

Ditengah menikmati indahnya musim dingin ini dengan mata yang agak terpejam, tak sadar aku berada agak di tengah jalan raya, aku terkejut oleh suara sepeda yang terjatuh tepat di sampingku. Tampak seorang pria berpakaian jaket warna coklat terang panjang dengan sarung tangan menempel di tangannya tergeletak di sampingku. Bukuku terjatuh, aku terkejut. Ia menghampiriku dan bertanya,"ada yang terluka?".

"Nggak kok, tapi, bukannya aku yang seharusnya menanyakan itu kepadamu?," jawabku.

Pria itu melihat bukuku terjatuh, ia mengambilnya dan bilang,"ini, bukumu, dan aku minta maaf ya!"

"Aku maafin, tapi sekarang kamu harus ikut aku, biar kuobati lukamu,"jawabku sembari melihat luka ditangannya.

"Tapi, kemana?,"balasnya lagi

"Udah ikut aja, nanti toh kamu tau sendiri."

Kebetulan aku bawa perban dan obat merah di tas ku, jadi pikirku, tak ada salahnya aku obati pria itu, itung-itung menebus kesalahanku. Setelah pria itu memarkirkan sepedanya di depan taman, kuajaknya dia duduk di kursi itu, aku mengobati tangannya. Selesai aku mengobati dan memberi perban ke tangannya dia bertanya," aku sering lihat kamu duduk disini sendiri, mengapa?"

"Ya, aku hanya suka duduk disini dan melihat keramaian, melenggang sedikit dari penat nya hidup di dunia, dan kebetulan rumahku juga tak jauh dari sini," jawabku ditengah usahaku membuka macbook air kesayanganku.

Dia memperhatikan apa yang aku bawa dan lantas bertanya," apa yang mau kamu kerjakan dengan buku buku dan laptopmu?"

"Aku hanya ingin menulis cerita untuk mengisi liburan musim dingin ini."

"Keren, jarang ada perempuan yang mau meluangkan waktunya untuk menulis."

"Mungkin banyak, tapi sayangnya kamu hanya mengenal sebagian yang kebetulan tidak suka menulis."

"Betul juga. oh ya, ngomong ngomong, trima kasih untuk perban dan obat merahnya, tapi sekarang, aku harus pergi dulu, tak apa?"

"Ya, sama sama, tak masalah."

"Dah..."

"Ati ati..."

Dia beranjak dari kursi melambaikan tangan, aku heran, bisa secepat itu aku akrab dengan orang baru, yang bahkan aku tak tahu siapa namanya. Tujuan utamaku --menulis cerita-- terlupakan. Jam di tanganku menunjukkan pukul 9 pagi, aku pikir akan lebih baik jika menulis ditemani segelas espresso hangat. Aku memutuskan untuk mencari kedai kopi terdekat, tak lama berjalan, kulihat pria itu lagi, terlihat dia sedang berusaha memperbaiki rantai sepedanya.

"Hi!!, kenapa sepedanya?"tanyaku memastikan bahwa dia adalah pria tadi.

"Hii. Ehh, kamu, nggak, cuma ngecek rantai sepedaku, mau kemana?" katanya.

Aku katakan bahwa aku berniat mencari kedai kopi terdekat, dia bilang kedai kopinya agak jauh dari sini. Tak lama, selesai dia mengecek rantainya, dimintanya laptop dan 2 bukuku , lalu ditaruhnya itu di tasnya dan menawarkan boncengan kepadaku. Aku mengiyakan. Ia mulai mengayuh sepedanya, wangi parfum AXE, yang sedikit bercampur aroma keringat masuk dengan lembut ke hidungku. Sesekali ia pastikan bahwa laptop dan buku buku ku aman.

Agak lama aku berada di boncengan sepedanya hingga sampai di kedai yang aku inginkan. Aku pesan 2 espresso kepada pelayan yang aku hampiri di stand --satu untukku dan 1 untuk dia dengan kebaikannya memboncengku. Dia duduk menunggu di meja nomor 7, aku menghampirinya dan duduk. Obrolan ringan yang kadang lucu terjadi dan mencairkan suasana. Aku ingat aku belum mengetahui siapa namanya, aku bertanya," oh ya, nama kamu siapa, aku Gwen, Gwen Anastasya."

"Chris, Anderson Christian, btw, namamu bagus Gwen," katanya.

Tak lama, pesanan datang, kukeluarkan uang 50 ribu untuk membayarnya, dia berterimakasih untuk itu. Kuminta macbook dan buku bukuku, dia berkata,"buat apa? jaraknya terlalu jauh, biar aku antar lagi."

"Sekali lagi terima kasih,....Chris," balasku.

Christmas GiftWhere stories live. Discover now