Lucian berteriak keras, tapi anehnya, para kesatria yang berjaga didepan kamarnya bahkan tidak mendobrak pintu meski suara Lucian menggelegar seperti petir keras ditengah hujan ketakutan. Selena kembali menduga, pria didepannya saat ini menggunakan sihir.

"Bagaimana..."

"Bagaimana cara seorang penyusup seperti saya melewati para kesatria? Ha! Tentu saja, saya pikir keluarga kekaisaran itu tidak cukup bodoh terhadap tipuan sihir, rupanya...kalian lebih bodoh dari yang saya pikir."

Lucian mendecak lidahnya kesal pada perbuatan mengesalkan yang ia lakukan saat ini, jika bukan karena Annika yang menangis dan tidak memberitahukan kebenaran yang sebenarnya padanya ia tidak akan melakukan ini.

'aku tahu dia berbohong agar aku tidak mengkhawatirkan nya.'

Lucian mendelik ketika melihat buku-buku bertumpuk dibelakang Selena dengan tajam.

'tetap saja, aku mengkhawatirkan nya.'

"Katakan padaku."

"...."

"Semua yang kau katakan pada Annika tadi. Jangan pura-pura tidak mengetahui apapun, aku bahkan bisa menggeledah seluruh isi pikiranmu jika aku mau, yang mulia."

Lucian yang telah kehilangan formalitas dalam berbicara kepadanya, menarik helaian rambut merah miliknya dan menatapnya tajam, tapi tidak dapat Selena pungkiri sedikitpun.

'DIA LEBIH HOT DARI ALBERT, GILAAA! DAMAGE NYA TIDAK MAIN-MAIN!'

Selena mengutuk dirinya sendiri ketika menyadari kedua telinganya memanas. ia akui, ia cukup tidak dapat menahan seribu satu pesona ketampanan yang dimiliki tokoh utama kedua pria didepannya saat ini.

Tapi tetap saja, aura mencekam yang dihasilkan dari tatapan mata merah itu menekan kembali perasaan kagumnya tadi.

"Tunggu sebentar, pertama-tama..."

Ia tidak dapat melanjutkan perkataannya lagi.

Karena tajamnya sebuah pisau belati sudah siap untuk memotong urat nadi kehidupan dilehernya saat ini.

"Jawab sekarang."

"...."

Selena yang telah diajarkan untuk tidak bersikap lemah seperti seorang Putri pada umumnya kini balas menatap Lucian dingin tanpa berkutik sedikitpun.

"Melihat bagaimana kau biasanya terlihat baik didepan banyak orang, sepertinya Annika tidak mengetahui sisi seperti ini dari dirimu...."

Senyum indah terbentuk dibibir Selena.

'yah, setidaknya aku tidak harus berpura-pura seperti yang dilakukan oleh Annika...'

Ia menghela nafas pelan sebelum meneruskan ucapannya. Menatap langsung pada mata merahnya ia masih dengan tersenyum menyebut satu nama yang sukses melebarkan mata Lucian.

"...Carlos."

Rahang Lucian mengeras disaat bersamaan, ia nyaris akan menusukkan mata pisau tersebut setelahnya, Selena menutup mata ketika sensasi dingin menekan lehernya sedikit.

Tepat sekali, itu adalah pisau yang baru saja ditujukan kearahnya.

Lucian menahan sihirnya sedikit, nyaris memotong urat kehidupan wanita didepannya, jika saja ia tidak melupakan fakta bahwa wanita yang ia cintai dan seorang Putri terhormat kekaisaran didepannya itu berteman.

Mungkin ia benar-benar akan membunuhnya saat ini juga.

"Aku bukan Carlos."

"....aku tidak berpikir begitu."

The Vermilion Primrose [END]Where stories live. Discover now