Prolog

802 139 20
                                    

New York, US - 8PM

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

New York, US - 8PM

Banyak orang tertawa bahagia berbincang satu sama lain membahas beragam pembahasan di dalam ballroom hotel yang dipadati tamu undangan. Berbeda dengan orang-orang yang memiliki kebebasan untuk berekspresi, Ohara tidak memiliki apa pun untuk dibicarakan. Bukan tidak ingin, tetapi suaminya menyuruh dia diam selayaknya patung manekin.

"Kudengar kau memiliki butik gaun pengantin sebelum menikah dengan Quentin. Benarkah itu, Nyonya Staderion?" tanya seorang pria. Tatapan matanya tampak nakal dengan binar-binar kekaguman akan kecantikan Ohara yang tidak bisa ditandingi banyaknya wanita di ballroom.

"Ya, itu--"

Quentin yang tengah merangkul pinggang ramping Ohara langsung meremas pinggangnya kuat-kuat. Tatapan tidak suka ditunjukkan secara nyata kepada pria yang bertanya itu. Ohara diam. Tidak berani melawan suaminya yang menakutkan.

"Kuharap Anda tidak melewati batas, Tuan Ref," sela Quentin.

Ohara menarik senyum tipis, berharap pria yang tidak bersalah itu dapat memaafkan sikap suaminya. Rupanya pria itu takut dan mundur perlahan meninggalkan tempatnya.

"Jangan menjawab apa pun jika mereka bertanya." Quentin mengingatkan.

"Kau pikir aku patung? Kenapa tidak menikahi patung saja?" tolak Ohara. Lelah. Dia merasa lelah melihat sikap suaminya. Kali ini dia menatap Quentin dengan tatapan tajam. "Jika kau ingin aku diam dan berdiri di sampingmu tanpa mengatakan apa-apa seharusnya kau mengajak patung manekin saja. Patung tidak akan menjawab jika ditanya."

Quentin mengusap wajah istrinya dengan sentuhan jari telunjuk. "Kau berani melawanku sekarang? Aku melakukan ini demi kebaikanmu."

"Kebaikanku? Kau hanya mempedulikan nama baikmu, bukan aku. Jika kau malu menikahi gadis desa sepertiku, lebih baik tidak perlu menikahiku." Suara Ohara cukup meninggi. Urat-urat lehernya tampak jelas.

"Bukan seperti itu. Maksudku––"

"Terserah. Aku lelah. Aku akan kembali ke dalam mobil."

"Ohara!"

Ohara tidak mendengarkan panggilan suaminya. Dia berlalu dengan cepat meninggalkan lautan manusia di dalam ballroom, meninggalkan suaminya tanpa permisi. Ohara mendengar suara langkah lain yang berasal dari dua pengawal pribadinya. Dua pengawal itu diutus suaminya untuk mengikuti ke mana pun dia pergi. Ohara kesal sendiri. Kenapa harus mengutus pengawal? Memangnya apa yang akan pria lain lakukan terhadapnya?

"Pria bajingan!" Ohara berucap kasar dengan keras, tidak peduli dua pengawalnya mendengar atau tidak. Dia sedang meluapkan kekesalannya terhadap sang suami. "Aku harap aku tidak pernah menikah denganmu. Menyebalkan!"

Dua pengawal hanya mendengarkan dan tidak berani mengatakan apa-apa. Berulang kali mereka mendengar Ohara mengumpat. Jumlah umpatannya sudah tidak terhitung. Mereka hanya ditugaskan untuk menjaga Ohara, bukan meladeni Ohara mengumpat. 

"Sialan!"

Ohara menendang ban mobil penuh emosi. Akibat terlalu keras, Ohara kesakitan. Para pengawal panik dan mendekati Ohara yang tengah meringis. Namun, sebelum mereka memeriksa kaki Ohara, sudah ada Quentin. 

"Kau semarah itu padaku sampai menendang ban penuh tenaga?"

Ohara menoleh dengan wajah merengut sakit. Kedua tangannya bergerak sigap mengusap ujung kakinya. Dia terlalu bersemangat sampai lupa kalau ban mobil bukan tandingannya. Ohara tidak membalas pertanyaan suaminya, sibuk meringis.

"Kau ini selalu membuatku khawatir." 

Quentin sigap menggendong Ohara, membuat Ohara memekik kaget. Salah satu pengawal membukakan pintu, memudahkan Quentin mendudukkan istrinya ke dalam mobil. Setelah istrinya duduk manis, Quentin masuk ke dalam mobil dan menaikkan kedua kaki Ohara ke atas pahanya. 

"Jangan menendang lagi. Aku takut kakimu remuk." 

Ohara tetap tidak mau menanggapi suaminya. Bibir terkatup sempurna. Quentin tidak masalah dan mengurus istrinya dengan mengusap lembut kaki Ohara setelah melepas tali-tali merepotkan dari sepatu heels. Quentin mengusap berulang kali supaya rasa sakit yang Ohara rasakan hilang. 

"Aku membencimu," ucap Ohara.

"Aku mencintaimu. Berhenti keras kepala. Kau tidak akan bisa pergi dari sisiku." 

Ohara siap memukul tangan Quentin untuk berhenti mengusap kakinya. Namun, secara tiba-tiba Quentin mengecup kakinya dari ujung ibu jari sampai betis. Ohara membelalak. 

"Kau milikku, Ohara. Hanya milikku."

Ohara tidak mengerti. Suaminya memang penyayang, sering menunjukkan ketulusan untuknya. Setidaknya hanya dua sisi baik itu yang dia ingat, sisanya Quentin menunjukkan sisi posesif dan cemburuan yang dibenci Ohara. Andai saja dia tidak bertemu Quentin waktu itu, hidupnya masih tenang di peternakan keluarganya. Tidak seperti sekarang, semua dikontrol Quentin seenaknya. Ohara harus mencari cara kabur dari suaminya. Apa pun caranya, Ohara perlu meninggalkan Quentin demi kesehatan mentalnya. 

🔪

Jangan lupa komen dan vote ya💕💕

Gimana menurut kalian prolognya? menarik untuk dilanjut nggak? :")

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Under His SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang