bab 14

3 1 0
                                    

Melihat Anisa diperlakukan kasar seperti tadi membuat diriku iba dan kasihan kepadanya. Bagaimanapun aku harus menolongnya. Hati Jimmy tidak tega terlebih ia sudah mengetahui asal usul dan kepintaran Anisa dahulu, rasanya untuk disia-siakan seperti itu tidak pantas.

Anisa tengah terduduk menangis tergugu meratapi kisah silam yang selama ini ternyata salah baginya. "Amak Anisa harus bagaimana mana, jika saja Amak masih ada mungkin Amak sudah memaafkan Nisa bukan membuang Nisa seperti yang Abak lakukan. Anisa ingin berubah Mak. Nisa capek hidup dibayang-bayangi rasa takut dan berdosa mak." racau Nisa terduduk di depan pintu masuk pesantren. Ia sudah tidak punya keluarga lagi, kini ia hanya sebatang kara. Untuk membiayai kehidupannya kedepan ia sudah tidak mampu, tak ada lagi tempat bergantungnya. Ia juga sudah putus asa, apakah kehidupannya akan tetap seperti ini menjadi pecandu narkoba dan mati secara perlahan-lahan.

"Kau tidak sendirian Nisa, kau masih punya Uda, Uda selalu di samping kau saat bagaimana pun kondisi kau nantinya. Kau bersedia jika Uda menolong kau untuk keluar di jalur yang hina itu?" Pertanyaan Uda Jimmy membuat Nisa sontak tergaket, ternyata saat dia tengah meracau tadi Uda Jimmy ada di belakangnya.

"Sudahlah Uda, Anisa tak pantas mendapatkan pertolongan dari laki-laki sebaik Uda, Anisa hanya perempuan yang hina di mata semua orang, dan kini Anisa hanya bisa menunggu kematian itu tiba. U ntuk melakukan kembali ke jalan yang benar butuh perjuangan dan dana yang tidak seberapa, Anisa tidak memiliki itu semua, Uda." Anisa terus berlari meninggalkan Jimmy yang masih terpaku mendengar perkataannya.

"Anisa, stop!Tunggu disana atau..." Anisa membelalak kaget mendengar teriakan Jimmy, ia menuruti seluruh perintah Jimmy dengan tetap berdiri terpaku seorang diri.

"Uda mempunyai dana untuk menyembuhkan kamu, Nisa. Uda jamin abak tidak akan mungkin Setega itu sama anaknya. Yang perlu kamu tahu, Uda akan bantu kamu kembali kejalan yang benar."

"Siapa uda sebenarnya, apa Uda gak ingat tentang adat di nagari ini? Kenapa Uda begitu yakin dengan semua ini?"

"Sudahlah, yang penting kamu bisa sehat dulu, nanti jika semua telah usai Uda jamin akan menceritakan semuanya, Uda mau kamu di panti rehabilitasi dulu, Uda yakin disana kamu pasti mendapatkan ketenangan lahir dan batin. Uda sendiri yang akan mengantarkan kamu ke sana."

Jimmy seakan menjadi Hero bagi Nisa setelah tidak ada satupun yang menoleh ke dirinya bahkan iba dan kasihan kepadanya pun tidak, terlepas apa nanti maksud dari Jimmy itu sudah tidak perlukan lagi.

Anisa sekarang telah berada di satu mobil yang sama, perjalanan yang ia lewati pun telah diketahuinya, hari yang semakin malam udara yang semakin dingin membuat Anisa bertanya-tanya. Arah perjalanan ke daerah ibu kota provinsi Sumatera barat itu.

Anisa tengah tertidur pulas setelah tiga jam perjalanan, tampak sedikit rasa lelah ketika Jimmy melihatnya sedang tertidur pulas, namun mau tidak mau Jimmy harus membangunkan Anisa. Perlakuan Jimmy terhadap Anisa sangatlah sopan, ia sama sekali tidak menyentuh Anisa ketika membangunkan Anisa.

"Nisa...Nisa bangun dong, ini kita udah sampai." Jimmy memercikkan air minum ke muka Anisa.

"Basah-basah." Dengan muka polosnya ia menatap sekelilingnya. " Panti Asuhan Pu-sat rehabilitasi Sahabat suci, jadi Uda menitipkan aku disini? Uda tahu sendiri, peralatan baju pun sudah tidak ada lagi. Aku hanya lari dengan satu helai pakaian yang melekat ditubuhku."

"Sudah, ikuti saja aturannya. Aku sudah membelikan pakaian yang lebih pantas dari yang kau pakai sekarang, dengan baju kurang bahan itu membuat seluruh orang tak segan-segan melahap kau. Sekarang, aku tunggu kau di luar, cepat kau ganti pakaian itu atau kau lapis saja dulu sweater yang ada di kursi belakang."

Anisa hanya menunduk, dan mengikuti keinginannya. Kini ia telah berada di satu ruangan cukup besar serba bewarna putih. Tak ada ukiran-ukiran yang berada di dinding. Hanya tulisan kaligrafi ayat Alquran yang jelas ia tahu itu makna dari tulisan tersebut.

"Perkenalkan ini Abi Muhammad, pemilik panti asuhan rehabilitasi. Kamu tidak perlu takut Anisa, perlahan-lahan kamu akan sembuh total dari jeratan narkoba. Sudah banyak para alumni yang dahulunya sebagai pecandu narkoba yang akhirnya terbebas dari jeratan kekelaman. Hanya butuh waktu dan kesabaran, Nisa." Abi terlihat lebih muda mungkin bisa dikatakan pria berumur empat puluh tahun  tahun itu sudah berpengalaman.

"Kau baik-baik di sini, ingat perjuangan untuk sembuh itu hanya ada pada diri kau seorang Anisa, Uda hanya sebagai jembatan membawa kau ke jalan yang benar. Jangan kecewakan Abi dan Uda. Tiga bulan lagi akan Uda jemput!" Anisa memandang mobil yang di kendarai Jimmy semakin menjauh.

Disinilah Anisa berada, pusat rehabilitasi terletak di daerah kota Padang Sumatra barat. Hidup baru akan ia jalani mulai detik ini. Selama berada di pusat rehabilitasi Anisa terkadang mengalami kekambuhan, bahkan ia sempat histeris dan jenuh akan semua hal, tapi pada satu malam, ia merasakan berada di tengah Padang pasir semuanya bahkan serba putih, ia tengah menangis bahwa yang ia pikirkan bahwa dirinya telah meninggal.

"Nisa, ini Amak, Nak. Amak cuma mau bilang Anisa harus kuat, Anisa harus yakin dengan kesembuhan Anisa. Sabar ya nak, Anisa pasti sudah membaca surat Amak kan nak, Bagaimana pun Anisa tetap anak Amak dan Amak telah memaafkan Anisa nak, yang kuat ya nak untuk berubah."

"Amak dimana jangan tinggalkan Anisa lagi, Mak." Anisa melihat di sekelilingnya dan ia merasakan bahwa itu hanya mimpi, namun apa yang amak sampaikan bahwa benar adanya. Ia tengah terendus dan berjuang dari mulai melakukan terapi. Terapi yang digunakan melalui therapeutic communities serta Anisa juga mengikuti pendekatan keagamaan, dari mulai sholat sunah hingga kajian rutin harinya. Setiap bulannya Anisa mengalami perkembangan yang signifikan. Ia bersyukur  bahwa ia tidak terlalu lama terjerumus dalam lembar narkoba.

Losing an Angel (Complete)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora